Friday, July 16, 2010

Bincang-Bincang tentang Syiah ( di milis Isnet )

Pengantar :

Bincang-bincang tentang Syiah ini dimulai dari posting saya (Abu Al Fatih) yang mengemukakan tema Syiah dalam Perspektif Historis bagian ke 1 dari 2 tulisan. Lalu mengalirlah bincang-bincang itu seperti tertulis di bawah ini. (tidak seluruh posting isnetter "ter-rekam", tapi yang ada di bawah ini insya Allah sudah cukup mewakili. Wallahu a'lam)

Sebagai pengantar diskusi, lihat beberapa literatur berikut :

* Artikel dari Mas Nadirsyah : "Ketika Wasiat dan Syuro Berganti Posisi"
* Artikel tentang "Faham Mahdi Syiah" karya Drs. Muslih Fathoni, MA
* Daftar Buku-Buku Dr.Ihsan Ilahi Zhahir "Tentang Syiah"

Selamat membaca.



From: Abu Al Fatih

To:

Cc:

Sent: Wednesday, August 11, 1999 5:59 PM

Subject: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Saya boleh bicara tentang Syi'ah di Milis ini kan ?
Atau "seharusnya" di Milis Hikmah saja, agar tidak menambah polemik ?

Saya perhatikan di beberapa mailis islam yang saya ikuti (subscribed),
terdapat beberapa posting yang mencoba membincangkan fenomena Syi'ah, baik
dalam tema-tema "tradisional" (peng-kafir-an Shahabat, ke-ma'shum-an Ahlul
Bait, kasus Tanah Fada', Perang Siffin, Tahkim, Karbala, Abdullah bin Saba,
"ketuhanan" Ali, Al-Qur'an versi Syi'ah, nikah mut'ah, dll.) maupun
tema-tema "kontemporer" (Khomeini, Republik Syi'ah Iran, Ali Syari'ati,
Murtada Muttahari, Kang Jalal / Jalaluddin Rahmat, Syi'ah di Indonesia,
dll.).

Dan bincang-bincang tentang Syi'ah ini tampaknya memang tidak akan pernah
tuntas, baik itu dibahas di forum diskusi e-mail (mailis), forum diskusi
langsung (seminar, debat publik), forum media tertulis (koran-koran,
majalah, buku-buku, dll.), atau pun forum-forum lainnya. Diskusi selalu akan
"berhenti" pada pernyataan-pernyataan sepihak bahwa madzhab (agama ?) Syi'ah
tidak "compatible" dgn mazhab Ahlus-Sunnah (agama Islam).

Tulisan ringkas di bawah ini juga bukan bermaksud "menuntaskan" polemik ini.
Harapan sederhananya ; minimal tidak menambah perbincangan tentang masalah
ini menjadi suatu yg laghwi (sia-sia). Banyak agenda-agenda
aktual-kontemporer yang menurut saya lebih memerlukan perhatian ummat Islam
ketimbang "menghabiskan energi" dalam diskusi tak berkesudahan .

Wallahu a'lam bish-showwab
Wal 'afwu minkum . Wastaghfirullaha lii wa lakum .

Wassalam

Abu Al Fatih
http://get.to/fatih
abu_fatih@hotmail.com
aws99@indosat.net.id
--------------------

FENOMENA SYI'AH DALAM LINTASAN SEJARAH

Saya mengklasifikasikan pemahaman saya tentang fenomena Syi'ah ke dalam 4
babak :
1. Syi'ah di masa Ali bin Abi Thalib - Karomallahu Wajhah (Ali k.w.)
2. Syi'ah di masa pasca Ali k.w. s.d. "Imam ke-11"
3. Syi'ah di masa "Imam ke-12" (al-Ghaib) s.d. Revolusi Khomeini di Iran
4. Syi'ah di masa kini (pasca Revolusi Khomeini di Iran)

Seluruh struktur bangunan madzhab (agama ?) Syi'ah ini, sejauh pemahaman
saya, dibangun di atas "Hadits Ghadir Kum" atau "Interpretasi atas Hadits
tsb.".
Setiap orang yang mengaku (ataupun tidak mengaku) Syi'ah - apapun madzhab
Syi'ah nya - pasti meyakini adanya rujukan Syar'i / Nash atau
"interpretasi" atas Nash, bahwa Ali k.w. telah ditunjuk sebagai pengganti
Rasulullah Saw atau khalifah / amirul mu'minin sesudah wafatnya beliau Saw.
Dan diantara "rujukan syar'i" yang paling masyhur dalam diskursus ini adalah
riwayat "hadits Ghadir Kum" itu, dimana disebutkan dalam peristiwa hajji
wada' bahwa Rasululah Saw. di hadapan ribuan / puluhan ribu shahabat saat
itu, menyampaikan wasiat "Ali k.w. sebagai khalifah pengganti" ini dengan
redaksi yang jelas.

Dengan logika ini, segala "klaim" para penganut Syi'ah dibangun .

Dengan "logika" ini, tak heran bila isu-isu berikut muncul :
- Syi'ah meng-kafir-kan (sebagian besar) Shahabat Rasulullah Saw.
- Syi'ah meyakini konsep 'Ismah Ahlul Bait (bahkan kultus / penuhanan Ahlul
Bait) sebagai pengganti konsep 'Adalatush-Shahabah dalam membangun
metodologi Ilmu Hadits-nya
- Syi'ah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsmani (karena konon
khabarnya Fatimah binti Rasulullah Saw. Radhiyallahu 'Anha menyimpan Mushaf
Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsman - yang dikodifikasi di masa
Shahabat / Menantu Rasulullah Saw / Khalifah Rasyidah ke-3 - Ustman bin
Affan Radhiyallahu 'anhu - dan kemudian "ditemukan" oleh para penganut Syi'
ah di "kemudian hari" dan beredar saat ini di lingkungan "terbatas").
- Dll.

SYI'AH DI MASA ALI K.W.

Pada awalnya apa yang disebut Syi'ah - pada saat wafatnya Rasulullah Saw. -
adalah fenomena sebagian (kecil) shahabat, yang meyakini bahwa Ali k.w. lah
yang "lebih pantas" menggantikan beliau Saw. sebagai khalifah / amirul-mu'
minin, dengan segala argumentasinya. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena
adanya sebagian (kecil) shahabat yang "tidak bersegera" mem-bai'at Abu Bakar
Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu (Abu Bakar r.a.) sebagai khalifah di saat
peristiwa "Saqifah Bani Sa'adah".

Jadi awalnya - menurut pemahaman saya - adalah menyangkut masalah "politis".

Adalah "wajar" bahwa ada sebagian shahabat yang berpendapat bahwa shahabat
lain lah yang "lebih pantas" menjadi Khalifah / Amirul-Mu'minin, ketimbang
Abu Bakar r.a. Namun karena jumlah nya "kecil" (mungkin tidak mencapai 2 %),
para pendukung Ali k.w. sebagai "capres" / Khalifah saat itu menerima juga
kesepakatan syuro shahabat atas kepemimpinan Abu Bakar r.a. (termasuk Ali
k.w. sendiri yg kemudian turut mem-bai'at Abu Bakar r.a. Di sebagian buku
Syi'ah, ditulis bahwa Ali k.w. dan para pendukungnya turut membai'at Abu
Bakar r.a. di bawah ancaman pedang. Ini cukup menggelikan, membayangkan
orang seperti Ali k.w. "takut" oleh ancaman pedang).

(Jadi para pendukung Ali k.w. saat itu tidaklah seperti partai gurem di KPU
sekarang yang "ngotot" secara tidak proporsional . )

Dalam perjalanan selanjutnya,
Terutama setelah berlalu dua periode kekhalifahan - Abu Bakar & Umar r.a. -
Para pendukung Ali k.w. ini (kita sebut Partai Ali k.w. atau Syi'ah Ali
k.w.) menjadi semakin besar. Dalam "pemilu" yang diadakan di saat-saat Umar
bin Khattab akan meninggal, suara pendukung Ali k.w. dan Utsman r.a. di
"parlemen" (Ahlul Halli wal 'Aqdi) berimbang - 50:50. Yang mana kemudian
seorang shahabat yang menjadi "poros tengah" memberikan suaranya pada Utsman
r.a., sehingga terpilihlah beliau r.a. sebagai Khalifah Rasyidah ke-3.

Di masa kekhalifahan Utsman r.a. ini Partai Ali k.w. semakin bertambah
besar.
Berbagai kritik sosial yang dilontarkan para pendukungnya - seperti shahabat
Abu Dzar Al-Ghifari - atas kepemimpinan Utsman r.a. yang dinilai
memberlakukan prinsip "nepotisme" dalam menetapkan jajaran pembantu
pemerintahannya, membuat sosok beliau (k.w.) semakin diyakini sebagai
"capres alternatif" yang dinantikan untuk menggantikan Khalifah ke-3 tsb.

Dan ketika situasi fitnah berkembang sedemikian "parah"nya,
Yang berujung pada terbunuhnya Utsman r.a. oleh arus massa demonstran yang
diprovokasi oleh berbagai "kekuatan luar" seperti dari faksi Abdullah bin
Saba dll. - di saat-saat genting seperti itulah - kaum muslimin kala itu
mem-bai'at Ali k.w. sebagai Khalifah Rasyidah ke-4.

Sejarah kemudian mencatat,
Bahwa awal pemerintahan Ali k.w. ditandai oleh "gawat"nya situasi negara
dengan berbagai fitnah yang berkembang. Berbagai faksi melihat adanya
"perbedaan" dalam memandang skala prioritas program kekhalifahan saat itu.
Apakah mendahulukan "pengadilan" atas terbunuhnya Utsman r.a. ataukah
mendahulukan "reformasi" pemerintahan dll. ? Dalam situasi inilah - tidak
bisa dihindarkan - terjadinya peperangan di antara shahabat Rasulullah Saw -
yang memandang adanya perbedaan "skala prioritas" tadi.

Pada masa itu pulalah,
Provokator Yahudi semisal Abdullah bin Saba memperoleh "momentum"nya untuk
mengembangkan gagasan Partai Ali k.w. ini menjadi madzhab Syi'ah sampai
berkembang sedemikian rupa seperti yang kita lihat hari ini.

(perlu dicatat di sini bahwa, meskipun sepanjang masa kekhalifahan Ali k.w.
tidak pernah sepi dari berbagai "situasi gawat" dan "fitnah kubro", namun di
masa itu pula terjadi berbagai peristiwa keteladan yang luar biasa dalam
proses pemerintahanya. Seperti peristiwa "pengadilan atas kasus baju besi
antara Ali k.w. sebagai khalifah & Yahudi sebagai warga sipil, yang
dimenangkan oleh Yahudi tsb. namun setelah itu ia masuk Islam", di samping
peristiwa-peristiwa teladan lainnya).

Akhir kekhalifahan Ali k.w.,
Yang ditandai dengan terbunuhnya beliau k.w. oleh faksi Khawarij - yang
menolak hasil "Tahkim" & bermaksud membunuh Ali k.w. dan Mu'awiyah (tapi
pembunuh Mu'awiyah gagal menjalankan misinya), merupakan antiklimaks dalam
perjalanan sistem khilafah rasyidah 'ala minhaj nubuwwah. Setelah itu
berlakulah "ramalan" Rasulullah Saw tentang periodesasi sosio-politik kaum
muslimin dalam sistem Mulkan A'dhan dan Mulkan Jabbariyan sampai masa kini.

SYI'AH DI MASA PASCA ALI K.W. S.D. "IMAM KE-11"

Setelah terbunuhnya Ali k.w.,
Berlalulah masa-masa Khilafah Islam "Non-Rasyidah" itu. Di masa ini,
kekuatan politik Mu'awiyah dan keturunannya (Bani Umayyah) menjalankan
pemerintahan Islam dengan sistem monarki / kerajaan, yang menetapkan
pengganti khilafah dari unsur keturunan keluarga khilafah.

Pada masa ini,
Dan juga masa-masa sesudahnya (khilafah Bani Abbasiyah dst.) sampai dengan
berakhirnya Khilafah Turki Utsmani, Islam tetap dijadikan dasar negara /
khilafah dan tetap memberikan kontribusinya pada peradaban kemanusiaan.
Berbagai khazanah pemikiran Islam berkembang di masa ini - yang ditandai
dengan berbagai sumbangan pemikir-pemikir Islam saat itu (dan sebagian
produknya juga turut dinikmati oleh berbagai negara hingga saat ini).

Namun dalam kebijakan politik saat itu - wa bil khusus rezim Bani Umayyah,
Seluruh kekuatan politik yang ada - dan mengancam keberlangsungan sistem
monarki Islam ala Bani Umayyah & Bani Abbasiyah dll. - direduksi sedemikian
rupa dengan cara-cara yang "terkadang" bersifat represif (mungkin seperti
pendekatan TNI di Aceh saat ini). Kekuatan politik pesaing Mu'awiyah dan
keturunannya - seperti keturunan Ali k.w. dan yang lainnya (Ibnu Umar, Ibnu
Zubair, dll.) direduksi dan di-marginal-kan dari pentas politik khilafah
saat itu. Terjadilah peristiwa "Karbala" (yang menewaskan Husein r.a. dengan
cara sangat biadab) dan peristiwa sejenis lainnya di masa itu, dalam konteks
mempertahankan "status quo" itu.

Fenomena Syi'ah di masa ini,
Mengalami proses "konsolidasi" madzhab yang cukup intensif. Dari sisi
eksternal didorong oleh sikap represif rezim Bani Umayyah saat itu dan juga
"provokator Yahudi" yang tak kenal lelah menularkan konsep Teologi nya ke
dalam "partai Syi'ah" ini, dan di sisi internal didorong oleh munculnya
madrasah-madrasah / Imam madzhab yang memang jumlahnya saat itu sangat
banyak (ini bisa ditanya lebih detail ke Mas Nadirsyah Hosen. Bener kan ya
Mas Hosen ?). Para Ulama yang bertaraf Mujtahid Mutlaq saat itu cenderung
memiliki madrasah-madrasah (pengikut & pengembang) sendiri, yang terkadang
juga memiliki muatan politis (bisa menjadi madzhab resmi negara, atau
madzhab opposisi, tergantung di posisi mana para Imam Madzhab itu berpijak).

Nah para "Imam yang 10" atau keturunan Ali k.w. ini,
Dimulai dari Hasan r.a., lalu Husein r.a. lalu keturunannya (maaf saya tidak
hafal urutannya, kalau saya sebutkan kuatir salah. Konon, bahkan penganut Syi’ah sendiri yang meyakini adanya nash yang jelas soal penunjukan Imamah dari Ahlul Bait Ali k.w., juga berbeda pendapat soal “who’s the next” Imam after Imam Husein bin Ali k.w. Lihat antara lain tulisan Mas Nadirsyah "Ketika Wasiat dan Syuro Berganti Posisi" ), memang diakui merupakan sosok Ulama yang kharismatik dan bertaraf Mujtahid (sebagiannya Mujtahid Mutlaq) pada masanya. Sebagiannya menjadi guru bagi Imam Madzhab yang lain, dan sebagiannya berguru pada Imam Madzhab yang lain. Demikianlah berbagai madrasah yang berkembang saat itu.

Ada "klaim" menarik yg sempat saya "dengar" dari Kang Jalal dulu,
Katanya Imam Abu Hanifah sempat berguru pada Imam Ja'far Ash-Shodiq (salah
satu Imam Madzhab dari keturunan Ali k.w. - saya lupa "Imam" ke berapa).
Lalu dari madrasah Imam Abu Hanifah lahirlah Imam Malik, lalu dari madrasah
Imam Malik lahirlah Imam Syafi'i, lalu dari madrasah Imam Syafi'i lahirlah
Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu ? . Lalu lintas . eh, maaf keterusan. Tapi
"simplifikasi" seperti ini memang agak khas di madrasah Syi'ah Kang Jalal di
Muttahari Bandung . Mungkin maksudnya ingin dikatakan bahwa ke-empat Imam
Madzhab itu pada dasarnya adalah Syi'ah juga . ?

(Mas Hosen ingin berkomentar tentang "klaim" ini . ?)

Saya sendiri melihat,
Tidak mustahil kitab-kitab (fiqh) yang ditulis oleh Imam Ja'far Ash-Shodiq
atau oleh madrasah / pengikut madzhab nya, memiliki kesamaan / titik temu
dengan kitab-kitab (fiqh) yang ditulis oleh Imam Madzhab yang Empat itu.
Sayid Sabiq (dalam fiqhus-sunnah) dan Dr.Yusuf Qordhowi (dalam Fiqhuz-Zakat)
antara lain memberikan pandangan berbagai madzhab itu, termasuk Imam Ja'far
Shodiq dan Imam Madzhab lainnya yang tidak termasuk dalam Empat Imam Madzhab
itu, dalam memandang beberapa isu fiqih Islam, disamping pendapat mereka
sendiri (Sayid Sabiq & Qordhowi) tentang isu ybs. Tapi membuat
"simplifikasi" (penyederhanaan) seperti di atas, tetap belum bisa saya
terima .

Bagi saya,
siapapun yang membuat "simplifikasi" seperti itu, tampaknya tidak memahami
tingkat "kedalaman" ilmu para Imam Madzhab tsb. rahimahumullah . (meminjam
istilah Mas Hosen, mungkin mereka ingin "mengukur dalamnya sungai dengan
sejengkal kayu" ?)

SYI'AH DI MASA "IMAM KE-12" (AL-GHAIB) S.D. REVOLUSI IRAN

Ada beberapa catatan menarik seputar perkembangan Syi'ah di masa ini,
Tapi yang paling menarik - bagi saya - adalah seputar argumentasi "ghaib"nya
Imam ke-12 itu sendiri. "Logika" yang coba dikembangkan oleh penganut Syi'ah
di titik ini terkesan agak "maksa".

Jadi kira-kira begini "logika"nya,
Karena jumlah Imam itu 12 (ini bagi penganut madzhab Itsna 'Asyariyah),
sementara kehidupan dunia "belum berakhir", maka Imam ke-12 itu "harusnya"
belum muncul saat ini (atau kalau sudah muncul, ya "harus" Ghaib /
menghilang dulu sementara), dan "nanti" di akhir zaman akan muncul (lagi).
Pada sebagian diskursus tentang Imam yang akan muncul ini, ada yang
menghubungkannya dengan kehadiran Nabi Isa a.s., ada lagi yang
menghubungkannya dengan Imam Mahdi (dalam tradisi Ahlus-Sunnah), dsb. Tapi
bagi saya, tetap saja ini terkesan "maksa" .

Lalu ketika revolusi Khomeini di Iran,
Dikembangkanlah gagasan Wilayah Al-Faqih sebagai "pemerintahan transisional"
sampai sang Imam ke-12 muncul nantinya .

Bahwa "Walayah" (Pemimpin) itu harus "Faqih" (Cerdas, Beriman & Berilmu),
Tentunya tidak ada ummat Islam yang menentang (kecuali pendukung PDI-P,
mungkin. Eh, maaf off-set, out of topic). Tapi bila itu dimaksudkan sebagai
"justifikasi" atas belum tampilnya Imam ke-12 (sebagai rujukan dasar
Teologi-nya), kok ya terkesan "maksa" . (eh, sudah lebih tiga kali saya
ngomong "maksa", kenapa ya . ?)
---- bersambung ---

From: warsono

To: ; Abu Al Fatih

Sent: Wednesday, August 11, 1999 8:29 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Ass.w.w.
Pengetahuan Akhi ttg. Syiah cukup baik, dan lengkap, serta menambah
pengetahuan saya. Diskusi Suni-Syiah, kalau untuk menang-menangan memang
susah. Keduanya memiliki sejarah panjang, tidak sulit menyatukannya. Dan
menurut saya memang, yang penting saling mengerti dan memahami
masing-masing.
Sia-sia atau tidak, ya relatif. Sia-sia, karena sebenarnya di milis ini
hampir semuanya Suni. Tapi dari segi tambah-nya pemahaman saya, bermanfaat
juga.

Hanya karena ada kalimat yang mengkafirkan saja, saya kemudian membela.
kalau tidak, buat apa, lha wong di sini Suni semua....

Hanya ada beberapa catatan saya :
1. Meski tidak menghakimi, Anda agak sinis juga.... (Nggak apa-apa sih...)
2. Tentang simplifikasi kang Jalal (saya tidak tahu apa dia Syiah bener,
tetapi memang condong ke Syiah). Saya kok berlum pernah mendengar, yang saya
tahu dia mengungkapkan Imam Ja'far pernah menjadi (salah satu) guru Imam
Hanafi dan Imam Malik (dan memang ada dasarnya). Tapi tidak melakukan
simplifikasi Imam Malik & Hanafi kemudian dilanjutkan Imam Syafi'i dan Imam
Ahmad Syiah, kok saya belum pernah dengar. Kebiasaan berguru adalah menjadi
kebiasaan para ulama, hingga kini... Banyak kyai Pondok yang memiliki guru
banyak, berkeliling hingga menetap di Mekkah misalnya. (Kita semestinya
ittiba' kebiasaan ini, "haus ilmu")
3. Ttg. Abdullah bin saba'.
Ada perbedaan pandangan Suni-Syiah ttg. tokoh ini.
Suni : berpendapat tokoh yang memdirikan partai Ali (Syiah Ali)
Syiah : dia adalah tokoh fiktif untuk mendiskreditkan Syiah.
berikut salah satu kutipan dari ulama Syiah : (lengkapnya di
www.al-islam.org/encyclopedia)
....
His main legend is the malicious stories attributed to Abdullah Ibn Saba,
by which he had tried to solved the following puzzles:
-Creation of Shia
-Problem of exile of Abu Dhar
-Murder of Uthman
-The War of Jamal (Camel)
Sayf has also maliciously tried to link the forged stories of Abdullah Ibn
Saba to the Shia Imam Ali (AS) which shows he did not know too much about
Shia, otherwise he would not had attributed some of the beliefs which are
not held by the followers of the members of the house of Prophet.
Insha Allah, in the next parts, I will analyze the fictitious story of
Abdullah Ibn Saba in comparison with the other Sunni reports.
I should mention that al-Askari had a very distinguished achievement. He
proved beyond any doubt, in his book named "Abdullah Ibn Saba and Other
Myths", that Ibn Saba _with_ such achievements never existed, and that he
was invented by Sayf Ibn Umar. If there was any Abdullah Ibn Saba at that
time, his story was much different than what Sayf manipulated ...........

Saya sendiri berpendapat:
- Syiah adalah bagian dari Islam, meski memiliki berbagai perbedaan dengan
mayoritas (Suni). Bukankah Suni sendiri memiliki 3 kelompok besar : pengikut
Imam Asy'ariah biasanya memegang Madzhab Syafii dan Maliki, pengikut Imam
Maturidi (yang lebih rasional) biasanya memegang madzhab Hanafi, dan Salafi
(yang sangat literal, mis. Wahabi) biasanya bermadzhab Hambali.
- Munculnya Suni-Syiah memang lebih banyak faktor politik (khilafah) yang
kemudian makin mengental akibat berbagai fitnah yang sangat memilukan....

Apakah Syiah sudah ada sejak Rasul ? Pertanyaan ini sama saja dengan
pertanyaan: Apakah Suni sudah ada sejak Rasul ? Sama-sama muskil.... Tetapi
sejarah Islam memang kenyataannya begitu.....

Dan sebaiknya diskusi ini memang menurut saya, tidak usah dilanjutkan....

Warsono
e-mail : warsono@pln-jawa-bali.co.id
http://come.to/fos-islam

From: Jailani Ibrahim

To:

Sent: Thursday, August 12, 1999 11:33 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

At 05:59 PM 8/11/99 +0700, you wrote:
>
>Setiap orang yang mengaku (ataupun tidak mengaku) Syi'ah - apapun madzhab
>Syi'ah nya - pasti meyakini adanya rujukan Syar'i / Nash atau
> "interpretasi" atas Nash, bahwa Ali k.w. telah ditunjuk sebagai pengganti
>Rasulullah Saw atau khalifah / amirul mu'minin sesudah wafatnya beliau Saw.

Adakah 'Nash' untuk Abu bakar ra. ?

>- Syi'ah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsmani (karena konon
>khabarnya Fatimah binti Rasulullah Saw. Radhiyallahu 'Anha menyimpan Mushaf
>Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsman - yang dikodifikasi di masa
>Shahabat / Menantu Rasulullah Saw / Khalifah Rasyidah ke-3 - Ustman bin
>Affan Radhiyallahu 'anhu - dan kemudian "ditemukan" oleh para penganut Syi'
>ah di "kemudian hari" dan beredar saat ini di lingkungan "terbatas").
>- Dll.

Bagaimana dengan ratusan ayat Al-Quran yang hilang, Dua Surah yang
tersimpan di Benak Abu Musa Al-Asy'ari, Surat Qunut yang dibaca Umar, Ayat
lima susuan yang diceritakan Aisyah setelah Nabi SAW wafat masih dibaca
oleh para sahabat, seperti yang dituturkan para perawi Hadist Shahih
Ahlussunnah. Tetapi semuanya itu tidak dijumpai di dalam Al-Quran yang
dipegang Umat Islam saat ini.

Cerita Ahlussunnah menuduh Syiah punya Quran sendiri mirip cerita 'maling
teriak maling'.

>Pada awalnya apa yang disebut Syi'ah - pada saat wafatnya Rasulullah Saw. -
>adalah fenomena sebagian (kecil) shahabat, yang meyakini bahwa Ali k.w. lah
>yang "lebih pantas" menggantikan beliau Saw. sebagai khalifah / amirul-mu'
>minin, dengan segala argumentasinya. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena
>adanya sebagian (kecil) shahabat yang "tidak bersegera" mem-bai'at Abu Bakar
>Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu (Abu Bakar r.a.) sebagai khalifah di saat
>peristiwa "Saqifah Bani Sa'adah".

Ada juga sahabat yang tidak membaiat Abu bakar ra. sampai akhir hayatnya.

>Adalah "wajar" bahwa ada sebagian shahabat yang berpendapat bahwa shahabat
>lain lah yang "lebih pantas" menjadi Khalifah / Amirul-Mu'minin, ketimbang
>Abu Bakar r.a. Namun karena jumlah nya "kecil" (mungkin tidak mencapai 2 %),
>para pendukung Ali k.w. sebagai "capres" / Khalifah saat itu menerima juga
>kesepakatan syuro shahabat atas kepemimpinan Abu Bakar r.a. (termasuk Ali
>k.w. sendiri yg kemudian turut mem-bai'at Abu Bakar r.a. Di sebagian buku
>Syi'ah, ditulis bahwa Ali k.w. dan para pendukungnya turut membai'at Abu
>Bakar r.a. di bawah ancaman pedang. Ini cukup menggelikan, membayangkan
>orang seperti Ali k.w. "takut" oleh ancaman pedang).

Menganggap 'MUSYAWARAH LONJONG' Saqifah sebagai Syuro sebenarnya lebih
'menggelikan' lagi.

>Di masa kekhalifahan Utsman r.a. ini Partai Ali k.w. semakin bertambah
>besar.
>Berbagai kritik sosial yang dilontarkan para pendukungnya - seperti shahabat
>Abu Dzar Al-Ghifari - atas kepemimpinan Utsman r.a. yang dinilai
>memberlakukan prinsip "nepotisme" dalam menetapkan jajaran pembantu
>pemerintahannya, membuat sosok beliau (k.w.) semakin diyakini sebagai
>"capres alternatif" yang dinantikan untuk menggantikan Khalifah ke-3 tsb.

Rupanya konsep 'nepotisme' dihalalkan di dalam Sistem Khulafaur Rasyidin.
Bagaimana kalau 'Eyang Suharto' kita angkat jadi Khulafaur rasydin ke Lima ?

>Dan ketika situasi fitnah berkembang sedemikian "parah"nya,
>Yang berujung pada terbunuhnya Utsman r.a. oleh arus massa demonstran yang
>diprovokasi oleh berbagai "kekuatan luar" seperti dari faksi Abdullah bin
>Saba dll. - di saat-saat genting seperti itulah - kaum muslimin kala itu
>mem-bai'at Ali k.w. sebagai Khalifah Rasyidah ke-4.

Rupanya orang-orang 'udul' lebih mudah diprovokasi oleh munafik seperti
Abdullah bin Saba' dari pada memegang Sunnah Nabi SAW. Tentu saja SANGAT
wajar jika ada orang yeng berpendapat bahwa ke'udul'an mereka perlu
ditinjau kembali.

>Sejarah kemudian mencatat,
>Bahwa awal pemerintahan Ali k.w. ditandai oleh "gawat"nya situasi negara
>dengan berbagai fitnah yang berkembang. Berbagai faksi melihat adanya
>"perbedaan" dalam memandang skala prioritas program kekhalifahan saat itu.
>Apakah mendahulukan "pengadilan" atas terbunuhnya Utsman r.a. ataukah
>mendahulukan "reformasi" pemerintahan dll. ? Dalam situasi inilah - tidak
>bisa dihindarkan - terjadinya peperangan di antara shahabat Rasulullah Saw -
>yang memandang adanya perbedaan "skala prioritas" tadi.

Hanya karena masalah prioritas ternyata mereka bisa saling bunuh membunuh
dan saling hujat menghujat, apakah ini salah satu ciri ke'udul'an.

Maaf tanggapan saya memang 'menggelikan', karena saya menganggap sesuatu
yang 'menggelikan' kurang seru kalau tidak ditanggapi dengan cara
'menggelikan' pula.

Wassalam,

Jailani Ibrahim







From: Funny People

To:

Sent: Monday, August 09, 1999 8:34 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Assalaamu'alaikum wr. wb.

Aduh mas Jailani Ibrahim saya juga ingin "bergeli-geli" nih. Agar termasuk
dalam kategori "bergeli-geli" tersebut posting di bawah ini saya beri judul:

==============================
ADAKAH NASH TENTANG IMAMAH?

Telah berkata Ali ra.

"Aku telah dibai'at oleh ummat yang pernah membai'at Abubakar, Umar dan
Utsman dan tidak seorangpun di antara yang hadir mempunyai pilihan lain atau
sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semuanya merupakan hasil musyawarah
antara muhajirin dan anshar. Kalau mereka itu telah sepakat untuk mengangkat
seorang imam, maka hal itu akan diridhoi Allah. Kalau mereka ingkar dari
keputusan itu dan melakukan penyelewengan, maka mereka harus diajak kembali
ke jalan semula yang benar. Jika mereka menolak, maka mereka harus
diperangi, karena berarti mereka telah keluar dari barisan kaum mu'minin dan
tidak taat kepada pimpinan yang telah diridhai oleh Allah." [Nahjul
Balaghah, h. 366 dan 367, cetakan Beirut, Tahkik Subhi Saleh]

Dan berkata pula beliau:

"Kalian telah membai'atku sebagaimana kalian membai'at pimpinan sebelum
akau. Pilihan ini dimiliki ummat sebelum mereka membai'at. Apabila mereka
sudah membai'at, maka pilihan sudah tidak ada lagi" [Nasikhut Tawaarikh,
karya Mirza Taqi, Juz III]

Bagi saya kedua berkataan Ali ra di atas adalah sebuah bukti bahwa tidak ada
nash yang tegas mengenai imamah. Sangat jelas bahwa imamah dan khilafah
diputuskan melalui kesepakatan kaum muslimin.

Perkataan Ali ra lagi

"Kami relah atas takdir Allah. Kami serahkan semua masalah kepadaNya.
Setelah kuteropong diriku sendiri, akau menyadari bahwa ketaatanku
mendahului bai'atku. Demi untuk menghormati suara terbanyak, aku merasa
terikat dan patuh pada ikrar itu" [[Nahjul Balaghah, h. 81, cetakan Beirut,
Tahkik Subhi Saleh]

dan lagi ...

"Aku mendatangi Abubakar dan membai'atnya. Dan aku bangkit menghadapi segala
tantangan dan peristiwa yang terjadi. Abubakar mengahadapi semua masalah itu
dan mengatasinya. Aku mendampinginya dan aku pun patuh sesuai dengan
kepatuhannya yang sungguh-sungguh kepada Tuhannya" [Manaarul Hudaa, h. 373,
juga pada Naasikhut Tawaarikh, karya Mirza Taqi, Juz III, h. 532]

dan untuk Abubakar ra dan Umar ra.

"Telah kujelaskan bahwa Allah telah memilih untuknya kawan-kawan yang
mendukungnya. Baginya martabat mereka itu sesuai dengan keutamaan mereka
dalam Islam. Dan mereka kunasehati, demi Allah, demi Rasul-Nya, Khalifah
Siddiq dan Khalifah Umar Al-Faruq. Sungguh, martabat mereka berdua itu agung
sekali dalam Islam. Musibah yang mereka alami merupakan luka besar bagi
Islam. Semoga mereka berdua dirahmati Allah SWT. Semoga amalan mereka berdua
dibalas dengan pahala yang setimpal oleh Allah SWT." [Ibnu Maitsam, Syarh
Nahjul Balaaghah, h. 488, cetakan Iran]

========================================

dan agar lebih terasa "menggelikan" periksa semua rujukan tersebut apakah
dari syiah ataukah sunni.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah

From: Abu Al Fatih

To:

Sent: Thursday, August 12, 1999 2:56 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


From: warsono
Sent: Wednesday, August 11, 1999 8:29 PM


--- deleted ---

>
> Dan sebaiknya diskusi ini memang menurut saya, tidak usah dilanjutkan....
>
> Warsono
> e-mail : warsono@pln-jawa-bali.co.id
> http://come.to/fos-islam
>

Iya deh ..
Saya setuju ...

Wassalam

Abu Al Fatih

From: Abu Al Fatih

To:

Sent: Thursday, August 12, 1999 3:41 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Saya tanggapi sedikit,
tapi setelah itu saya "udahan" ya ... ?

Wassalam

Abu Al Fatih

----- Original Message -----
From: Jailani Ibrahim
Sent: Thursday, August 12, 1999 11:33 AM

> >Setiap orang yang mengaku (ataupun tidak mengaku) Syi'ah - apapun madzhab
> >Syi'ah nya - pasti meyakini adanya rujukan Syar'i / Nash atau
> > "interpretasi" atas Nash, bahwa Ali k.w. telah ditunjuk sebagai
pengganti
> >Rasulullah Saw atau khalifah / amirul mu'minin sesudah wafatnya beliau
Saw.
>
> Adakah 'Nash' untuk Abu bakar ra. ?

Setahu saya tidak ada tuh ...

Dan juga tidak ada "nash" yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw telah
memberi "wasiat" secara jelas pada salah seorang sahabat untuk
menggantikannya setelah beliau tiada. Kalaupun "ada", riwayat-nya tentu
diragukan, dengan berbagai metodologi kritik hadits (setidaknya oleh
metodologi hadits madzhab Ahlus-Sunnah).

Adapun "isyarat" yg diberikan oleh Rasulullah Saw berkenaan dengan
sifat-sifat mulya & keutamaan para shahabat, itu bisa
"multi-interpretative". Sebagaimana berbagai riwayat menjelaskan bahwa
Rasulullah Saw memuji sifat-sifat Ali k.w. dan kedekatan posisinya dgn
beliau Saw, demikian pula terdapat riwayat-riwayat lainnya yang berkenaan
dengan pujian Rasulullah Saw atas sifat-sifat shahabat lainnya - sesuai
dengan kadar kelebihan mereka masing-masing.

Bahkan riwayat yg menjelaskan ketika Rasulullah Saw sakit (saat menjelang
ajal-nya) dan menyuruh Abu Bakar r.a. memimpin jama'ah sholat, diyakini oleh
sebagian madzhab Ahlus-Sunnah sebagai "nash" atau "isyarat" penunjukannya
sebagai khalifah Rasul (meski saya pribadi tetap meyakini, riwayat inipun
bisa "multi-interpretative". Wallahu a'lam bish-showwab).

>
> >- Syi'ah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsmani (karena
konon
> >khabarnya Fatimah binti Rasulullah Saw. Radhiyallahu 'Anha menyimpan
Mushaf
> >Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsman - yang dikodifikasi di masa
> >Shahabat / Menantu Rasulullah Saw / Khalifah Rasyidah ke-3 - Ustman bin
> >Affan Radhiyallahu 'anhu - dan kemudian "ditemukan" oleh para penganut
Syi'
> >ah di "kemudian hari" dan beredar saat ini di lingkungan "terbatas").
> >- Dll.
>
> Bagaimana dengan ratusan ayat Al-Quran yang hilang, Dua Surah yang
> tersimpan di Benak Abu Musa Al-Asy'ari, Surat Qunut yang dibaca Umar, Ayat
> lima susuan yang diceritakan Aisyah setelah Nabi SAW wafat masih dibaca
> oleh para sahabat, seperti yang dituturkan para perawi Hadist Shahih
> Ahlussunnah. Tetapi semuanya itu tidak dijumpai di dalam Al-Quran yang
> dipegang Umat Islam saat ini.
>
> Cerita Ahlussunnah menuduh Syiah punya Quran sendiri mirip cerita 'maling
> teriak maling'.

Saya yakin itu "beda" Pak Jailani ...

Dalam "konsensus" syuro para shahabat di masa khalifah Utsman r.a. itu
memang diriwayatkan terdapat berbagai "qiro'at" Al Qur'an yang "dibaca" oleh
kaum muslimin saat itu, tapi kemudian "disepakati" melalui institusi
ke-khalifah-an saat itu (tentunya setelah melalui proses panjang dan tidak
"simple"), tentang pentingnya "satu mushaf" yang menjadi rujukan standar
bagi seluruh kaum muslimin (sayang, buku-buku yg membahas tentang riwayat
kodifikasi Qur'an ini sedang tidak saya pegang sekarang).

Sedangkan yang "dipersoalkan" kebanyakan kaum muslimin tentang Al-Qur'an
Mushaf Fatimah adalah karena di dalamnya terdapat "banyak sekali" ayat-ayat
bahkan surat-surat tambahan yang mencantumkan berbagai keutamaan Ali k.w.
dan Ahlul-Baitnya ... Yang mana "tidak sejalan" dgn kandungan Al-Qur'an
secara keseluruhan (lagi-lagi saya menyesalkan karena buku-buku tentang
Qur'an Mushaf Fatimah ini juga tidak sedang saya pegang).

Wallahu a'lam ...

> >
> >Pada awalnya apa yang disebut Syi'ah - pada saat wafatnya Rasulullah
Saw. -
> >adalah fenomena sebagian (kecil) shahabat, yang meyakini bahwa Ali k.w.
lah
> >yang "lebih pantas" menggantikan beliau Saw. sebagai khalifah /
amirul-mu'
> >minin, dengan segala argumentasinya. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena
> >adanya sebagian (kecil) shahabat yang "tidak bersegera" mem-bai'at Abu
Bakar
> >Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu (Abu Bakar r.a.) sebagai khalifah di saat
> >peristiwa "Saqifah Bani Sa'adah".
> >
>
> Ada juga sahabat yang tidak membaiat Abu bakar ra. sampai akhir hayatnya.

Oh ya ...?

Siapa coba nama shahabatnya ... ? Adakah ia lebih utama dari Ali k.w., Hasan
bin Ali r.a. & Husein bin Ali r.a. yang turut membai'at Abu Bakar r.a. ?

Katakanlah memang "ada" yang tidak mem-baiat Abu Bakar r.a. sampai akhir
hayatnya, tapi itu pun masih "multi-interpretative". Atau, seperti saya
ungkapkan sebelumnya, kalaupun "ada", jumlahnya -saat itu- "pasti" tidak
mencapai 2% ...

>
> >
> >Adalah "wajar" bahwa ada sebagian shahabat yang berpendapat bahwa
shahabat
> >lain lah yang "lebih pantas" menjadi Khalifah / Amirul-Mu'minin,
ketimbang
> >Abu Bakar r.a. Namun karena jumlah nya "kecil" (mungkin tidak mencapai 2
%),
> >para pendukung Ali k.w. sebagai "capres" / Khalifah saat itu menerima
juga
> >kesepakatan syuro shahabat atas kepemimpinan Abu Bakar r.a. (termasuk Ali
> >k.w. sendiri yg kemudian turut mem-bai'at Abu Bakar r.a. Di sebagian
buku
> >Syi'ah, ditulis bahwa Ali k.w. dan para pendukungnya turut membai'at Abu
> >Bakar r.a. di bawah ancaman pedang. Ini cukup menggelikan, membayangkan
> >orang seperti Ali k.w. "takut" oleh ancaman pedang).
> >
>
> Menganggap 'MUSYAWARAH LONJONG' Saqifah sebagai Syuro sebenarnya lebih
> 'menggelikan' lagi.

Masa sih hasil Syuro Shahabat di Saqifah bisa "lebih menggelikan" dibanding
keyakinan orang tentang Ali k.w. membai'at Abu Bakar r.a. karena "takut"
ancaman pedang ?

Pak Jailani "pasti" belum begitu kenal dgn Imam Ali k.w. ...

> >
> >Di masa kekhalifahan Utsman r.a. ini Partai Ali k.w. semakin bertambah
> >besar.
> >Berbagai kritik sosial yang dilontarkan para pendukungnya - seperti
shahabat
> >Abu Dzar Al-Ghifari - atas kepemimpinan Utsman r.a. yang dinilai
> >memberlakukan prinsip "nepotisme" dalam menetapkan jajaran pembantu
> >pemerintahannya, membuat sosok beliau (k.w.) semakin diyakini sebagai
> >"capres alternatif" yang dinantikan untuk menggantikan Khalifah ke-3 tsb.
> >
>
> Rupanya konsep 'nepotisme' dihalalkan di dalam Sistem Khulafaur Rasyidin.
> Bagaimana kalau 'Eyang Suharto' kita angkat jadi Khulafaur rasydin ke Lima
?

Ya ndak begitu dong Pak Jailani ...
Itu keterlaluan namanya ... Moso membandingkan rezim korup Soeharto dengan
Manajemen Khalifah Utsman r.a. yg hanya "agak sedikit nepotis" ... (lagipula
bukankah paham Syi'ah sangat menjunjung "nepotisme" ...?)

Yang pertama (Eyang kita), bandingannya mungkin lebih dekat ke tipe
"Fir'aun", adapun Khalifah Utsman r.a. hanya "sekedar" memiliki kelemahan
manajerial (ya Allah ampuni saya yg sedemikian ringannya mengkritik menantu
kekasih-Mu dgn melupakan keadaan diri sendiri ... ), terutama bila
dibandingkan dengan Manajemen Khalifah Umar r.a. yg cenderung
"bebas-nepotism" ...

>
> >Dan ketika situasi fitnah berkembang sedemikian "parah"nya,
> >Yang berujung pada terbunuhnya Utsman r.a. oleh arus massa demonstran
yang
> >diprovokasi oleh berbagai "kekuatan luar" seperti dari faksi Abdullah bin
> >Saba dll. - di saat-saat genting seperti itulah - kaum muslimin kala itu
> >mem-bai'at Ali k.w. sebagai Khalifah Rasyidah ke-4.
> >
>
> Rupanya orang-orang 'udul' lebih mudah diprovokasi oleh munafik seperti
> Abdullah bin Saba' dari pada memegang Sunnah Nabi SAW. Tentu saja SANGAT
> wajar jika ada orang yeng berpendapat bahwa ke'udul'an mereka perlu
> ditinjau kembali.

Lho siapa bilang orang 'udul / adil tidak bisa diprovokasi ... ?

Ingat lho Pak Jailani,
Sifat 'adalah (adil) kan tidak identik dengan sifat ma'shum ...
Itu "beda" lho ...

Saya memahami sifat 'Adalah Shahabah itu lebih kepada makna umum bahwa
"mustahil" (menurut akal) bahwa mereka akan bersepakat untuk berkata dusta
dgn meng-atasnama-kan Rasulullah Saw. Bila ada satu dua orang "mencoba"
melakukannya (= berdusta atas nama Rasulullah Saw), tentu shahabat yg lain
akan menolaknya. Dan kalau sampai tidak ada yg "berani" menolaknya,
Al-Qur'an yg akan "meluruskan"nya ... (pembahasan tentang metodologi hadits
akan sangat panjang bila diuraikan disini)


> >Sejarah kemudian mencatat,
> >Bahwa awal pemerintahan Ali k.w. ditandai oleh "gawat"nya situasi negara
> >dengan berbagai fitnah yang berkembang. Berbagai faksi melihat adanya
> >"perbedaan" dalam memandang skala prioritas program kekhalifahan saat
itu.
> >Apakah mendahulukan "pengadilan" atas terbunuhnya Utsman r.a. ataukah
> >mendahulukan "reformasi" pemerintahan dll. ? Dalam situasi inilah - tidak
> >bisa dihindarkan - terjadinya peperangan di antara shahabat Rasulullah
Saw -
> >yang memandang adanya perbedaan "skala prioritas" tadi.
> >
>
> Hanya karena masalah prioritas ternyata mereka bisa saling bunuh membunuh
> dan saling hujat menghujat, apakah ini salah satu ciri ke'udul'an.

Itu jelas bukan ciri sifat 'adalah ('udul / adil),
melainkan ciri sifat umum manusia - yang bisa saja berbuat fujur dan taqwa -
tergantung kondisi keimanannya ...

Dan ingat lho Pak Jailani ...
yang "saling bunuh" itu juga termasuk Imam Ali k.w. , Imam Hasan r.a., Imam
Husein r.a. yang oleh Syi'ah diyakini "ma'shum" ...

>
> Maaf tanggapan saya memang 'menggelikan', karena saya menganggap sesuatu
> yang 'menggelikan' kurang seru kalau tidak ditanggapi dengan cara
> 'menggelikan' pula.

Ya ya ya, saya maafkan ...
Ndak pa-pa kok, saya ngerti ...

>
> Wassalam,
>
> Jailani Ibrahim

Wassalam

Abu Al Fatih

NB.
Pak Jailani setuju kita "sudahi" saja bincang-bincang ini ?















From: APRIYANO SUDARYO

To: Abu Al Fatih

Sent: Saturday, August 14, 1999 11:18 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaykum wr. wb.
Saya mencoba untuk sedikit menanggapi

On Wed, 11 Aug 1999 18:36:34 Abu Al Fatih wrote:
>Dengan "logika" ini, tak heran bila isu-isu berikut muncul :
>- Syi'ah meng-kafir-kan (sebagian besar) Shahabat Rasulullah Saw.
>- Syi'ah meyakini konsep 'Ismah Ahlul Bait (bahkan kultus / penuhanan Ahlul
>Bait) sebagai pengganti konsep 'Adalatush-Shahabah dalam membangun
>metodologi Ilmu Hadits-nya
>- Syi'ah memiliki Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsmani (karena konon
>khabarnya Fatimah binti Rasulullah Saw. Radhiyallahu 'Anha menyimpan Mushaf
>Al-Qur'an yang berbeda dari Mushaf Utsman - yang dikodifikasi di masa
>Shahabat / Menantu Rasulullah Saw / Khalifah Rasyidah ke-3 - Ustman bin
>Affan Radhiyallahu 'anhu - dan kemudian "ditemukan" oleh para penganut Syi'
>ah di "kemudian hari" dan beredar saat ini di lingkungan "terbatas").
>- Dll.

Hanya satu yg benar dari pernyataan2 tersebut di atas yaitu Syiah meyakini konsep ismah Ahlul Bayt, sedangkan yg lainnya tidak benar. Lihat posting2 saya yg lain.
Setelah melihat posting2 saya , kalau masih tidak percaya juga bahwa Quran nya Syiah sama dengan Quran Ahlus Sunnah, silahkan lihat ke: http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/
Maka anda akan dapati English translations dari Quran. Anda akan dapati 3 translation sekaligus dari 3 translator. Nah Translator yg bernama M.H. Shakir adalah seorang Syiah. Silahkan lihat apakah Quran yg di translate beliau berbeda.

>SYI'AH DI MASA ALI K.W.
>
>Pada awalnya apa yang disebut Syi'ah - pada saat wafatnya Rasulullah Saw. -
>adalah fenomena sebagian (kecil) shahabat, yang meyakini bahwa Ali k.w. lah
>yang "lebih pantas" menggantikan beliau Saw. sebagai khalifah / amirul-mu'
>minin, dengan segala argumentasinya. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena
>adanya sebagian (kecil) shahabat yang "tidak bersegera" mem-bai'at Abu Bakar
>Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu (Abu Bakar r.a.) sebagai khalifah di saat
>peristiwa "Saqifah Bani Sa'adah".

Kapan2 bisa saya postingkan juga di isnet apa yg terjadi di saqifah berdasarkan hadith atau tarikh nya Ahlus Sunnah. Mengenai apakah benar telah terjadi ijma yg berjalan dengan adil dan baik.

>Jadi awalnya - menurut pemahaman saya - adalah menyangkut masalah "politis".
>
>Adalah "wajar" bahwa ada sebagian shahabat yang berpendapat bahwa shahabat
>lain lah yang "lebih pantas" menjadi Khalifah / Amirul-Mu'minin, ketimbang
>Abu Bakar r.a. Namun karena jumlah nya "kecil" (mungkin tidak mencapai 2 %),
>para pendukung Ali k.w. sebagai "capres" / Khalifah saat itu menerima juga
>kesepakatan syuro shahabat atas kepemimpinan Abu Bakar r.a. (termasuk Ali
>k.w. sendiri yg kemudian turut mem-bai'at Abu Bakar r.a. Di sebagian buku
>Syi'ah, ditulis bahwa Ali k.w. dan para pendukungnya turut membai'at Abu
>Bakar r.a. di bawah ancaman pedang. Ini cukup menggelikan, membayangkan
>orang seperti Ali k.w. "takut" oleh ancaman pedang).

Peristiwa rumah Imam Ali (as) di ancam untuk di bakar dan beliau berada di bawah ancaman pedang di catat oleh tarikh2 Ahlus Sunnah. Ini juga bisa kapan2 saya postingkan.
Selain itu di catat di Bukhari bahwa Imam Ali (as) baru membaiat Abu Bakar (ra) setelah Fatima (as) meninggal yaitu sekitar 6 bulan setelah Abu Bakar (as) berkuasa.

>(Jadi para pendukung Ali k.w. saat itu tidaklah seperti partai gurem di KPU
>sekarang yang "ngotot" secara tidak proporsional . )
>
>Dalam perjalanan selanjutnya,
>Terutama setelah berlalu dua periode kekhalifahan - Abu Bakar & Umar r.a. -
>Para pendukung Ali k.w. ini (kita sebut Partai Ali k.w. atau Syi'ah Ali
>k.w.) menjadi semakin besar. Dalam "pemilu" yang diadakan di saat-saat Umar
>bin Khattab akan meninggal, suara pendukung Ali k.w. dan Utsman r.a. di
>"parlemen" (Ahlul Halli wal 'Aqdi) berimbang - 50:50. Yang mana kemudian
>seorang shahabat yang menjadi "poros tengah" memberikan suaranya pada Utsman
>r.a., sehingga terpilihlah beliau r.a. sebagai Khalifah Rasyidah ke-3.
>
>Di masa kekhalifahan Utsman r.a. ini Partai Ali k.w. semakin bertambah
>besar.
>Berbagai kritik sosial yang dilontarkan para pendukungnya - seperti shahabat
>Abu Dzar Al-Ghifari - atas kepemimpinan Utsman r.a. yang dinilai
>memberlakukan prinsip "nepotisme" dalam menetapkan jajaran pembantu
>pemerintahannya, membuat sosok beliau (k.w.) semakin diyakini sebagai
>"capres alternatif" yang dinantikan untuk menggantikan Khalifah ke-3 tsb.
>
>Dan ketika situasi fitnah berkembang sedemikian "parah"nya,
>Yang berujung pada terbunuhnya Utsman r.a. oleh arus massa demonstran yang
>diprovokasi oleh berbagai "kekuatan luar" seperti dari faksi Abdullah bin
>Saba dll. - di saat-saat genting seperti itulah - kaum muslimin kala itu
>mem-bai'at Ali k.w. sebagai Khalifah Rasyidah ke-4.
>
>Sejarah kemudian mencatat,
>Bahwa awal pemerintahan Ali k.w. ditandai oleh "gawat"nya situasi negara
>dengan berbagai fitnah yang berkembang. Berbagai faksi melihat adanya
>"perbedaan" dalam memandang skala prioritas program kekhalifahan saat itu.
>Apakah mendahulukan "pengadilan" atas terbunuhnya Utsman r.a. ataukah
>mendahulukan "reformasi" pemerintahan dll. ? Dalam situasi inilah - tidak
>bisa dihindarkan - terjadinya peperangan di antara shahabat Rasulullah Saw -
>yang memandang adanya perbedaan "skala prioritas" tadi.

>Pada masa itu pulalah,
>Provokator Yahudi semisal Abdullah bin Saba memperoleh "momentum"nya untuk
>mengembangkan gagasan Partai Ali k.w. ini menjadi madzhab Syi'ah sampai
>berkembang sedemikian rupa seperti yang kita lihat hari ini.

Cerita mengenai Abdullah bin Saba adalah cerita fiktif.

>(perlu dicatat di sini bahwa, meskipun sepanjang masa kekhalifahan Ali k.w.
>tidak pernah sepi dari berbagai "situasi gawat" dan "fitnah kubro", namun di
>masa itu pula terjadi berbagai peristiwa keteladan yang luar biasa dalam
>proses pemerintahanya. Seperti peristiwa "pengadilan atas kasus baju besi
>antara Ali k.w. sebagai khalifah & Yahudi sebagai warga sipil, yang
>dimenangkan oleh Yahudi tsb. namun setelah itu ia masuk Islam", di samping
>peristiwa-peristiwa teladan lainnya).
>
>Akhir kekhalifahan Ali k.w.,
>Yang ditandai dengan terbunuhnya beliau k.w. oleh faksi Khawarij - yang
>menolak hasil "Tahkim" & bermaksud membunuh Ali k.w. dan Mu'awiyah (tapi
>pembunuh Mu'awiyah gagal menjalankan misinya), merupakan antiklimaks dalam
>perjalanan sistem khilafah rasyidah 'ala minhaj nubuwwah. Setelah itu
>berlakulah "ramalan" Rasulullah Saw tentang periodesasi sosio-politik kaum
>muslimin dalam sistem Mulkan A'dhan dan Mulkan Jabbariyan sampai masa kini.
>
>
>SYI'AH DI MASA PASCA ALI K.W. S.D. "IMAM KE-11"
>
>Setelah terbunuhnya Ali k.w.,
>Berlalulah masa-masa Khilafah Islam "Non-Rasyidah" itu. Di masa ini,
>kekuatan politik Mu'awiyah dan keturunannya (Bani Umayyah) menjalankan
>pemerintahan Islam dengan sistem monarki / kerajaan, yang menetapkan
>pengganti khilafah dari unsur keturunan keluarga khilafah.
>
>Pada masa ini,
>Dan juga masa-masa sesudahnya (khilafah Bani Abbasiyah dst.) sampai dengan
>berakhirnya Khilafah Turki Utsmani, Islam tetap dijadikan dasar negara /
>khilafah dan tetap memberikan kontribusinya pada peradaban kemanusiaan.
>Berbagai khazanah pemikiran Islam berkembang di masa ini - yang ditandai
>dengan berbagai sumbangan pemikir-pemikir Islam saat itu (dan sebagian
>produknya juga turut dinikmati oleh berbagai negara hingga saat ini).
>
>Namun dalam kebijakan politik saat itu - wa bil khusus rezim Bani Umayyah,
>Seluruh kekuatan politik yang ada - dan mengancam keberlangsungan sistem
>monarki Islam ala Bani Umayyah & Bani Abbasiyah dll. - direduksi sedemikian
>rupa dengan cara-cara yang "terkadang" bersifat represif (mungkin seperti
>pendekatan TNI di Aceh saat ini). Kekuatan politik pesaing Mu'awiyah dan
>keturunannya - seperti keturunan Ali k.w. dan yang lainnya (Ibnu Umar, Ibnu
>Zubair, dll.) direduksi dan di-marginal-kan dari pentas politik khilafah
>saat itu. Terjadilah peristiwa "Karbala" (yang menewaskan Husein r.a. dengan
>cara sangat biadab) dan peristiwa sejenis lainnya di masa itu, dalam konteks
>mempertahankan "status quo" itu.
>
>Fenomena Syi'ah di masa ini,
>Mengalami proses "konsolidasi" madzhab yang cukup intensif. Dari sisi
>eksternal didorong oleh sikap represif rezim Bani Umayyah saat itu dan juga
>"provokator Yahudi" yang tak kenal lelah menularkan konsep Teologi nya ke
>dalam "partai Syi'ah" ini, dan di sisi internal didorong oleh munculnya
>madrasah-madrasah / Imam madzhab yang memang jumlahnya saat itu sangat
>banyak (ini bisa ditanya lebih detail ke Mas Nadirsyah Hosen. Bener kan ya
>Mas Hosen ?). Para Ulama yang bertaraf Mujtahid Mutlaq saat itu cenderung
>memiliki madrasah-madrasah (pengikut & pengembang) sendiri, yang terkadang
>juga memiliki muatan politis (bisa menjadi madzhab resmi negara, atau
>madzhab opposisi, tergantung di posisi mana para Imam Madzhab itu berpijak).

Merinding bulu kuduk saya mendengar bahwa Syiah di tulari "provokator Yahudi"
Sungguh orang2 zaman sekarang pintar2 sehingga bisa berkata dengan penuh keyakinan terhadap semua ilmu.

>Nah para "Imam yang 10" atau keturunan Ali k.w. ini,
>Dimulai dari Hasan r.a., lalu Husein r.a. lalu keturunannya (maaf saya tidak
>hafal urutannya, kalau saya sebutkan kuatir salah), memang diakui merupakan
>sosok Ulama yang kharismatik dan bertaraf Mujtahid (sebagiannya Mujtahid
>Mutlaq) pada masanya. Sebagiannya menjadi guru bagi Imam Madzhab yang lain,
>dan sebagiannya berguru pada Imam Madzhab yang lain. Demikianlah berbagai
>madrasah yang berkembang saat itu.
>
>Ada "klaim" menarik yg sempat saya "dengar" dari Kang Jalal dulu,
>Katanya Imam Abu Hanifah sempat berguru pada Imam Ja'far Ash-Shodiq (salah
>satu Imam Madzhab dari keturunan Ali k.w. - saya lupa "Imam" ke berapa).
>Lalu dari madrasah Imam Abu Hanifah lahirlah Imam Malik, lalu dari madrasah
>Imam Malik lahirlah Imam Syafi'i, lalu dari madrasah Imam Syafi'i lahirlah
>Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu ? . Lalu lintas . eh, maaf keterusan. Tapi
>"simplifikasi" seperti ini memang agak khas di madrasah Syi'ah Kang Jalal di
>Muttahari Bandung . Mungkin maksudnya ingin dikatakan bahwa ke-empat Imam
>Madzhab itu pada dasarnya adalah Syi'ah juga . ?
>
>(Mas Hosen ingin berkomentar tentang "klaim" ini . ?)
>
>Saya sendiri melihat,
>Tidak mustahil kitab-kitab (fiqh) yang ditulis oleh Imam Ja'far Ash-Shodiq
>atau oleh madrasah / pengikut madzhab nya, memiliki kesamaan / titik temu
>dengan kitab-kitab (fiqh) yang ditulis oleh Imam Madzhab yang Empat itu.
>Sayid Sabiq (dalam fiqhus-sunnah) dan Dr.Yusuf Qordhowi (dalam Fiqhuz-Zakat)
>antara lain memberikan pandangan berbagai madzhab itu, termasuk Imam Ja'far
>Shodiq dan Imam Madzhab lainnya yang tidak termasuk dalam Empat Imam Madzhab
>itu, dalam memandang beberapa isu fiqih Islam, disamping pendapat mereka
>sendiri (Sayid Sabiq & Qordhowi) tentang isu ybs. Tapi membuat
> "simplifikasi" (penyederhanaan) seperti di atas, tetap belum bisa saya
>terima .
>
>Bagi saya,
>siapapun yang membuat "simplifikasi" seperti itu, tampaknya tidak memahami
>tingkat "kedalaman" ilmu para Imam Madzhab tsb. rahimahumullah . (meminjam
>istilah Mas Hosen, mungkin mereka ingin "mengukur dalamnya sungai dengan
>sejengkal kayu" ?)
>

Memang benar Imam Malik dan Imam Abu Hanifah pernah menjadi muridnya.

"The Muslim Scholars of various Islamic Schools never agreed unanimously on a matter as much as they agree on the knowledge of Imam Ja'far and his virtue. The Sunni Imams who lived during his time were his students. Malik was one of them and those who were as contemporary as Malik such as Sufyan al-Thouri and many others. Abu Hanifa also was his student in spite of their being close in age, and he considered Imam Ja'far the most knowledgeable in the Muslim World."
Ahlus Sunnah reference:
Shaikh Muhammad Abu Zahrah in his book "al-Imam al-Sadiq", p66

Imam Abu Hanifah berkata:
"Saya tidak dapati orang yg lebih Faqih dari Ja'far bin Muhammad"
Tadkhirah Al-Huffaz Adh-Dhahabi 1 : 166

Malik (the other Sunni Imam) said:
"I used to come to Ja'far Ibn Muhammad (AS) and went to him for a long time. Whenever I visited him, I found him praying, fasting, or reading the Quran. Whenever he reported a statement of the Messenger of God, he was with ablution. He was a distinguished worshipper who was unconcerned with the material world. He was of the God fearing people."
Shaikh Muhammad Abu Zahrah in his book "al-Imam al-Sadiq", p66

Abu Zuhrah berkata: "beliau (Ja'far As-Sadiq) berpandukan Kitab Allah (Al-Quran), pengetahuan serta pandangan beliau sangat jelas, beliau mengeluarkan hukum2 Fiqih dari nas2 nya, beliau berpandukan kepada sunnah, sesungguhnya beliau tidak mengambil melainkan hadits riwayat Ahlul Bait."
Buku "Alfiqhu 'ala al Madzahib al Khamsa" di tulis oleh Muhammad Jawad Mughniyah

Dengan pernah bergurunya Imam Malik dan Imam Abu Hanifa kepada Imam Ja'far As-Sadiq (as) bukan berarti mereka pada dasarnya Syiah. Pada saat itu para religious students berguru kepada banyak ulama terkenal. Dan setelah mereka mencapai tingkatan di mana mereka diperbolehkan untuk mengeluarkan ijtihad, yaitu mujtahid (dengan kata lain mereka boleh mengeluarkan fatwa) mereka mempunyai hak untuk menyusun ilmu mereka sendiri yg berdasarkan atas research mereka atas Quran dan Sunnah Nabi. Sebagai contoh, seorang murid yg mempunyai 5 orang guru, setelah dia menjadi mujtahid, dia bisa saja berbeda pendapat sama 4 orang gurunya namun sama pendapatnya dengan satu gurunya yg lain. Atau malah mungkin saja berbeda pendapat sama ke semua gurunya.
Sebagai contoh, guru Imam Abu Hanifah selain Imam Ja'far As-Sadiq (as) antara lain Imam Asin, Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa, Abu Tufail Amir, dan Humad bin Abu Sulaiman.
Buku "Alfiqhu 'ala al Madzahib al Khamsa" di tulis oleh Muhammad Jawad Mughniyah

>SYI'AH DI MASA "IMAM KE-12" (AL-GHAIB) S.D. REVOLUSI IRAN
>
>Ada beberapa catatan menarik seputar perkembangan Syi'ah di masa ini,
>Tapi yang paling menarik - bagi saya - adalah seputar argumentasi "ghaib"nya
>Imam ke-12 itu sendiri. "Logika" yang coba dikembangkan oleh penganut Syi'ah
>di titik ini terkesan agak "maksa".
>
>Jadi kira-kira begini "logika"nya,
>Karena jumlah Imam itu 12 (ini bagi penganut madzhab Itsna 'Asyariyah),
>sementara kehidupan dunia "belum berakhir", maka Imam ke-12 itu "harusnya"
>belum muncul saat ini (atau kalau sudah muncul, ya "harus" Ghaib /
>menghilang dulu sementara), dan "nanti" di akhir zaman akan muncul (lagi).

Logika ini belum pernah saya dengar.

Banyak Hadith yg menyebutkan adanya 12 Khalifah/Imam setelah Rasulullah (saw)

Narrated Jabir Ibn Samura:
The Prophet (saw) said: "The matter (life) will not end, until it is passed by twelve Caliphs." He then whispered a sentence. I asked my father what the Prophet said. He said, the Prophet added: "All of them will be from Quraish."
- Sahih Muslim, Arabic version, Kitab al-Imaara, 1980 Edition Pub. in Saudi Arabia, v3, p1452, Tradition #5
- Sahih Muslim, English version, Chapter DCCLIV , v3, p1009, Tradition #4477

The Prophet (saw) said: "The affairs of people will continue to be conducted (well) as long as they are governed by the twelve men."
- Sahih Muslim, Arabic version, Kitab al-Imaara, 1980 Edition Pub. in Saudi Arabia, v3, p1453, Tradition #6
- Sahih Muslim, English version, Chapter DCCLIV , v3, p1010, Tradition #4478

The Prophet (saw) said: "The Imams are from Quraish"
Ahlus Sunnah references:
- al-Mustadrak, by al-Hakim, v3, p149
- Musnad Ahmad Ibn Hanbal
- Sahih al-Nisa'i, from Anas Ibn Malik
- Sunan, by al-Baihaqi
- al-Sawa'iq al-Muhriqa, by Ibn Hajar al-Haithami, Ch. 11, section 2, p287


>Pada sebagian diskursus tentang Imam yang akan muncul ini, ada yang
>menghubungkannya dengan kehadiran Nabi Isa a.s., ada lagi yang
>menghubungkannya dengan Imam Mahdi (dalam tradisi Ahlus-Sunnah), dsb. Tapi
>bagi saya, tetap saja ini terkesan "maksa" .

Imam Mahdi (as) adalah dari Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Beliau bernama Muhammad. Dan di gelari Mahdi.

The Prophet (PBUH&HF) said: "Even if the entire duration of the world's existence has already been exhausted and only one day is left (before the day of judgment), Allah will expand that day to such a length of time, as to accommodate the kingdom of a person from my Ahlul-Bayt who will be called by my name. He will fill out the earth with peace and justice as it will have been full of injustice and tyranny (by then)."
Ahlus Sunnah References:
Sahih al-Tirmidhi, v2, p86, v9, pp 74-75
Sunan Abu Dawud, v2, p7
Musnad Ahmad Ibn Hanbal, v1, pp 84,376; V3, p63
al-Mustadrak ala al-Sahihayn, by al-Hakim, v4, p557
Jami' al-Saghir, by al-Suyuti, pp 2,160
al-Urful Wardi, by al-Suyuti, p2
al-Majma', by al-Tabarani, p217
Tahdhib al-Tahdhib, by Ibn Hajar al-Asqalani, v9, p144
Fat'h al-Bari fi Sharh Sahih al-Bukhari, by Ibn Hajar Asqalani, v7, p305
al-Sawa'iq al-Muhriqah, by Ibn Hajar al-Haythami, Ch. 11, section 1, p249
al-Tathkirah, by al-Qurtubi, p617
al-Hawi, by al-Suyuti, v2, pp 165-166

The Prophet (saw) said: The Mahdi will be of my family, of the descendants of Fatimah (the Prophet's daughter)
Ahlus Sunnah References:
Sunan Abu Dawud, English version, Ch. 36, Tradition #4271 (narrated by Umm Salama, the wife of the Prophet)
Sunan Ibn Majah, v2, Tradition #4086
al-Nisa'i and al-Bayhaqi, and others as quoted in:
al-Sawa'iq al-Muhriqah, by Ibn Hajar al-Haythami, Ch. 11, section 1, p249

The Prophet (PBUH&HF) said: "Allah will bring out from concealment al-Mahdi from my Family and just before the Day of Judgment; even if only one day were to remain in the life of the world, and he will spread on this earth justice and equity and will eradicate tyranny and oppression."
Ahlus Sunnah References:
Musnad Ahmad Ibn Hanbal, v1, p99 A close version has also been narrated in Sunan Abu Dawud, English version, Ch. 36, Tradition #4270 narrated from Ali Ibn Abi Talib (as).

Wassalam
Apriyano

From: Abu Al Fatih

To: APRIYANO SUDARYO

Cc: Islamic Network Discussion

Sent: Monday, August 16, 1999 3:53 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Assalamu 'alaikum wr.wb.

Pak Apriyano Sudaryo,
Terima kasih atas respon Bapak atas tulisan saya "Tentang Syi'ah" itu. Saya
sempat tertarik juga untuk merespon balik tanggapan Bapak itu, terutama yg
menyangkut kutipan-kutipan "paham Syi'ah" dari hadits ahlus-sunnah itu ...

Sungguh "menarik" bukan,
Bahwa terdapat riwayat-riwayat yang "sepertinya mendukung" paham Syi'ah
dalam kitab-kitab ahlus-sunnah yg justru "diragukan" oleh penganut Syi'ah ?

Bila memang penganut Syi'ah sudah mulai "konsisten" dalam menerima
"kebenaran" rujukan kitab-kitab hadits ahlus-sunnah, saya akan segera
melengkapi argumen-argumen Pak Apriyano itu dgn riwayat-riwayat "lain"
tentang peristiwa Saqifah, bai'at Imam Ali k.w. kepada Khalifah Rasul Abu
Bakar r.a., dll. itu ...

Tapi saya sudah kadung "janji" sama Pak Warsono,
untuk "tidak melanjutkan" diskusi ini. Karena saya berkeyakinan, seperti
sudah saya ungkapkan dalam kata pengantar tulisan "Tentang Syi'ah" ini,
bahwa "ujung" diskusi ini "pasti" akan bermuara pada keyakinan kita
masing-masing, bahwa antara Syi'ah dan Ahlus-Sunnah tidak "compatible" (dan
masing-masing kita kemudian akan saling membacakan ayat "Lanaa a'maluna wa
lakum a'malukum" itu).

Jadi sebelum para "polantas isnet" (itu lho, Mas Koencoro dkk.),
mengeluarkan "surat tilang"nya untuk kita - terutama kalau kita tiba-tiba
jadi "terlalu bersemangat" dalam diskusi ini - saya cenderung untuk
mengikuti saja saran Pak Warsono itu ...

BTW - Pak Apriyano dan Pak Jailani Ibrahim ini dari madzhab Syi'ah yang
berbeda ya ... ? Saya menangkap "perbedaan" itu dalam masing-masing respon
Bapak-Bapak ini ...

Wassalam

Abu Al Fatih

NB.
Eh, Mas Koencoro dkk. marah ndak sih saya juluki "polantas isnet" ?
Tapi kalaupun marah, saya bisa dimaafkan ya ...?
Khusus untuk Mas Koen; kapan nih saya bisa melanjutkan pelajaran ttg
"kearifan melingkar"nya Nashruddin Hoja ? Kok udah lama belum di-up-date
lagi nih ?


From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Wednesday, August 18, 1999 2:45 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum,

Ini adalah sambungan dari posting saya yg menanggapi postingnya saudara Hamzah (Funny People). Di bawah ini akan saya kutib argument2 Fatima (as), Ibn Abbas (ra), Hasan (as), dan Husain (as) mengenai ke khalifahan. Saya kutib dari buku Muraja'at, yaitu buku yg merupakan kumpulan surat menyurat antara Ulama Syiah Sayyid 'Abd al-Husayn Sharaf al-Din al-Musawi dan Rektor al-Azhar asy Syaikh Salim al-Bisyri al-Maliki.

Fatima (as) argument:
"How dare they? Where have they moved it [caliphate] to,building it somewhere else other than at the haven of the Message, the foundations of Prophethood, the place where the faithful spirit [Gabriel] descends, the one who is the authority about secular as well as religious matters? This, indeed, is the manifest loss. Why do they hate al-Hasan's father ( Ali as.) so much? By Allah, they hate the strength of his sword, his might and astounding deeds, and his extra-ordinary effort in supporting the religion of Allah. By Allah, had they all yielded to his leadership, he would have taken them to the easy path, without harming anyone. He would have brought them to an overflowing fountain of goodness, advised them in secrecy and in public, neither filling his belly with their own sustenance, nor satisfying his thirst nor hunger out of their own toil. The gates of mercy of the heavens and the earth would have been widely opened for them. Allah will punish them for the sins they were committing; so, come and listen to the story, and so long as you live, be amazed, and when you are amazed, the incident bemuses you... Where have they gone, and which nitche have they clung to? What an evil guardian they have taken, and what an evil bunch! How evil is the end of the oppressors who traded the tails for the hoofs, and the rumps for the chests! So, dusted are the noses of those who think that they have done well; they are the ones who fill the world with corruption without knowing it. Woe unto them! 'Isn't that who guides to the truth more worthy of being followed than the one who does not guide? What is the matter with you? How do you judge?'"[1]

Tiga dialog antara Ibnu Abbas (ra) dan Umar (ra)

First incident:
Umar asked: "O Ibn 'Abbas! Do you know what stopped your folks [from demanding the caliphate] after Muhammad (pbuh)?" Ibn 'Abbas narrates saying: "I hated to answer 'Umer's question, so I said to him: 'If I do not know, the commander of the faithful [i.e. 'Umer] knows.'" 'Umer said: "[Some people simply] hated that both prophethood and caliphate be confined to your House; so, they were happy about their scheme. Quraysh sought it for thmselves, and were able to obtain it." I said: "O commander of the faithful! Do you permit me to say something and promise to control your anger?" He answered in the affirmative; therefore, Ibn 'Abbas said: "As regarding your statement, O commander of the faithful, that Quraysh sought it for themselves and were successful in obtaining it, I say that had Quraysh sought what Allah had chosen for them, their choice would have been unobjectionable and unblamed. As regarding your statement that they hated to see both prophethood and caliphate in our House, I say that Allah, the Exalted and the Sublime, has described some people to be malicious, saying, '... that is so because they hated what Allah has revealed, so He rendered their deeds vain.'" 'Umer then said: "Impossible, O Ibn 'Abbas, for I heard things about you which I hate to believe else your status in my eyes should be reduced." I asked: 'What are they, O commander of the faithful? If they are true, they should not lower my status in your esteem, and if they are not, I am capable of defending myself against false charges.' 'Umer then said: 'It has come to my knowledge that you say that they have deprived you (Ahlul Bayt) of it [caliphate] out of envy, oppression and injustice.' I said: 'As regarding your statement, O commander of the faithful, that it was oppression, then that has become quite obvious to those who are ignorant as well as to those who are clement. As regarding your statement about envy, then Adam was envied, and we are his descendants who also are envied.' 'Umer then said: 'Impossible, impossible; your hearts, O descendants of Hashim, have become filled with envy that can never dissipate.' I therefore said: 'Wait, O commander of the faithful, do not attribute this to the hearts of those whom Allah has purified with a perfect purification.'"[2]

Second incident:
Umar asked : "How did you leave your cousin?" Ibn 'Abbas said he thought 'Umer meant 'Abdullah ibn Ja'fer; so, he answered: "I left him in the company of his friends." He said: "I did not mean him; I meant the greatest among you, Ahl al-Bayt." Ibn 'Abbas said: "I left him exiled, irrigating while reciting the Qur'an." 'Umer said: "O 'Abdullah! I implore you not to be shy but tell me if he is still concerned about the issue of caliphate." He answered in the affirmative. Then 'Umer asked: "Does he claim that the Messenger of Allah (pbuh) has selected him for it?" Ibn 'Abbas answered: "Yes, indeed; moreover, I even asked my father if there was any statement made by the Messenger of Allah regarding selecting him for the caliphate, and my father informed me that that was the truth." 'Umer then said: "The Messenger of Allah held him in very high esteem through his speeches and actions in a way that left no argument nor excuse for anyone, and he kept testing the nation regarding him for some time; nay, even when he was sick [prior to his demise], he wished to nominate him for it, but it was I who stopped him." (note: ingatlah peristiwa "Hari Kamis" ketika Rasulullah saw meminta di bawakan kertas dan pena) [3]

Third incident:
'Umer said: "O Ibn'Abbas! I can see how wronged (di langgar haknya) your friend ['Ali (as)] is." Ibn 'Abbas said: "O commander of the faithful, then affect justice on his behalf." Ibn 'Abbas said: "But 'Umer pulled his hand from mine and went away whispering to himself for a good while. Then he stopped; so, I rejoined him, and he said to me: 'O Ibn 'Abbas! I do not think that his people denied him [the caliphate] for any reason other than his being too young for it.' I said to him: 'By Allah, neither Allah nor His Messenger regarded him as too young when they both ordered him to take S|rat Bara'a (Qur'an, Chapter 9) from him [from Abu Bakr].' Having heard this, he turned away from me and started walking fast; so, I left him alone."[4]

Argument Hasan (as) dan Husayn (as) terhadap Abu Bakar (ra) dan Umar (ra) :
Once al-Hasan ibn `Ali (as) came to Abu Bakr who had seated himself on the pulpit of the Messenger of Allah (pbuh) and told him to get down from a place his father was more worthy of. Al-Husayn (as) is reported to have said similarly to `Umer who was also seated on the same pulpit.[5]

[1] This is quoted by Abu Bakr Ahmed ibn `Abdul-`Aziz al-Jawhari in his book Al-Saqifa and Fadak, from a chain of narrators including Muhammad ibn Zakariyya, Muhammad ibn `Abdul-Rahman al-Muhallabi, `Abdullah ibn Hammad ibn Sulayman who quotes his father, `Abdullah ibn al-Hasan who quotes his mother Fatima bint Husayn, ending with al-Zahra', peace be upon her. It is also narrated by Imam Abul-Fadl Ahmed ibn Abu Tahir, who died in 280, on page 23 of his book Balaghat al-Nisa' through Har|n ibn Muslim ibn Sa`dan, from al-Hasan ibn Alwan from Atiyyah al-`Awfi who narrated this khutba from a chain of narrators including `Abdullah ibn al-Hasan from his mother Fatima bint al-Husayn, from her grandmother al-Zahra', peace be upon her. Our own fellows narrate this khutba from Suwayd ibn Ghaflah ibn Awsajah al-Ju`fi from al-Zahra', peace be upon her. Al-Tibrisi has quoted it in his book Al-Ihtijaj, and al-Majlisi in his book Biaar al-Anwar, and it is narrated by many other trustworthy narrators.
[2] We have quoted it verbatim from Al-Tarikh al-Kamil by Ibn al-Athir who includes it at the conclusion of `Umer's biography among the events of the year 23 A.H., page 24, Vol. 3, and it is also quoted by the Mu`tazilite scholar in `Umer's biography, too, page 107, Vol. 3, of Sharh Nahjul Balaghah
[3] This is quoted by Imam Abul-Fadl Ahmed ibn Abu Tahir in his book Tarikh Baghdad, indicating his reliable source to be Ibn `Abbas. It is also quoted by the Mu`tazilite scholar who discusses `Umer in his Sharh Nahjul Balaghah, page 97, Vol. 3.
[4] This dialogue is quoted by authors of books of biographies in their discussions of `Umer, and we have quoted it here from Sharh Nahjul Balaghah by the Mu`tazilite scholar; so, refer to page 105 of its third volume.
[5] Ibn Hajar has quoted both cases in his fifth maqsad of the verse enjoining kindness to the Prophet's kin, and it is verse 14, of the ones dealt with in Chapter 11 of his book Al-Sawa`iq al-Muhriqa; so, refer to page 160 of this reference. Al-Dar Qutni has quoted the case of al-Hasan with Abu Bakr, and Ibn Sa`d has quoted the case of al-Husayn with `Umer in his biography of the latter in his Tabaqat.

Wassalam
Apriyano

From: Funny People

To:

Sent: Thursday, August 12, 1999 8:51 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Mohon diperhatikan kalimat yang saya kapitalisasi:

"Aku telah dibai'at oleh UMMAT yang pernah membai'at Abubakar, Umar dan
Utsman dan tidak seorangpun di antara yang hadir mempunyai pilihan lain atau
sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semua merupakan hasil MUSYAWARAH
ANTARA MUHAJIRIN DAN ANSHAR. Kalau MEREKA itu TELAH SEPAKAT untuk MENGANGKAT
seseorang IMAM, maka hal itu akan DIRIDHOI ALLAH. Kalau mereka INGKAR dari
keputusan itu dan melakukan PENYELEWENGAN, maka mereka harus DIAJAK KEMBALI
KE JALAN SEMULA yang BENAR. JIKA MEREKA MENOLAK, maka mereka HARUS DIPERANGI
karena BERARTI mereka telah KELUAR DARI BARISAN KAUM MU'MININ dan TIDAK TAAT
KEPADA PIMPINAN YANG TELAH DIRIDHOI ALLAH." [Nahjul Balaghah, h. 366 dan
367, cetakan Beirut, Tahkik Subhi Saleh]

Saya yang sederhana hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa beliau Ali ra.
hendak menyampaikan kepada saya bahwa "Pengangkatan beliau sebagai khalifah
adalah setara keabsahannya dengan pengangkatan ke tiga khalifah sebelum
beliau, karena beliau telah diangkat oleh MUSYAWARAH UMMAT yang intinya
adalah kaum MUJAHIRIN dan ANSHAR, yang hasil musyawarah ini DIRIDHOI oleh
ALLAH."

Wallahu a'lam

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah


From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Wednesday, August 18, 1999 12:56 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

On Thu, 12 Aug 1999 08:51:16 Funny People wrote:
>"Aku telah dibai'at oleh UMMAT yang pernah membai'at Abubakar, Umar dan
>Utsman dan tidak seorangpun di antara yang hadir mempunyai pilihan lain atau
>sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semua merupakan hasil MUSYAWARAH
>ANTARA MUHAJIRIN DAN ANSHAR. Kalau MEREKA itu TELAH SEPAKAT untuk MENGANGKAT
>seseorang IMAM, maka hal itu akan DIRIDHOI ALLAH. Kalau mereka INGKAR dari
>keputusan itu dan melakukan PENYELEWENGAN, maka mereka harus DIAJAK KEMBALI
>KE JALAN SEMULA yang BENAR. JIKA MEREKA MENOLAK, maka mereka HARUS DIPERANGI
>karena BERARTI mereka telah KELUAR DARI BARISAN KAUM MU'MININ dan TIDAK TAAT
>KEPADA PIMPINAN YANG TELAH DIRIDHOI ALLAH." [Nahjul Balaghah, h. 366 dan
>367, cetakan Beirut, Tahkik Subhi Saleh]
>
>Saya yang sederhana hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa beliau Ali ra.
>hendak menyampaikan kepada saya bahwa "Pengangkatan beliau sebagai khalifah
>adalah setara keabsahannya dengan pengangkatan ke tiga khalifah sebelum
>beliau, karena beliau telah diangkat oleh MUSYAWARAH UMMAT yang intinya
>adalah kaum MUJAHIRIN dan ANSHAR, yang hasil musyawarah ini DIRIDHOI oleh
>ALLAH."
>
Sudah saya katakan bahwa terjemahan Indonesia di atas tidak tepat. Selain itu anda harus mengetahui konteks dan latar belakang surat itu apa. Muawiyah telah tidak bersedia untuk membai'at Imam Ali (as) dengan alasan dia tidak hadir pada pemilihan. Di sini Imam Ali (as) menjawab balik bahwa berdasarkan metode pemilihan ketiga khalifah sebelumnya, yg tidak hadir dalam pemilihan ya salah sendiri, tidak bisa menentang orang yg sudah di bai'at. Selain itu dengan berdasarkan shura (yg di cetuskan oleh Umar ra) maka pemilihan hanya terbatas pada kaum Muhajirin dan Anshar (dengan kata lain masyarakat Muslim di Madina) dan tidak mengikutkan masyarakat Muslim dari daerah lain (ingat Muawiyah berada di Syiria). Dan berdasarkan shura juga, orang yg menentang harus di perangi.

Sekarang mari kita lihat lagi riwayat tersebut dalam bahasa Inggris.

Verily, those who took the oath of allegiance to Abu Bakr, Umar and Uthman have sworn allegiance to me. Now those who were present at the election have no right to go back against their oaths of allegiance and THOSE WHO WERE NOT PRESENT ON THE OCCASION HAVE NO RIGHT TO OPPOSE ME. And so far as SHURA (LIMETED FRANCHISE OR SELECTION) was concerned it WAS SUPPOSED to be limited to Muhajirs and Ansars and it WAS ALSO SUPPOSED that whomsoever they selected, became caliph as per approval and pleasure of Allah. If somebody goes against such decision, then he should be persuaded to adopt the course followed by others, and if he refuses to fall in line with others, then war is the only course left open to be adopted against him and as he has refused to follow the course followed by the Muslims, Allah will let him wander in the wilderness of his ignorance and schism.

O Mu'awiya! I am sure that if you give up self-aggrandizement and self-interest, if you forsake the idea of being alive only to personal profits and pleasures, if you cease to be actuated solely by selfishness and if you ponder over the incident leading to the murder of Uthman, you will realize that I cannot at all be held responsible for the affair and I am the least concerned with the episode. But it is a different thing that you create all these false rumours and carry on this heinous propaganda to gain your ulterior motives. Well you may do whatever you like.

Nah bagaimanakah pendapat Imam Ali (as) mengenai pemilihan Abu Bakar ra, Umar ra. dan Usman ra? Silahkan anda baca posting tanggapan saya sebelum ini.. Bahkan saya juga sudah mengutib pendapat Fatima (as), Ibnu Abbas (as), Hasan (as), dan Husayn (as) pada posting saya berikutnya.

Wassalam
Apriyano

From: Funny People

To: Islam

Sent: Thursday, August 12, 1999 11:18 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

-----Original Message-----
From: APRIYANO SUDARYO
To: is-lam@isnet.org
Date: Wednesday, August 18, 1999 1:00 PM
Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


>Sudah saya katakan bahwa terjemahan Indonesia di atas tidak tepat. Selain
itu anda harus mengetahui konteks dan latar belakang surat itu apa. Muawiyah
telah tidak bersedia untuk membai'at Imam Ali (as) dengan alasan dia tidak
hadir pada pemilihan. Di sini Imam Ali (as) menjawab balik bahwa berdasarkan
metode pemilihan ketiga khalifah sebelumnya, yg tidak hadir dalam pemilihan
ya salah sendiri, tidak bisa menentang orang yg sudah di bai'at. Selain itu
dengan berdasarkan shura (yg di cetuskan oleh Umar ra) maka pemilihan hanya
terbatas pada kaum Muhajirin dan Anshar (dengan kata lain masyarakat Muslim
di Madina) dan tidak mengikutkan masyarakat Muslim dari daerah lain (ingat
Muawiyah berada di Syiria). Dan berdasarkan shura juga, orang yg menentang
harus di perangi.


Here Funny People answers:

Enam Alhlus Syuro yang mengurusi pergantian khalifah Umar ra. adalah:
1. Utsman bin Affan
2. ALI BIN ABU THALIB ingat ALI BIN ABU THALIB ra
3. Thallah bin Ubaidillah
4. Zubair bin Awwam
5. Saad bin Abi Waqqash
6. Abdur Rahman bin Affan

so selanjutnya terserah anda ...

Berkata Ali ra.

"Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku. Aku
sendiri pun membai'at Abubakar sebagaimana kalian lakukan. Aku juga
membai'at Umar seperti yang kalian laksanakan. Dan akupun setia terhadap
bai'atku kepada keduanya itu. Kalian telah membai'at Utsman dan aku pun
membai'atnya walaupun aku berada di rumah. kemudian bukankah kalian
mendatangi aku tanpa paksaan dan kalian membai'atku sebagaimana KALIAN
PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN? Apa salahnya jika
kesetian kalian kepada Abubakar, Umar dan Utsman kalian teruskan dalam
bentuk kesetian pula terhadap bai'at kalian kepadaku?" [Ath Thobrusi,
"Al-Ihtijaaj", hal. 50, cetakan Iraq]

still I have every reason on earth to keep my understanding :

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah


From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Thursday, August 19, 1999 6:28 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

On Thu, 12 Aug 1999 11:18:43 Funny People wrote:

>Enam Alhlus Syuro yang mengurusi pergantian khalifah Umar ra. adalah:
>1. Utsman bin Affan
>2. ALI BIN ABU THALIB ingat ALI BIN ABU THALIB ra
>3. Thallah bin Ubaidillah
>4. Zubair bin Awwam
>5. Saad bin Abi Waqqash
>6. Abdur Rahman bin Affan
>
>so selanjutnya terserah anda ...

Tidak ada yg membantah anda bahwa Ali bin Abu Thalib (as) termasuk di antara enam anggota shura. Namun tahukan anda apa pendapat Imam Ali (as) mengenai shuro tersebut? Berikut ini akan saya tulis beberapa pendapat beliau.

Pendapat (1) (source: Nahjul Balagha)
. Nevertheless, I remained patient despite length of period and stiffness of trial, till when he went his way (of death) he put the matter (of Caliphate) in a consultative committee consisting of a group among whom he claimed that I was merely one. O God! O what a consultative committee it was when doubt was stirred up against me through (being put alongside) the leading members among them so that I now come to be regarded (as merely an equal) with these men as my equals. But I remained low when they were low and flew high when they flew high (acting) out of a patience as a result of the long trial (I had endured) and the passage of time. One of them turned against me because of his jealousy (i.e. Sa'd Abi Waqqas) and the other (i.e. Abd al-Rahman bin Awf) got inclined the other way due to his in-law relationship and this thing and that thing, till the third man (i.e. Uthman) of these people arose lifting chest from out of his excrement and his trough. His family (i.e. Umayyah) rushed to devour the treasury of God like a camel devouring the foliage of spring until its stomach is satiated by it. His actions brought about his death

Pendapat (2) (source: Kitab al-Irshad)
When Umar made a consultative committee (to elect a succesor) consisting of six, he said: "he said: "if two make the pledge (bai'at) to one man (of the six) and two to another (of the six), the people must be with the three (i.e. the two men and their candidate) among whom is Abd al-Rahman bin Awf abd kill the three who do not include Abd al-Rahman."
Ali, peace be on him, came out of the house, leaning on the arm of Abd Allah bin al-Abbas. He said: "Ibn al-Abbas, the people have opposed you (family of the Prophet) after your Prophet just as they used to oppose your Prophet, may God bless him and his family, during his life. By God, nothing will bring them back to the truth exept the sword."
"How is that?" Ibn al-Abbas asked him.
He answered: "Haven't you heard Umar's statement: If two make the pledge (bai'at) to one man (of the six) and two to another (of the six), (the people) must be with the three among whom is Abd al-Rahman and kill the three who do not include Abd al-Rahman?"
"Yes," replied Ibn al-Abbas.
Don't you realise," he went on, "that Abd al-Rahman is the cousin of Sa'd and Uthman is the brother-in-law of Abd al-Rahman?"
"Yes," he replied.
"Umar knew," he said," that Sa'd, Abd al-Rhman and Uthman would not differ in their view. Therefore whoever among them they make the pledge of allegiance to, will have two of them (as supporters). Then he ordered that those who oppose them should be killed. He does not care if Talha is killed as long as he kills me and al-Zubayr is killed. By God if Umar lives, I will make known to him his evil attitude toward us which has existed of old and recently. If he dies there will be a day which will bring him and me together and on which will be the Last Judgement.

Pendapat (3) (source: Kitab al-Irshad)
When Abd al-Rahman struck the hand of Uthman as (a token of) his pledge of allegiance to him on the day of (the meeting at) the house, Ali, peace be on him, said: "Marriage relationship has made and encourage you (to do) what you have done. By God what you expected from him is what your collegue (i.e. Umar) expected from his colleague (i.e. Abu Bakr). May God spread among you the perfumes of death."


>Berkata Ali ra.
>
>"Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku. Aku
>sendiri pun membai'at Abubakar sebagaimana kalian lakukan. Aku juga
>membai'at Umar seperti yang kalian laksanakan. Dan akupun setia terhadap
>bai'atku kepada keduanya itu. Kalian telah membai'at Utsman dan aku pun
>membai'atnya walaupun aku berada di rumah. kemudian bukankah kalian
>mendatangi aku tanpa paksaan dan kalian membai'atku sebagaimana KALIAN
>PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN? Apa salahnya jika
>kesetian kalian kepada Abubakar, Umar dan Utsman kalian teruskan dalam
>bentuk kesetian pula terhadap bai'at kalian kepadaku?" [Ath Thobrusi,
>"Al-Ihtijaaj", hal. 50, cetakan Iraq]

Terima kasih atas kutiban anda di atas. Kutiban anda makin memperjelas dan menguatkan apa yg saya sebutkan sebelum ini. Ucapan Imam Ali (as) di atas di tujukan kepada orang2 seperti Talha dan al-Zubayr yg telah broke their pledge of allegiance to Imam Ali (as). Lihatlah kata2 "menyisihkan aku". Itu jelas menunjukan Imam Ali (as) berpendapat bahwa ia lah yg berhak atas ke khalifahan. Ingat, pada saat peristiwa Saqifah, Imam Ali (as) tidak ada di tempat itu, beliau sedang sibuk mengurus jenazah Nabi (saw). Seandainya Imam Ali (as) ada di Saqifah, dan para sahabat yg ada di situ memilih Abu Bakar ra, tentu wajar kalau dia berkata "Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku". Namun beliau tidak ada di Saqifah, walau begitu beliau tetap saja berkata "Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku". Dengan demikian beliau menganggap bahwa sahabat2 tersebut telah menyisihkan beliau atas hak nya akan kekhalifahan. Maha Agung Allah yg membawa keterangan dari kegelapan.
Lalu selanjutnya beliau membawa argument yg bertubi tubi. Beliau menunjukan walaupun ia tidak setuju akan pengangkatan Abu Bakar ra, Umar ra, dan Usman ra, beliau tetap memberikan bai'at sebagaimana sahabat2 yg menyingkirkan dia memberikan bai'at nya kepada Abu Bakar ra, Usman ra, dan Umar ra. Lihatlah perkataan : "membai'at Abubakar sebagaimana kalian lakukan", "membai'at Umar seperti yang kalian laksanakan", "Kalian telah membai'at Utsman dan aku pun
membai'atnya". Dan beliau juga mengatakan bahwa ia tetap setia terhadap bai'at nya itu (tentunya beliau mengharapkan walaupun Talha dan al-Zubayr berbeda pendapat dan menentangnya tidak seharusnya mereka melanggar bai'at mereka). Yg paling kuat adalah argumentnya yg terakhir, yaitu: "bukankah kalian mendatangi aku tanpa paksaan dan KALIAN MEMBAI'ATKU SEBAGAIMANA KALIAN PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN?" Adalah suatu kenyataan bahwa pembai'at an Imam Ali (as) ketika itu tidak menyimpang dari peraturan2 pemilihan ketiga khalifah sebelumnya (lihat posting saya yg baru saja anda tanggapi). Maka seharusnya apabila Talhah dan al-Zubayr dan pengikutnya telah setuju dan setia kepada cara2 tersebut, tidak seharusnya mereka memberontak. Coba anda perhatikan, beliau ( Imam Ali (as) ) menggunakan kata2 seperti KALIAN MEMBAI'ATKU SEBAGAIMANA KALIAN PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN dan sejenisnya SELALU dalam suatu pidato atau surat yg di tujukan kepada para pemberontak.
Dan tahukah anda sesungguhnya dengan pemberontakan banyak sahabat di jaman Imam Ali (as) telah makin memperlemah kredibilita system pemilihan Abu Bakar ra Umar ra, dan Usman ra. Sahabat2 yg menentang Imam Ali (as) antara lain, namun tidak terbatas pada : Abd Allah bin Umar bin al-Khattab, Sa'd bin Abi Waqqas, Muhammad bin Maslama, Hassan bin Thabit, Usama bin Zayd, Talha, al-Zubayr , Aisya , dan Muawiyah.

Untuk menambah wawasan kita, saya akan kutib di bawah ini mengapa Imam Ali (as) memutuskan akhirnya (setelah 6 bulan ) untuk membai'at Abu Bakar ra, dan juga selanjutnya membai'at Umar ra, dan Usman ra, walau untuk itu dia harus menahan kekecewaan hatinya dan bersabar (sebagaimana beliau katakan :"... I found that endurance thereon was wiser. So I adopted patience although there was pricking in the eye and suffocation (of mortification) in the throat..") :

Letter to Maalik bin Haarith Ashtar (source: Nahjul Balaagha)
"The Almighty Allah, Glory be to Him, entrusted our Holy Prophet (s) with the mission of warning the people of the evil effects of their vicious actions and of bearing testimony to the truth actually taught and preached by other prophets. When the Holy Prophet (s) passed away, the Muslims started a tug-of-war for the caliphate. I swear by Allah that at that juncture it could not even be imagined that the Arabs would snatch the seat of the caliphate from the family and descendants of the Holy Prophet (s) and that they would be swearing the oath of allegiance for the caliphate to a different person.

At every stage I kept myself aloof from that struggle of supremacy and power-politics till I found the heretics had openly taken to heresy and schism and were trying to undermine and ruin the religion preached by our Holy Prophet (s). I felt afraid that, even after seeing and recognizing the evil, if I did not stand up to help Islam and the Muslims it would be a worse calamity to me than my losing authority and power over you, which was only a transient and short-lived affair. Therefore, when I stood up amidst the sweeping surge of innovations and schism the dark clouds of heresy dispersed, falsehood and schism were crushed and the religion was saved."

Wassalam
Apriyano



From: Funny People

To:

Sent: Thursday, August 12, 1999 3:28 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Senang sekali saudara Apriyano bisa menerima nash-nash yang saya kemukakan,
dan memang saya berharap nash-nash tersebut bisa saudara terima, makanya
saya terus memakai rujukan dari kalangan syi'ah sendiri.

Saya ingin mengulangi beberapa point:

1. Topik diskusi kita ADAKAH NASH TENTANG IMAMAH
2. Uraian sbb:

"Aku telah dibai'at oleh UMMAT yang pernah membai'at Abubakar, Umar dan
Utsman dan tidak seorangpun di antara yang hadir mempunyai pilihan lain atau
sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semua merupakan hasil MUSYAWARAH
ANTARA MUHAJIRIN DAN ANSHAR. Kalau MEREKA itu TELAH SEPAKAT untuk MENGANGKAT
seseorang IMAM, maka hal itu akan DIRIDHOI ALLAH. Kalau mereka INGKAR dari
keputusan itu dan melakukan PENYELEWENGAN, maka mereka harus DIAJAK KEMBALI
KE JALAN SEMULA yang BENAR. JIKA MEREKA MENOLAK, maka mereka HARUS DIPERANGI
karena BERARTI mereka telah KELUAR DARI BARISAN KAUM MU'MININ dan TIDAK TAAT
KEPADA PIMPINAN YANG TELAH DIRIDHOI ALLAH." [Nahjul Balaghah, h. 366 dan
367, cetakan Beirut, Tahkik Subhi Saleh]

Sit and relax. Menurut saya kalimat tersebut tidak mengandung arti lain
kecuali bahwa pemilihan empat khilafah al rasyidah dilakukan berdasarkan
MUSYAWARAH (SYURO) yang hasilnya DIRIDHOI ALLAH, dan yang membai'atnya
adalah UMMAT yang sama.

Saudara Apriyano keberatan dengan kesimpulan saya, kemudian mengemukakan
bahwa pemilihan khalifah sebelum Ali pada dasar dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin saja kemudian keputusan tersebut dipaksakan oleh mereka kepada
seluruh kaum muslimin. Kemudian saya sampaikan nash yang alhamdulillah
saudara terima:

"Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku. Aku
sendiri pun membai'at Abubakar sebagaimana kalian lakukan. Aku juga
membai'at Umar seperti yang kalian laksanakan. Dan akupun setia terhadap
bai'atku kepada keduanya itu. Kalian telah membai'at Utsman dan aku pun
membai'atnya walaupun aku berada di rumah. kemudian bukankah kalian
mendatangi aku tanpa paksaan dan kalian membai'atku sebagaimana KALIAN
PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN? Apa salahnya jika
kesetian kalian kepada Abubakar, Umar dan Utsman kalian teruskan dalam
bentuk kesetian pula terhadap bai'at kalian kepadaku?" [Ath Thobrusi,
"Al-Ihtijaaj", hal. 50, cetakan Iraq]

Saya ingatkan juga nash yang pernah saya sampaikan sbb:

"Kalian telah membai'atku sebagaimana kalian membai'at pimpinan sebelum
aku. Pilihan ini dimiliki ummat sebelum mereka membai'at. Apabila mereka
sudah membai'at, maka pilihan sudah tidak ada lagi" [Nasikhut Tawaarikh,
karya Mirza Taqi, Juz III]

Kedua nash di atas memperkuat bahwa yang membai'at keempat iman pada
dasarnya UMMAT yang sama, yang Ali menjustifikasi keputusan tersebut dengan
cara ikut memBAI'AT bukan. Jadi tidak ada ada tuh yang dinamakan paksa
memaksa. Ingat nash yang pernah saya sampaikan:

"Aku mendatangi Abubakar dan membai'atnya. Dan aku bangkit menghadapi segala
tantangan dan peristiwa yang terjadi. Abubakar mengahadapi semua masalah itu
dan mengatasinya. Aku mendampinginya dan aku pun patuh sesuai dengan
kepatuhannya yang sungguh-sungguh kepada Tuhannya" [Manaarul Hudaa, h. 373,
juga pada Naasikhut Tawaarikh, karya Mirza Taqi, Juz III, h. 532]

dalam nash ini jelas Ali ra selalu patuh misalnya dengan Abubakar ra. -
khalifah pertama. How it can be? Beri perhatian pada : SESUAI DENGAN
KEPATUHANNYA YANG SUNGGUH-SUNGGUH KEPADA TUHAN-NYA. Ali sendiri memberi
timbangan demikian kepada Abubakar, mungkinkah dengan demikian Ali menuduh
Abubakar mengambil haknya sebagai Khalifah?

Sekali saya hanya bisa menyimpulkan sesuai dengan yang pernah diucapkan Ali
ra. bahwa memang TIDAK ADA NASH MENGENAI IMAMAH, kecuali yang menunjukkan
bahwa IMAMAH (Khalifah) dipilih berdasarkan musyawarah kaum muslimin yang
pada tahap pertama diwakili oleh Ahlul Halli wal Aqdi mereka. Wallahua'alam.

Mohon maaf kepada saudara Apriyano saya akan menutup diskusi dengan topik
ini dengan perkataan Ali ra:

"Sungguh tiada keinginanku untuk menjadi khalifah, ataupun cenderung pada
kekuasaan seperti itu, tetapi kalian telah mengangkat dan membebani aku
(dengan tanggung jawab tersebut)." [Nahjul Balaghah, hal 322]

"Amma ba'du, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan menyelamatkannya
dari kejahatan, menjauhkannya dari kecelakaan serta mempersatukan ummatnya
yang bercerai berai, setelah itu beliau kembali kepada Tuhannya sesudah
melaksanakan tugas. Kemudian beliau digantikan oleh Abubakar dan Umar. Kedua
orang ini terpuji perjalanan sejarahnya, berlaku adil kepada ummatnya.
Sehingga tampillah Utsman, telah banyak orang berbuat yang meresahkan
masyarakat di zamannya. Maka Utsman dibunuh oleh sekelompok orang. Dan ...
menyusul ummat mengangkatku walau aku selalu menghindarkan diri dari
kekuasaan puncak itu. Namun mereka masih juga memaksaku: 'Berbai'atlah!'
Tetap juga kutolak. Mereka masih juga memaksa aku dan mengatakan:
'Berbai'atlah! ummat tidak menghendaki selain dirimu, kami takut kalau anda
menolak, ummat akan berantakan', maka dengan TERPAKSA aku berbai'at." [Kitab
Shiffin, h. 105, cetakan Iran]

Akhirnya Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu an laa ilaha illa anta
astaghfiruka wa atubu ilahi.

Apabila ada khilaf kata saya mohon maaf ya akhi Apriyano.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah

From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Thursday, August 26, 1999 4:34 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.
Mohon maaf atas keterlambatan saya menanggapi posting saudara Hamzah ini. Saya saat ini sudah di hinggapi tugas2 kuliah yg menyita waktu saya, jadi mohon maklum adanya. Keliatannya posting saya ini kepanjangan, maka saya akan menyambung bagian terakhir posting saya di posting berikutnya.

On Thu, 12 Aug 1999 15:28:48 Funny People wrote:
>Senang sekali saudara Apriyano bisa menerima nash-nash yang saya kemukakan,
>dan memang saya berharap nash-nash tersebut bisa saudara terima, makanya
>saya terus memakai rujukan dari kalangan syi'ah sendiri.

Dari semua nash yg saudara Hamzah kemukakan, ada tiga nash yg belum saya ketemukan. Dan dari nash2 tersebut, ada dua yg terjemahannya berbeda dari aslinya, termasuk kutiban saudara yg terakhir. Dan semua nash yg anda kutib, tidak satupun yg di tulis secara lengkap, baik itu yg berupa pidato atau letter Imam Ali (as). Jadi kesimpulannya, nash yg anda kutib hanya berupa penggalan kalimat dari keseluruhan suatu pidato atau letter. Padahal mengetahui keseluruhan suatu sermon atau letter adalah penting, dan bahkan tidak kalah pentingnya mengetahui semua sermon dan letter Imam Ali (as). Semua ini penting untuk mengetahui konteks, isi, dan tujuan sermon2 dan letter2 tersebut. Namun saya dapat memaklumi, karena keliatannya saudara mengutib itu semua dari sebuah buku, yg mana saudara mengatakan pada posting terakhir saudara bahwa buku tersebut menggunakan sumber2 Syiah sendiri dalam melawan Syiah.

>Saya ingin mengulangi beberapa point:
>
>1. Topik diskusi kita ADAKAH NASH TENTANG IMAMAH
>2. Uraian sbb:
>"Aku telah dibai'at oleh UMMAT yang pernah membai'at Abubakar, Umar dan
>Utsman dan tidak seorangpun di antara yang hadir mempunyai pilihan lain atau
>sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semua merupakan hasil MUSYAWARAH
>ANTARA MUHAJIRIN DAN ANSHAR. Kalau MEREKA itu TELAH SEPAKAT untuk MENGANGKAT
>seseorang IMAM, maka hal itu akan DIRIDHOI ALLAH. Kalau mereka INGKAR dari
>keputusan itu dan melakukan PENYELEWENGAN, maka mereka harus DIAJAK KEMBALI
>KE JALAN SEMULA yang BENAR. JIKA MEREKA MENOLAK, maka mereka HARUS DIPERANGI
>karena BERARTI mereka telah KELUAR DARI BARISAN KAUM MU'MININ dan TIDAK TAAT
>KEPADA PIMPINAN YANG TELAH DIRIDHOI ALLAH." [Nahjul Balaghah, h. 366 dan
>367, cetakan Beirut, Tahkik Subhi Saleh]
>
>Sit and relax. Menurut saya kalimat tersebut tidak mengandung arti lain
>kecuali bahwa pemilihan empat khilafah al rasyidah dilakukan berdasarkan
>MUSYAWARAH (SYURO) yang hasilnya DIRIDHOI ALLAH, dan yang membai'atnya
>adalah UMMAT yang sama.
>
>Saudara Apriyano keberatan dengan kesimpulan saya, kemudian mengemukakan
>bahwa pemilihan khalifah sebelum Ali pada dasar dilakukan oleh sebagian kaum
>muslimin saja kemudian keputusan tersebut dipaksakan oleh mereka kepada
>seluruh kaum muslimin.
Nash di atas adalah termasuk nash yg saya keritik terjemahannya. Karena memang mengalami penyimpangan arti. Silahkan para pembaca melihat lagi posting2 saya sebelumnya. Apa yg saudara hamzah kemukakan mengenai argument saya hanya sebagian kecil dari argument2 saya yg sudah saya sebutkan. Untuk para pembaca silahkan melihat kembali posting2 saya sebelumnya untuk melihat keseluruhan argument saya.

>Kemudian saya sampaikan nash yang alhamdulillah
>saudara terima:
>
>"Bukankah kalian yang telah membai'at Abubakar dan menyisihkan aku. Aku
>sendiri pun membai'at Abubakar sebagaimana kalian lakukan. Aku juga
>membai'at Umar seperti yang kalian laksanakan. Dan akupun setia terhadap
>bai'atku kepada keduanya itu. Kalian telah membai'at Utsman dan aku pun
>membai'atnya walaupun aku berada di rumah. kemudian bukankah kalian
>mendatangi aku tanpa paksaan dan kalian membai'atku sebagaimana KALIAN
>PERNAH LAKUKAN TERHADAP ABUBAKAR, UMAR DAN UTSMAN? Apa salahnya jika
>kesetian kalian kepada Abubakar, Umar dan Utsman kalian teruskan dalam
>bentuk kesetian pula terhadap bai'at kalian kepadaku?" [Ath Thobrusi,
>"Al-Ihtijaaj", hal. 50, cetakan Iraq]

Nash ini juga sudah saya jelaskan secara lengkap dan jelas. Para pembaca silahkan melihat lagi posting saya sebelumnya.

>Saya ingatkan juga nash yang pernah saya sampaikan sbb:
>
>"Kalian telah membai'atku sebagaimana kalian membai'at pimpinan sebelum
>aku. Pilihan ini dimiliki ummat sebelum mereka membai'at. Apabila mereka
>sudah membai'at, maka pilihan sudah tidak ada lagi" [Nasikhut Tawaarikh,
>karya Mirza Taqi, Juz III]

Nash ini juga sudah saya jelaskan pada posting saya sebelumnya. Silahkan para pembaca melihat posting saya tersebut.

>Kedua nash di atas memperkuat bahwa yang membai'at keempat iman pada
>dasarnya UMMAT yang sama, yang Ali menjustifikasi keputusan tersebut dengan
>cara ikut memBAI'AT bukan. Jadi tidak ada ada tuh yang dinamakan paksa
>memaksa.
Saya sudah banyak mengutib sermon2 ,letter2, dan argument2 Ali (as), Fatima (as), Ibn Abbas (ra), Hasan (as), dan Husayn (as) yg semuanya menyatakan bahwa Abu Bakar (ra), Umar (ra), dan Usman (ra) telah mengambil hak ke khalifahan Ali (as). Namun tampaknya saudara Hamzah sama sekali cuek atau tidak menaruh perhatian terhadap nash2 tersebut..Itulah yg di namakan selective perception. Yaitu hanya mau menerima sesuatu yg sesuai dengan keyakinannya. Selain itu yg menarik, Saudara Hamzah juga keliatan cuek terhadap argument2 saya. Dan saudara sama sekali tidak berusaha untuk mengajukan argument tandingan. Saudara hanya mengulang lagi keyakinan saudara. Namun saya bisa memaklumi itu mungkin di sebabkan karena keterbatasan sumber anda, yaitu mungkin buku yg anda sebutkan di posting anda terakhir. Walaupun begitu, baiklah, saya akan memberikan bukti bahwa Umar (ra) memaksa Ali (as) untuk membaiat Abu Bakar (ra) melalui sumber2 Ahlus Sunnah.


When Umar came to the door of the house of Fatimah, he said: "By Allah, I shall burn down (the house) over you unless you come out and give the oath of allegiance (to Abu Bakr)."
Sunni References:
- History of Tabari (Arabic), v1, pp 1118-1120
- History of Ibn Athir, v2, p325
- al-Isti'ab, by Ibn Abd al-Barr, v3, p975
- Tarikh al-Kulafa, by Ibn Qutaybah, v1, p20
- al-Imamah wal-Siyasah, by Ibn Qutaybah, v1, pp 19-20

Although the timing is not clear, it seems that Ali and his group came to know about Saqifa after what had happened there. At this point, his supporters gathered in Fatimah's house. Abu Bakr and Umar, fully aware of Ali's claims and fearing a serious threat from his supporters, summoned him to the mosque to swear the oath of allegiance. Ali refused, and so the house was surrounded by an armed band led by Abu Bakr and Umar, who threatened to set it on fire if Ali and his supporters refused to come out and swear allegiance to Abu Bakr. The scene grew violent and Fatimah was furious.
Sunni references:
Ansab Ashraf, by al-Baladhuri in his , v1, pp 582-586;
Tarikh Ya'qubi, v2, p116;
al-Imamah wal-Siyasah, by Ibn Qutaybah, v1, pp 19-20.

>Ingat nash yang pernah saya sampaikan:
>"Aku mendatangi Abubakar dan membai'atnya. Dan aku bangkit menghadapi segala
>tantangan dan peristiwa yang terjadi. Abubakar mengahadapi semua masalah itu
>dan mengatasinya. Aku mendampinginya dan aku pun patuh sesuai dengan
>kepatuhannya yang sungguh-sungguh kepada Tuhannya" [Manaarul Hudaa, h. 373,
>juga pada Naasikhut Tawaarikh, karya Mirza Taqi, Juz III, h. 532]
>
>dalam nash ini jelas Ali ra selalu patuh misalnya dengan Abubakar ra. -
>khalifah pertama. How it can be? Beri perhatian pada : SESUAI DENGAN
>KEPATUHANNYA YANG SUNGGUH-SUNGGUH KEPADA TUHAN-NYA. Ali sendiri memberi
>timbangan demikian kepada Abubakar, mungkinkah dengan demikian Ali menuduh
>Abubakar mengambil haknya sebagai Khalifah?

Sayang sekali saya belum berhasil menemukan nash tersebut, sehingga saya tidak bisa memberikan komentar. Dan saya mengucapkan demi Allah, untuk menghindarkan kecurigaan saudara bahwa saya berbohong.

>Sekali saya hanya bisa menyimpulkan sesuai dengan yang pernah diucapkan Ali
>ra. bahwa memang TIDAK ADA NASH MENGENAI IMAMAH, kecuali yang menunjukkan
>bahwa IMAMAH (Khalifah) dipilih berdasarkan musyawarah kaum muslimin yang
>pada tahap pertama diwakili oleh Ahlul Halli wal Aqdi mereka. Wallahua'alam.

Baca posting tanggapan saya terhadap saudara Sigit mengenai nash Ghadir Khum. Posting tersebut seluruhnya menggunakan sumber2 Ahlus Sunnah. Juga baca posting2 saya yg lain mengenai sermon2, letter2, dan argument2 Ali (as) dan keluarganya yg anda cuekkan tersebut.

>Mohon maaf kepada saudara Apriyano saya akan menutup diskusi dengan topik
>ini dengan perkataan Ali ra:
>
>"Sungguh tiada keinginanku untuk menjadi khalifah, ataupun cenderung pada
>kekuasaan seperti itu, tetapi kalian telah mengangkat dan membebani aku
>(dengan tanggung jawab tersebut)." [Nahjul Balaghah, hal 322]

Kalimat di atas adalah bagian dari sermon Imam Ali (as) yg di tujukan kepada Talhah and az-Zubayr. Kalimat tersebut menyebutkan keberatan Imam Ali menerima kursi ke khalifahan setelah Uthman (ra) meninggal. Ketika Uthman (ra) meninggal, beliau merasa berat untuk di jadikan khalifah, karena mengetahui bahwa kursi ke khalifahannya akan di jadikan banyak orang as the means for securing their worldly ends. Namun bukan berarti Imam Ali (as) telah melupakan hak nya atas ke khalifahan. Seperti telah di buktikan melalui hadith2 dan tarikh2, Rasulullah (saw) telah menetapkan bahwa Ali (as) adalah mawla, wali, dan imam setelah Rasulullah (saw). Jika Imam Ali (as) selama hidupnya tidak memegang ke khalifahan, bukan berarti posisi beliau sebagai Imam, Mawla, dan Wali sesudah Rasulullah (saw) hilang. Seorang Nabi dan Rasul tetap merupakan Nabi dan Rasul walaupun mereka di reject oleh kaumnya sendiri, bahkan di bunuh oleh kaumnya sendiri seperti yg terjadi pada beberapa nabi yg di turunkan kepada kaum israel. Seorang Imam tetaplah Imam walaupun beliau tidak memegang kekhalifahan (walaupun hal tersebut adalah haknya), seperti yg terjadi pada Imam Husayn (as) dan Imam2 Ahlul Bayt sesudahnya. Walaupun Imam Ali (as) meyakini bahwa ke khalifahan adalah haknya, namun beliau tidak akan memaksakan hal tersebut jika hal tersebut bisa menyebabkan perpecahan di antara umat Islam. Itulah yg menyebabkan beliau akhirnya mau membai'ah Abu Bakar, dan selanjutnya membai'ah Umar dan Uthman. Sedangkan keberatan beliau menerima kursi ke khalifahan setelah Uthman meninggal karena beliau mengetahui bahwa kursi ke khalifahannya ini akan di gunakan banyak orang untuk mencapai tujuan duniawinya dan nafsu2 pribadinya (sebagaimana terbukti pada peristiwa2 yg menyusul kemudian). Itulah sebabnya Imam Ali (as) mengajukan keberatannya dalam menerima kekhalifahan berulang kali untuk menguji integrity orang2 yg menghendaki beliau untuk menduduki kursi kekhalifahan. Sebagai bukti dari semua yg saya kemukakan, di bawah ini saya akan mengutib sermon2 dan letter2 Imam Ali (as) yg di tujukan kepada Talhah, al-Zubayr, dan Muawiyah. Perhatikanlah baik2 semua sermon2 dan letter2 tersebut. Sermon pertama yg saya kutib di bawah ini adalah sermon yg mengandung kalimat yg saudara kemukakan.

SERMON 204 (Nahjul Balagha)

After swearing allegiance to Amir al-mu'minin, Talhah and az-Zubayr complained to him that he had not consulted them or sought their assistance in the affairs (of state).
Amir al-mu'minin replied:

Both of you frown over a small matter and leave aside big ones. Can you tell me of anything wherein you have a right of which I have deprived you or a share which was due to you and which I have held away from you, or any Muslim who has laid any claim before me and I have been unable to decide it or been ignorant of it, or committed a mistake about it?

Really, I had no liking for the caliphate nor any interest in government, but you yourselves invited me to it and prepared me for it (note: inilah kalimat tersebut). When the caliphate came to me, I kept the Book of Allah in my view and all that Allah had put therein for us, and all that according to which He has commanded us to take decisions; and I followed it, and also acted on whatever the Prophet - may Allah bless him and his descendants - had laid down as his sunnah. In this matter I did not need your advice or the advice of anyone else, nor has there been any order of which I was ignorant so that I ought to have consulted you or my Muslim brethren. If it were so I would not have turned away from you or from others.

As regards your reference to the question of equality (in distribution of shares from the Muslim common fund), this is a matter in which I have not taken a decision by my own opinion, nor have I done it by my caprice. But I found, and you too (must have) found, that whatever the Prophet - may Allah bless him and his descendants - brought had been finalised. Therefore, I felt no need to turn towards you about a share which had been determined by Allah and in which His verdict has been passed. By Allah, in this matter, therefore, you two or anyone else can have no favour from me. May Allah keep our hearts and your hearts in righteousness, and may He grant us and you endurance.

Then Amir al-mu'minin added: May Allah have mercy on the person who, when he sees the truth, supports it, when he sees the wrong, rejects it, and who helps the truth against him who is on the wrong.

SERMON 136 (Nahjul Balagha)

About Talhah and az-Zubayr

By Allah, they did not find any disagreeable thing in me, nor did they do justice between me and themselves. Surely, they are now demanding a right which they have abandoned and blood which they have themselves shed. If I partook in it with them
then they too have a share in it, but if they committed it without me the demand should be against them. The first step of their justice should be that they pass verdict against themselves. I have my intelligence with me.

I have never mixed matters nor have they appeared mixed to me. Certainly, this is the rebellious group in which there is the near one (az-Zubayr), the scorpion's venom (`A'ishah) and doubts which cast a veil (on facts). But the matter is clear, and the wrong
has been shaken from its foundation. Its tongue has stopped uttering mischief. By Allah, I will prepare for them a cistern from which I alone will draw water. They will not be able to drink from it nor would they be able to drink from any other place.

A part of the same sermon

You advanced towards me shouting "allegiance, allegiance" like shecamels having delivered newly born young ones leaping towards their young. I held back my hand but you pulled it towards you., I drew back my hand but you dragged it. O' my Allah! these two have ignored my rights and did injustice to me. They both have broken allegiance to me, and roused people against me. Unfasten Thou what they have fastened, and do not make strong what they have woven. Show them the evil in what they aimed at and acted upon. Before fighting I asked them to be steadfast in allegiance and behaved with them with consideration but they belittled the blessing and refused (to adopt the course of) safety.

SERMON 227 (Nahjul Balagha)
(About allegiance to Amir al-mu'minin for the Caliphate.)
You drew out my hand towards you for allegiance but I held it back and you stretched it but I contracted it. Then you crowed over me as the thirsty camels crowd on the watering cisterns on their being taken there, so much so that shoes were torn, shoulder-cloths fell away and the weak got trampled, and the happiness of people on their allegiance to me was so manifested that small children felt joyful, the old staggered (up to me) for it, the sick too reached for it helter skelter and young girls ran for it without veils.

SERMON 91 (Nahjul Balagha)

When people decided to Swear allegiance(1) at Amir al-mu'minin's hand after the murder of `Uthman, he said:
Leave me and seek some one else. We are facing a matter which has (several) faces and colours, which neither hearts can stand nor intelligence can accept. Clouds are hovering over the sky, and faces are not discernible. You should know that if I respond to you I would lead you as I know and would not care about whatever one may say or abuse. If you leave me then I am the same as you are. It is possible I would listen to and obey whomever you make in charge of your affairs. I am better for you as a counsellor than as chief.

When their insistence increased beyond limits, Amir al-mu'minin delivered this sermon wherein he clarified that "If you want me for your worldly ends, then I am not ready to serve as your instrument. Leave me and select someone else who may fulfil your ends. You have seen my past life that I am not prepared to follow anything except the Qur'an and sunnah and would not give up this principle for securing power. If you select someone else I would pay regard to the laws of the state and the constitution as a peaceful citizen should do. I have not at any stage tried to disrupt the collective existence of the Muslims by inciting revolt. The same will happen now. Rather, just as keeping the common good in view I have hitherto been giving correct advice, I would not grudge doing the same. If you let me in the same position it would be better for
your worldly ends, because in that case I won't have power in my hands so that I could stand in the way of your worldly affairs, and create an impediment against your hearts' wishes. However, if you are determined on swearing allegiance on my hand, bear in mind that if you frown or speak against me I would force you to tread on the path of right, and in the matter of the right I would not care for anyone. If you want to swear allegiance even at this, you can satisfy your wish."

Pidato berikut ini adalah pidato yg mengandung kalimat yg saudara kutibkan di bawah ini. Ternyata kalimat yg saudara kutib di bawah ini mempunyai perbedaan kata yg cukup mencolok dengan aslinya (lihat kata2 mengenai Abu Bakar, Umar, Uthman, dan allegiance/bai'at). Perhatikanlah keseluruhan pidato tersebut. (pidato tersebut di bawah kutiban saudara)

>"Amma ba'du, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan menyelamatkannya
>dari kejahatan, menjauhkannya dari kecelakaan serta mempersatukan ummatnya
>yang bercerai berai, setelah itu beliau kembali kepada Tuhannya sesudah
>melaksanakan tugas. Kemudian beliau digantikan oleh Abubakar dan Umar. Kedua
>orang ini terpuji perjalanan sejarahnya, berlaku adil kepada ummatnya.
>Sehingga tampillah Utsman, telah banyak orang berbuat yang meresahkan
>masyarakat di zamannya. Maka Utsman dibunuh oleh sekelompok orang. Dan ...
>menyusul ummat mengangkatku walau aku selalu menghindarkan diri dari
>kekuasaan puncak itu. Namun mereka masih juga memaksaku: 'Berbai'atlah!'
>Tetap juga kutolak. Mereka masih juga memaksa aku dan mengatakan:
>'Berbai'atlah! ummat tidak menghendaki selain dirimu, kami takut kalau anda
>menolak, ummat akan berantakan', maka dengan TERPAKSA aku berbai'at." [Kitab
>Shiffin, h. 105, cetakan Iran]

Sermon of Imam Ali (as) when Talha and al-Zubayr reneged on their pledge of allegiance (Kitab al-Irshad)
God sent Muhammad, may God bless him and his family, to all the people. He made him a mercy for the worlds. He made manifest what he had been ordered to and spread the message of his Lord. The manifestation was carried out through him and that which was split was united in him. Roads were made safe through him and (the shedding of) blood was brought to an end by him. By him reconciliation was brought about between men with feuds and hostility, with hatred in their breast and malice rooted in their hearts. Then God took him to Himself, as a man to be praised who had not fallen short in the object for which he performed his mission. He had not achieved anything which fell short of his intention. After him there occurred the strife which there was over the leadership. Abu Bakr took control. Then after him (came) Umar. Then Uthman took control. When there happened with regard to his affair what you already know, you came to me and said: 'We will pledge allegiance to you.' I said: 'I will not do it.' You said: 'Yes.' I said: 'No.' Then you seized my hand and stretched (yours) out toward it. I tried to withdraw it from you but you tugged at it and you pressed upon me like thirsty camels at the watering pools on a day when they are brought to them, so that I thought that you would kill me and that you would kill each other on my account. I stretched out my hand and you pledge allegiance to me of your own accord. The first of you to pledge allegiance to me were Talha and al-Zubayr; they were acting voluntarily without any compulsion. It was not much later that they asked me to allow them to make the umra (lesser pilgrimage). God knows that they already intended treachery. I made them renew their covenant of obedience to me and (promise) that they would not harm the community with evil deeds. They gave their covenants to me. However, they did not fulfil their promises to me, they reneged on their pledge of allegiance to me and they broke their covenant to me. How surprising it is that they submitted to Abu Bakr and Umar yet showed hostility to me. But I am not inferior to either of those two men. If I wanted to, I would say: "O God, judge them both for what they have done against my rights and how they have attempted to diminish my authority. Give me victory over them."

Saya lanjutkan dengan sermon2 beliau (Imam Ali (as) ) yg lain dari Kitab al-Irshad.

Sermon about Talha and al-Zubayr (Kitab al-Irshad)
"When God, the Exalted, took His Prophet, blessings and peace be on him, we said: We are the family of his House, his group, his inheritors and his close friends and next of kin (awliya), the creatures with most right with regard to him. There is no dispute about his right and authority. While we were in this position, the hypocrites rushed forward and took the authority of our Prophet by force away from us, and gave it to someone else. By God, at that, our eyes all wept and our hearts (grieved). Because of it our breasts became worn (with sorrow) and our souls were afflicted with grief. I was humiliated. But I swear by God that if it had not been for my fear of division among the Muslims and that most of them would return to unbelief and that religion would have been placed in jeopardy, we would have changed that as far as we could. But now you have pledge allegiance to me and those two men, Talha and al-Zubayr, have pledged allegiance to me. Both you and they (have acted) spontaneously and according to (your own) choice. Yet both of them have arisen, heading for basra to cause division in your unity (jama a) and to thrust misfortune into your midst. O God, seize them for the way they have deceived this community and for their evil attitude towards the general populace." Then he said (to the people): "May God have mercy on you, hurry to seek out these two treacherous sinful perjurors before the opportunity of (preventing) the relation of their criminal activities escapes."

Sermon at Dhu Qar (Kitab al-Irshad)
When he stoped at Dhu Qar, he took the pledge of allegiance from those who were present. After that he addressed them. He was profuse in his praise and glorification of God and in calling for blessings on the Apostle of God, may God bless him and his family. Then he said:
"Affairs which we have (resolutely) endured have taken place earlier; (it was as if) there was a mote in our eyes in surrendering to the authority of God, the Exalted, in matters by which he tested us. There is reward for that, for endurance of them was better than causing division among Muslims and shedding their blood. We are the family of the House of the House of Prophethood and the offspring of the Apostle, the creatures with the most right to the authority. (We are) the source of favour by which God initiated this community. This Talha and al-Zubayr are not from the family of prophethood nor from the offspring of the Apostle. When they saw that God had restored our right to us after sometime, they could not wait for one year, nor even one full month before they launched an attack, following in the footsteps of those before them, so that they might take away my rights and separate the unity (jama a) of the Muslims from me."
Then he made a prayer against them.

Sermon in Kufa (Kitab al-Irshad)
"Praise be to God Who has aided His friend, deserted His enemy, Who has given power to the truthful who was entitled and has brought low the false the false liar. People of the city, it is your duty to show respect to God and obedience to those of the family of your Prophet to whom God has enjoined obedience. They are more approriate (awla) to be obeyed than those who make false claims saying, '(Come) to us. (Come) to us.' Such men were pretending to have our merit and were striving against our authority and sought to divest us of our right and keep it away (from us). They have tested evil misfortune for what they dared (to do) and they will discover the error. (There are) among you men who have desisted from supporting us. I blame them. Desert them and make them hear (words) which they will dislike until they admit their bad behavior toward us. Then we will see in such men things which we will like."

Sermon berikut ini akan saya kutib sebagian saja karena sermon ini sangat panjang.
Sermon made when Imam Ali (as) undertook to set out for Syiria to fight Muawiya (Kitab al-Irshad)
After praising and glorifying God and calling for blessings on the Aposyle of God, may God bless him and his family, (he said):
"Servants of God, fear God and obey Him and your Imam. Righteous subjects are saved by the just Imam. But sinful subjects are saved by the sinful Imam. Muawiya has begun to usurp the right which belongs to me, and to break the pledge of allegiance to me, seeking to harm the religion of God, the Mighty and High. Muslims, you know what the people did before when you came to me seeking for me to be in authority over you, so that you took me out of my house to pledge allegiance to me. I was reluctant with you in order to test your integrity. Then you repeated your words many times and I repeated (my reluctance) with you. You crowded upon me like thirsty camels at their pools of water in your anxiety to pledge allegiance to me so that I was afraid that some of you would kill others. When I beheld this from you, I considered my position and your position. I said: If I do not agree to their request, to undertake authority over them, they will not find among them to take my place and act with my (degree of) justice among them. So I said: By God, that I should rule them while they acknowledge my right and my merit is preferable to me than that they should rule me without acknowledging my right and my merit. Therefore I stretched out my hand to you and you pledged allegiance to me.
"O Muslims, among you are Emigrants and Ansar and those who follow good practice. I have received from you the covenant of your pledge of allegiance and I respond with my agreement through a covenant and agreement (mithaq) made before God. (You pledge) that you would support me, listen to my command, obey me, and consult me, that you would fight with me against tyrant, aggressor or one who deviated, if he deviated. You all gave me that (pledge). I demanded from you all the covenant and promise made before God and (under) the protection of God and His Apostle and you responded to me by (giving me) that. I made God the witness to your (words) and I made some of you witnesses to others. Then I applied the Book of God and the sunna of His Prophet, may God bless him and his family, among you. Then surprisingly Muawiya bin Abi Sufyan disputes the succession (khilafa) with me and denies me the (right to) the Imamate. He claims that he has more right to it than me, an act of boldness against God and His Apostle concerning something which he has no right to and no argument for. None of the Emigrants have pledged allegiance to him, nor have the Ansar and Muslims submitted to him.
"O men of the Emigrants and Ansar, people who hear my words, have you made obedience to me something required of yourselves, whether you have pledged allegiance to me as subjects, or I have received a promise from you to accept my words. On that day your pledge to me was more certain than the pledge to Abu Bakr and Umar. Therefore, why did those who have opposed me not revoke (their pledge) to those two until they had departed, while they have revoked (their pledge to me) and have not carried out the instructions which I was entitiled to expect them (to obey) and they have not kept to my commands? Do you know that the pledge of allegiance to me is required to those of you who are present and those of you who are absent? Have you not heard the words of the Apostle of God, may God bless him and his family, at Ghadir concerning my authority (wilaya) and my being the one entitled to rule (mawla)?
"Muslims, fear God and rise to battle against Muawiya, the one who has broken his pledge and the unjust man, and (rise) against his unjust followers.(dan seterusnya).

Saya akan tutup dengan mengutib 3 sermon/perkataan Imam Ali (as) dari Nahjul Balagha berikut dengan kitab Ahlus Sunnah yg juga memuatnya.

SERMON 73 (Nahjul Balagha)

When the Consultative Committee (or Shura) decided to swear allegiance to `Uthman, Amir al-mu'minin said:
You have certainly known that I am the most rightful of all others for the Caliphate. By Allah, so long as the affairs of Muslims remain intact and there is no oppression in it save on myself I shall keep quiet seeking reward for it (from Allah) and keeping aloof from its attractions and allurements for which you aspire.
Sunni references:
Al-Tabari, Ta'rikh, chronicles of the year 23;
al-'Azhari, Tahdhib, I, 341;
al-Harawi, al-Jam`;
al-Shaykh Warram, Tanbih;
Ibn al-'Athir, al-Nihayah, events of the year 23.

Sermon berikut ini sangat panjang. Sehingga saya akan mengutibnya hanya pada bagian mengenai itrah Nabi saw (Ahlul Bayt).

SERMON 86 (Nahjul Balagha)
"So wither are you going to" (Qur'an, 81:26) and "how are you then turned away?" (Qur'an, 6:95; 10:34; 35:3; 40:62). Ensigns (of guidance) are standing, indications (of virtue) are clear, and the minarets (of light) have been fixed. Where are you being taken astray and how are you groping while you have among you the descendants of the Prophet? They are the reins of Right, ensigns of Faith and tongues of truth. Accord to them the same good position as you accord to the Qur'an, and come to them (for quenching the thirst of guidance) as the thirsty camels approach the water spring.

O' people take this saying of the last of the Prophets that he who dies from among us is not dead, and he who decays (after dying) from among us does not really decay. Do not say what you do not understand, because most of the Right is in what you deny. Accept the argument of one against whom you have no argument. It is I. Did I not act before you on the greater thaqal (ath-thaqal al-akbar, i.e. the Qur'an) and did I not retain among you the smaller thaqal (ath-thaqal-al-asghar, i.e. the descendants of the Prophet). I fixed among you the standard of faith, and I taught you the limits of lawful and unlawful. I clothed you with the garments of safety with my justice and spread for you (the carpet of) virtue by my word and deed. I showed you high manners through myself. Do not exercise your imagination about what the eye cannot see or the mind cannot conceive.

Sunni references:
Al-Zamakhshari, Rabi`, bab al-`izz wa al-sharaf; see also Ibn Abi al-Hadid, II, 132

SERMON 143 (Nahjul Balagha)

Deputation of Prophets

Allah deputed prophets and distinguished them with His revelation. He made them as pleas for Him among His creation, so that there should not remain any excuse for people. He invited people to the right path through a truthful tongue. You should know
that Allah fully knows creation. Not that He was not aware of what they concealed from among their hidden secrets and inner feelings, but in order to try them as to whom from among them performs good acts, so that there is reward in respect of good acts and chastisement in respect of evil acts.

The position of Ahlu'l-bayt (the Household of the Holy Prophet)

Where are those who falsely and unjustly claimed that they are deeply versed in knowledge, as against us, although Allah raised us in position and kept them down, bestowed upon us knowledge but deprived them, and entered us (in the fortress of
knowledge) but kept them out. With us guidance is to be sought and blindness (of misguidance) is to be changed into brightness. Surely Imams (divine leaders) will be from the Quraysh. They have been planted in this line through Hashim (note: bani Hashim). It would not suit others nor would others be suitable as heads of affairs.

A part of the same sermon about those who are against the Ahlu'l-bayt

They have adopted this world and abandoned the next world; left clean water and drunk stinking water. I can almost see their wicked one (1) who committed unlawful acts, associated himself with them, befriended them and accorded with them till his hair
grew grey and his nature acquired their tinge. He proceeded onward emitting foam like a torrential stream not caring whom he drowned, or, like fire in straw, without realising what he burnt.

Where are the minds which seek light from the lamps of guidance, and the eyes which look at minarets of piety? Where are the hearts dedicated to Allah, and devoted to the obedience of Allah? They are all crowding towards worldly vanities and quarrelling over unlawful issues. The ensigns of Paradise and Hell have been raised for them but they have turned their faces away from Paradise and proceeded to Hell by dint of their performances. Allah called them but they showed dislike and ran away. When Satan called them they responded and proceeded (towards him).
Sunni references:
Al-'Amidi, Ghurar, see `Abd al-Zahra', II, 322.

>Apabila ada khilaf kata saya mohon maaf ya akhi Apriyano.

Sama2 saudara Hamzah, saya juga mohon maaf kalau ada kesalahan kata pada diri saya

Wassalam
Apriyano









From: APRIYANO SUDARYO

To: Abu Al Fatih

Sent: Thursday, August 26, 1999 2:22 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis

Assalaamu'alaikum wr. wb.

On Mon, 16 Aug 1999 10:45:00 Abu Al Fatih wrote:
>Pak Apriyano Sudaryo,
>Terima kasih atas respon Bapak atas tulisan saya "Tentang Syi'ah" itu. Saya
>sempat tertarik juga untuk merespon balik tanggapan Bapak itu, terutama yg
>menyangkut kutipan-kutipan "paham Syi'ah" dari hadits ahlus-sunnah itu ...

Saya belum pantas di sebut "Pak" . Saya masih kuliah dan masih bujangan juga :

>Sungguh "menarik" bukan,
>Bahwa terdapat riwayat-riwayat yang "sepertinya mendukung" paham Syi'ah
>dalam kitab-kitab ahlus-sunnah yg justru "diragukan" oleh penganut Syi'ah ?
>Bila memang penganut Syi'ah sudah mulai "konsisten" dalam menerima
>"kebenaran" rujukan kitab-kitab hadits ahlus-sunnah, saya akan segera
>melengkapi argumen-argumen Pak Apriyano itu dgn riwayat-riwayat "lain"
>tentang peristiwa Saqifah, bai'at Imam Ali k.w. kepada Khalifah Rasul Abu
>Bakar r.a., dll. itu ...

Saya akan mengutib kembali apa yg sudah saya tulis di posting sebelumnya mengenai sikap Syiah terhadap hadith. Mazhab Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg di riwayatkan oleh
Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Mazhab Syiah juga bisa menggunakan hadith2 yg diriwayatkan oleh sahabat2 yg lain asal tidak bertentangan dengan hadith yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasullah (saw) karena Syiah menganggap Ahlul Bayt lah adalah penjaga dan pelindung Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg murni. Menurut mazhab Syiah, setelah Rasulullah (saw) meninggal, hanya dari Ahlul Bayt lah kita bisa mendapatkan Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg terjaga dan jauh dari penyimpangan dan penyelewengan. Itulah sebabnya mazhab Syiah percaya bahwa hadith2 atau tarikh2 Ahlus Sunnah yg mendukung kebenaran paham mazhab Syiah sesungguhnya menunjukan kebenaran mazhab Syiah.

>Tapi saya sudah kadung "janji" sama Pak Warsono,
>untuk "tidak melanjutkan" diskusi ini. Karena saya berkeyakinan, seperti
>sudah saya ungkapkan dalam kata pengantar tulisan "Tentang Syi'ah" ini,
>bahwa "ujung" diskusi ini "pasti" akan bermuara pada keyakinan kita
>masing-masing, bahwa antara Syi'ah dan Ahlus-Sunnah tidak "compatible" (dan
>masing-masing kita kemudian akan saling membacakan ayat "Lanaa a'maluna wa
>lakum a'malukum" itu).

Saya berpendapat bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah dua2 nya adalah Islam. Sehingga saya tidak setuju kalau di katakan bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah tidak "compatible".
Bosnia yg Muslim Ahlus Sunnah itu mendapat bantuan senjata loh dari Iran ketika berperang melawan Serbia, dan Sudan bekerja sama erat loh dengan Iran.

>Jadi sebelum para "polantas isnet" (itu lho, Mas Koencoro dkk.),
>mengeluarkan "surat tilang"nya untuk kita - terutama kalau kita tiba-tiba
>jadi "terlalu bersemangat" dalam diskusi ini - saya cenderung untuk
>mengikuti saja saran Pak Warsono itu ...

Saya dari awal memang tidak ada niat untuk mengadakan diskusi Syiah di mailing list ini. Saya dari awal hanya menanggapi sesuai kemampuan saya terhadap posting2 yg mengatakan mazhab Syiah itu kafir , sesat, dan lain sebagainya.
Saya berharap di masa mendatang tidak ada satu orang pun di mailing list yg terhormat ini yg mengatakan Syiah sebagai kafir dan sesat.

Wassalam
Apriyano

From: Funny People

To: Islam

Sent: Wednesday, August 25, 1999 9:16 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Terus terang saya sebetulnya setengah hati saja berdiskusi tentang syiah,
salah satunya karena saya yakin pada akhirnya kalau diteruskan akan muncul
seperti yang dinyatakan oleh akh Apriyano sbb:
==========
Saya sudah banyak mengutib sermon2 ,letter2, dan argument2 Ali (as), Fatima
(as), Ibn Abbas (ra), Hasan (as), dan Husayn (as) yg semuanya menyatakan
bahwa Abu Bakar (ra), Umar (ra), dan Usman (ra) telah mengambil hak ke
khalifahan Ali (as). Namun tampaknya saudara Hamzah sama sekali cuek atau
tidak menaruh perhatian terhadap nash2 tersebut..Itulah yg di namakan
selective perception. Yaitu hanya mau menerima sesuatu yg sesuai dengan
keyakinannya. Selain itu yg menarik, Saudara Hamzah juga keliatan cuek
terhadap argument2 saya. Dan saudara sama sekali tidak berusaha untuk
mengajukan argument tandingan. Saudara hanya mengulang lagi keyakinan
saudara. Namun saya bisa memaklumi itu mungkin di sebabkan karena
keterbatasan sumber anda, yaitu mungkin buku yg anda sebutkan di posting
anda terakhir. Walaupun begitu, baiklah, saya akan memberikan bukti bahwa
Umar (ra) memaksa Ali (as) untuk membaiat Abu Bakar (ra) melalui sumber2
Ahlus Sunnah.

==========
Lihat tuduhan mengenai SELECTIVE PERCEPTION dan lain-lain yang dilayangkan
ke FUNNY PEOPLE ini,
padahal pada posting yang lain beliau mengatakan:
==========
Saya akan mengutib kembali apa yg sudah saya tulis di posting sebelumnya
mengenai sikap Syiah terhadap hadith. Mazhab Syiah hanya berpegang
pada hadith2 yg di riwayatkan oleh
Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Mazhab Syiah juga bisa menggunakan
hadith2 yg diriwayatkan oleh sahabat2 yg lain asal tidak bertentangan
dengan hadith yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasulullah (saw).
Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt
Rasullah (saw) karena Syiah menganggap Ahlul Bayt lah adalah penjaga
dan pelindung Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg murni. Menurut mazhab
Syiah, setelah Rasulullah (saw) meninggal, hanya dari Ahlul Bayt
lah kita bisa mendapatkan Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg terjaga
dan jauh dari penyimpangan dan penyelewengan. Itulah sebabnya mazhab
Syiah percaya bahwa hadith2 atau tarikh2 Ahlus Sunnah yg mendukung
kebenaran paham mazhab Syiah sesungguhnya menunjukan kebenaran mazhab Syiah.
==========
And so menurut saya AND THE SAME GOES FOR YOU. Saya memang cenderung tidak
banyak memberi komentar pada nash-nash yang saya ajukan karena saya yakin
rekan-rekan sudah cukup mampu memahaminya sendiri dari teksnya.

Ketika ada kritik tentang deviasi pemberian arti saya memang cuek, karena
bukan dikembalikan ke bahasa arabnya tetapi ke terjemahan Inggrisnya.

SELECTIVE PERCEPTION yang lain menurut saya misalnya terlihat pada komentar
akh Apriyano sbb:
==========
>"Sungguh tiada keinginanku untuk menjadi khalifah, ataupun cenderung pada
>kekuasaan seperti itu, tetapi kalian telah mengangkat dan membebani aku
>(dengan tanggung jawab tersebut)." [Nahjul Balaghah, hal 322]

Kalimat di atas adalah bagian dari sermon Imam Ali (as) yg di tujukan kepada
Talhah and az-Zubayr. Kalimat tersebut menyebutkan keberatan Imam Ali
menerima kursi ke khalifahan setelah Uthman (ra) meninggal. Ketika Uthman
(ra) meninggal, beliau merasa berat untuk di jadikan khalifah, karena
mengetahui bahwa kursi ke khalifahannya akan di jadikan banyak orang as the
means for securing their worldly ends. Namun bukan berarti Imam Ali (as)
telah melupakan hak nya atas ke khalifahan ...
==========
Kalau memang ada nash yang tegas mengenai Imamah untuk Ali dari Rasulullah
(Allah), aneh sekali bagi saya untuk bisa menerima pernyataan Ali ra.
"TETAPI KALIAN TELAH MENGANGKAT DAN MEMBEBANI AKU (DENGAN TANGGUNG JAWAB
TERSEBUT). Ooops ... kalau memang ada nash yang tegas, artinya WAJIB bagi
Ali r.a. untuk menerima hal itu. Mosok sih beliau sampai keberatan dan
bahkan menyatakan mereka yang membebankan tanggung jawab tersebut kepadanya.
BTW terserah kita masing-masing lah.

Baiklah akh Apriyano saya akan buka kembali diskusi ini dengan sebuah
pertanyaan:

MENURUT ANTUM APA HUKUMNYA BAGI ORANG YANG TIDAK MENGIMANI ADANYA NASH YANG
TEGAS MENGENAI IMAMAH BAGI ALI (DAN 11 YANG LAINNYA)

Untuk tidak melebar kemana-mana mohon rujukan kita batasi dulu pada kitab Al
Kafii, insya Allah kalau diperlukan saya (with a great help from my friends)
bisa mengusahakan untuk merujuk langsung kepada kitab aslinya.

Untuk Tarikh Tobari sementara saya kutipkan komentar dari seorang teman:

Maaf belum sempat nyari. tapi dari judul maraji' (Tarikh Tobari) sudah
dapat ditebak. Jika memang dia benar dalam menerjemah, maka kemungkinan yang
diambil riwayatnya Abi Mihnaf. Sedangkan Abi Mihnaf itu sendiri adalah
Syi'ah (kesepakatan Ahli Hadits), yang kebetulan Thobari banyak menukilnya.
itulah sebabnya Thobari sendiri ada yang menjuluki Mutasyayyi' yasir
(sedikit terpengaruh syi'ah). Meskipun Ulama' tetap bersepakat bahwa beliau
adalah Ahlus Sunnah. Memang dalam tafsir beliau banyak juga hadits dla'if.
Namun semua itu masih dapat ditolelir karena memang kondisi beliau begitu.
Pak Hamzah, sebenarnya di Jakarta ada buku disertasi yang khusus membahas
ini
(tebal sekali). yang membahas tentang riwayat-riwayat syi'ah dalam tafsir
Thobari. Sayang di Solo tidak ada.

So who is doing SELECTIVE PERCEPTION :-) Naturally all of us then :-) and so
have fun with it as FUNNY PEOPLE always do.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah

From: Abu Al Fatih

To: Apriyano Sudaryo ;

Cc: Funny People ; Nadirsyah Hosen

Sent: Tuesday, August 31, 1999 11:26 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis

>
> Saya belum pantas di sebut "Pak". Saya masih kuliah dan masih bujangan
juga.

Baiklah "Dik" Apriyano,
saya tanggapi sedikit respon Dik Apri di bawah ini (kapan nih rencana Dik
Apri untuk menikah dan menjadi "bapak" ?).

Abu Al Fatih:
> >Sungguh "menarik" bukan,
> >Bahwa terdapat riwayat-riwayat yang "sepertinya mendukung" paham Syi'ah
> >dalam kitab-kitab ahlus-sunnah yg justru "diragukan" oleh penganut Syi'ah
?
> >Bila memang penganut Syi'ah sudah mulai "konsisten" dalam menerima
> >"kebenaran" rujukan kitab-kitab hadits ahlus-sunnah, saya akan segera
> >melengkapi argumen-argumen Pak Apriyano itu dgn riwayat-riwayat "lain"
> >tentang peristiwa Saqifah, bai'at Imam Ali k.w. kepada Khalifah Rasul Abu
> >Bakar r.a., dll. itu ...

Dik Apriyano:
> Saya akan mengutib kembali apa yg sudah saya tulis di posting sebelumnya
> mengenai sikap Syiah terhadap hadith. Mazhab Syiah hanya berpegang
> pada hadith2 yg di riwayatkan oleh
> Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Mazhab Syiah juga bisa menggunakan
> hadith2 yg diriwayatkan oleh sahabat2 yg lain asal tidak bertentangan
> dengan hadith yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasulullah (saw).
> Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt
> Rasullah (saw) karena Syiah menganggap Ahlul Bayt lah adalah penjaga
> dan pelindung Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg murni. Menurut mazhab
> Syiah, setelah Rasulullah (saw) meninggal, hanya dari Ahlul Bayt
> lah kita bisa mendapatkan Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg terjaga
> dan jauh dari penyimpangan dan penyelewengan. Itulah sebabnya mazhab
> Syiah percaya bahwa hadith2 atau tarikh2 Ahlus Sunnah yg mendukung
> kebenaran paham mazhab Syiah sesungguhnya menunjukan kebenaran mazhab
Syiah.

Abu Al Fatih:
Dengan tulisan di atas ini sebenarnya Dik Apri sudah "membenarkan" statement
saya bahwa Syi'ah "tidak compatible" dgn Ahlus-Sunnah.

Dibawah ini saya salinkan tulisan Dr.Musthofa As-Siba'i dalam buku As-Sunnah
wa Makanatuha fi Tasyri Al Islami, sebagai "semacam-penegasan" bahwa
keduanya memang "tidak-compatible".

(Salinan di bawah ini adalah Edisi Terjemahan oleh CV Diponegoro Bandung,
Cetakan ke-3 Tahun 1990. Lihat Bagian Kedua : Tantangan Terhadap As Sunnah
Dalam Berbagai Masa, Bab V : As Sunnah Menurut Versi Syi'ah dan Khawarij,
halaman 204-205)

----------
Kaum Syi'ah telah mengecilkan penetapan Jumhur Ulama tentang keshahihan
hadits, bahkan mereka memandangnya sebagai kebohongan dan kepalsuan,
terutama hadits yang berisikan keutamaan para shahabat yang menentang Syi'
ah.

Mereka tidak menerima hadits yang diriwayatkan ahlu sunnah, kecuali yang
diriwayatkan oleh tokoh-tokoh yang ma'shum terjamin menurut anggapan mereka.
Oleh karena itu kaum Syi'ah telah menetapkan palsu terhadap riwayat yang
menurut jumhur ahli hadits, termasuk hadits yang paling shahih, misalnya
yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyatakan bahwa Nabi Saw. telah
memerintahkan untuk menutup semua pintu yang menghubungkan rumah para
shahabat dengan Masjid, kecuali pintu Abu Bakar. Menurut Jumhur Ulama,
hadits ini telah memenuhi persyaratan ke-shahihan sesuai dengan hasil
penelitian ilmiah. Riwayat ini menurut pendapat kaum Syi'ah telah
dipalsukan. Mereka beranggapan bahwa riwayat tersebut seharusnya menyatakan
bahwa Nabi Saw. memerintahkan untuk menutup seluruh pintu kecuali pintu
(dari rumah) Ali.

Contoh lain yang sebaliknya yaitu riwayat "Ghadir Khum". Hadits ini
merupakan tonggak penopang seluruh madzhab Syi'ah, bahkan merupakan soko
gurunya. Pandangan para shahabat mengenai riwayat "Ghadir Khum" merupakan
simpul pangkal keraguan golongan Syi'ah terhadap shahabat dan Khalifah yang
tiga. Sedang Ahlu Sunnah menganggap bahwa riwayat "Ghadir Khum" itu
dibuat-buat oleh golongan Syi'ah. Dasar dari anggapan ini ialah tuduhan
bahwa golongan Syi'ah bermaksud memberikan bungkus halus akan serangan serta
tuduhan kepada shahabat Rasulullah Saw. Palsu tidaknya riwayat ini dapat
diuji dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan Ulama Jumhur seperti telah
dibahas dimuka. Pendirian yang netral akan sejalan dengan Jumhur Ulama
karena menurut akal sehat jumhur shahabat tidak mungkin menyembunyikan
masalah wasiat yang diaku-aku oleh golongan Syi'ah. Demikian pula mustahil
shahabat bersepakat mengabaikan haq serta menyembunyikan perintah Rasulullah
Saw.

Bukankah mereka dengan ikhlash telah mengorbankan segalanya untuk
menyebarluaskan agama Allah serta menjalankan hukum Nya dengan sempurna ?
Bahkan mereka tidak takut dituntut atau dihukum dalam menunjukkan kebenaran.

Seperti diketahui, mengingkari Rasul dengan sengaja termasuk dosa dan fasiq
bahkan menjadi kufur apabila menghalalkannya. Betapa mengejutkan sekiranya
seluruh shahabat Rasulullah Saw sampai berani berdusta atas nama beliau
dengan jalan menggelapkan wasiatnya kepada Ali. Jadilah seluruh shahabat itu
fasiq atau kafir ? Bagaimana mungkin kita tenteram memeluk agama yang
disampaikan melalui mereka ? Pantaskah bagi Rasulullah mempunyai shahabat
yang semuanya pendusta dan penipu, yang sepakat menyembunyikan kebenaran dan
memusuhi pewarisnya ?

Mengenai masalah-masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari seperti
maskawin, jual beli di saat khatib mengucapkan khutbah jum'at - mereka siap
berqurban. Apalagi mengenai wasiat Rasulullah Saw kepada shahabat yang
isinya menerangkan siapa penerus Khalifah setelah beliau wafat ?
----------

Abu Al Fatih:
> >Tapi saya sudah kadung "janji" sama Pak Warsono,
> >untuk "tidak melanjutkan" diskusi ini. Karena saya berkeyakinan, seperti
> >sudah saya ungkapkan dalam kata pengantar tulisan "Tentang Syi'ah" ini,
> >bahwa "ujung" diskusi ini "pasti" akan bermuara pada keyakinan kita
> >masing-masing, bahwa antara Syi'ah dan Ahlus-Sunnah tidak "compatible"
(dan
> >masing-masing kita kemudian akan saling membacakan ayat "Lanaa a'maluna
wa
> >lakum a'malukum" itu).

Dik Apriyano:
> Saya berpendapat bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah dua2 nya adalah Islam.
> Sehingga saya tidak setuju kalau di katakan bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah
tidak "compatible".

Abu Al Fatih:
Dik Apri "tidak setuju" tapi Dik Apri sendiri "membenarkan" ...
Bagaimana nih Dik Apri ... ?

Dik Apriyano:
> Bosnia yg Muslim Ahlus Sunnah itu mendapat bantuan senjata loh dari
> Iran ketika berperang melawan Serbia, dan Sudan bekerja sama erat loh
dengan Iran.

Abu Al Fatih:
Tentang "bantuan" dan "kerjasama" itu saya yakin Dik Apri tidak keliru.
Bahkan Iran pun mendapat "bantuan" senjata dari Amerika (dalam kasus Iran
Kontra). Afghanistan juga mendapat "bantuan" senjata dari Amerika ketika
jihad melawan Rusia.
Lalu tentang "kerjasama" ... Negara mana yg tidak punya hubungan dagang dgn
Amerika dan Eropa sekarang ini ? (bukankah dibawah pimpinan Khatami sekarang
Iran lebih terbuka dalam hubungan dagang dgn negara-negara yg dijuluki
Khomeini sbg "Syaithan Kabir" itu ?)

Lalu adakah "bantuan" dan "kerjasama" itu menunjukkan "compatibilitas"
antara masing-masing negara tsb. ?

Saya yakin jawabannya adalah "Ya" ... bila yg dimaksud "compatible" adalah
adanya "semacam kesamaan kepentingan", yg dapat ditolelir oleh "batas-batas
kehalalan bermu'amalah" oleh masing-masing sistem keyakinan (ini bisa lebih
jelas bila kita membingkainya dalam tema diskusi seputar "Kalimatun Sawa",
"Pluralitas" dan "Pluralisme" menurut Islam).

Dan jawabannya menjadi "Tidak" ... bila metodologi hadits dalam paham Syi'ah
seperti yg Dik Apri kemukakan di atas (dan dipertegas oleh Dr.Musthofa
As-Siba'i) ingin dijadikan sebagai "wasilah-untuk-compatibilitas" dengan
Ahlus-Sunnah.

Abu Al Fatih:
> >Jadi sebelum para "polantas isnet" (itu lho, Mas Koencoro dkk.),
> >mengeluarkan "surat tilang"nya untuk kita - terutama kalau kita tiba-tiba
> >jadi "terlalu bersemangat" dalam diskusi ini - saya cenderung untuk
> >mengikuti saja saran Pak Warsono itu ...

Dik Apriyano:
> Saya dari awal memang tidak ada niat untuk mengadakan diskusi Syiah
> di mailing list ini. Saya dari awal hanya menanggapi sesuai kemampuan
> saya terhadap posting2 yg mengatakan mazhab Syiah itu kafir , sesat, dan
lain sebagainya.
> Saya berharap di masa mendatang tidak ada satu orang pun di mailing
> list yg terhormat ini yg mengatakan Syiah sebagai kafir dan sesat.

Abu Al Fatih:
Saya pun "berharap" bahwa penganut paham Syi'ah akan "berhenti"
meng-kafir-kan Shahabat Rasulullah r.a., baik secara eksplisit maupun
implisit (dgn mengatakan bahwa mereka mengkhianati wasiat Rasulullah saw
pada hari wafatnya).

Bagaimana Dik Apriyano, "harapan" saya berlebihan ndak tuh ... ?

Wassalam

Abu Al Fatih

http://get.to/fatih
abu_fatih@hotmail.com
aws99@indosat.net.id

From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Tuesday, August 31, 1999 11:30 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

On Wed, 25 Aug 1999 09:16:52 Funny People wrote:
>Lihat tuduhan mengenai SELECTIVE PERCEPTION dan lain-lain yang dilayangkan
>ke FUNNY PEOPLE ini,
>padahal pada posting yang lain beliau mengatakan:
>==========
>Saya akan mengutib kembali apa yg sudah saya tulis di posting sebelumnya
>mengenai sikap Syiah terhadap hadith. Mazhab Syiah hanya berpegang
>pada hadith2 yg di riwayatkan oleh
>Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Mazhab Syiah juga bisa menggunakan
>hadith2 yg diriwayatkan oleh sahabat2 yg lain asal tidak bertentangan
>dengan hadith yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasulullah (saw).
>Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt
>Rasullah (saw) karena Syiah menganggap Ahlul Bayt lah adalah penjaga
>dan pelindung Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg murni. Menurut mazhab
>Syiah, setelah Rasulullah (saw) meninggal, hanya dari Ahlul Bayt
>lah kita bisa mendapatkan Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg terjaga
>dan jauh dari penyimpangan dan penyelewengan. Itulah sebabnya mazhab
>Syiah percaya bahwa hadith2 atau tarikh2 Ahlus Sunnah yg mendukung
>kebenaran paham mazhab Syiah sesungguhnya menunjukan kebenaran mazhab Syiah.
>==========
>And so menurut saya AND THE SAME GOES FOR YOU. Saya memang cenderung tidak
>banyak memberi komentar pada nash-nash yang saya ajukan karena saya yakin
>rekan-rekan sudah cukup mampu memahaminya sendiri dari teksnya.

Apa yg saya tulis di atas adalah keyakinan umat Syiah, bahwa hadith2 yg diriwayatkan dari jalur Ahlus Sunnah as long as they are not against hadith2 yg diriwayatkan Ahlul Bayt, bisa di yakini dan di gunakan. Coba anda lihat tafseer Al-Mizan, tafseer Quran yg di buat oleh ulama Syiah terkenal, Allama Sayyid Muhammad Husein Tabatabai, di samping hadith2 yg di riwayatkan Ahlul Bayt beliau juga menggunakan hadith2 yg di riwayatkan Ahlus Sunnah yg tidak bertentangan dengan hadith2 yg diriwayatkan Ahlul Bayt. Sedangkan ulama2 Ahlus Sunnah, saya tidak yakin mereka akan merujuk hadith2 Syiah dalam kitab2 mereka (dan terus terang saya belum pernah lihat). Mereka hanya mengutib hadith Syiah dalam buku mereka yg ditujukan untuk memfitnah dan menyerang Syiah. Dan buruknya, mereka mengutib yg isnad nya weak, atau mengutib sepotong2 kalimat (seperti yg buku saudara Hamzah ajukan), atau malah kadang2 terdapat kata2 yg berbeda cukup mencolok dari aslinya (seperti pada dua nash yg buku saudara Hamzah ajukan dan kata2 Imam Khumaini di Hukumat Islamiyah yg buku saudara Sigit ajukan). Dan lihatlah, betapa kocaknya (atau betapa jahatnya?) ketika mereka memfitnah bahwa Syiah mempunyai Al Quran yg berbeda dengan mengutib adanya Mushaf Fatima oleh Ahlul Bayt. Padahal sudah jelas di hadith2 Syiah bahwa Mushaf Fatima itu bukan Al Quran tapi adalah kitab yg di diktekan Rasulullah (saw) terhadap Fatima (as) yg berisi mengenai peristiwa2 yg akan datang.
Jadi sekarang siapakah yg sebenarnya SELECTIVE PERCEPTION?

>Ketika ada kritik tentang deviasi pemberian arti saya memang cuek, karena
>bukan dikembalikan ke bahasa arabnya tetapi ke terjemahan Inggrisnya.
>
>SELECTIVE PERCEPTION yang lain menurut saya misalnya terlihat pada komentar
>akh Apriyano sbb:
>==========
>>"Sungguh tiada keinginanku untuk menjadi khalifah, ataupun cenderung pada
>>kekuasaan seperti itu, tetapi kalian telah mengangkat dan membebani aku
>>(dengan tanggung jawab tersebut)." [Nahjul Balaghah, hal 322]
>
>Kalimat di atas adalah bagian dari sermon Imam Ali (as) yg di tujukan kepada
>Talhah and az-Zubayr. Kalimat tersebut menyebutkan keberatan Imam Ali
>menerima kursi ke khalifahan setelah Uthman (ra) meninggal. Ketika Uthman
>(ra) meninggal, beliau merasa berat untuk di jadikan khalifah, karena
>mengetahui bahwa kursi ke khalifahannya akan di jadikan banyak orang as the
>means for securing their worldly ends. Namun bukan berarti Imam Ali (as)
>telah melupakan hak nya atas ke khalifahan ...
>==========
>Kalau memang ada nash yang tegas mengenai Imamah untuk Ali dari Rasulullah
>(Allah), aneh sekali bagi saya untuk bisa menerima pernyataan Ali ra.
>"TETAPI KALIAN TELAH MENGANGKAT DAN MEMBEBANI AKU (DENGAN TANGGUNG JAWAB
>TERSEBUT). Ooops ... kalau memang ada nash yang tegas, artinya WAJIB bagi
>Ali r.a. untuk menerima hal itu. Mosok sih beliau sampai keberatan dan
>bahkan menyatakan mereka yang membebankan tanggung jawab tersebut kepadanya.
>BTW terserah kita masing-masing lah.

Makanya saya kan sudah bilang, baca seluruh sermon2 Imam Ali yg sudah saya postingkan kemarin ini, baik mengenai pembai'atan beliau setelah Uthman (ra) meninggal maupun pidato2 beliau ketika sudah menjabat khalifa. Anda kok berkutet pada sepotong kalimat ini saja.
Selain itu, ada kesalahan pemahaman yg mendasar yg biasa dimiliki kaum Sunni terhadap pemahaman kekhilafahan Ali (as) oleh Syiah. Syiah mempercayai bahwa Allah dan Rasulnya telah menunjuk Ali (as) sebagai Imam, Mawla, dan Wali sesudah Rasulullah (saw). Imam ini mempunyai pengertian yg jauh lebih luas daripada khalifa (kepala negara). Ke khilafahan adalah adalah hanya salah satu mean atau cara dalam melaksanakan tugas2 seorang Imam. Seorang Imam bisa saja tidak mengambil fungsi Khalifa jika di pandang pada kondisi tertentu hal tersebut akan merugikan umat Islam, walaupun khalifa adalah hak penuh seorang Imam. Sebagai contoh ingatlah ketika Imam Ali (as) menolak tawaran Abu Sufyan yg menyatakan siap untuk menyediakan pasukan dan senjata untuk memerangi Abu Bakr ketika Abu Sufyan mendengar bahwa Abu Bakr telah menjadi khalifa dan Ali (as) telah di oppress. Imam Ali (as) mengetahui bahwa Abu Sufyan adalah seorang hypocrite, dia mendukung Imam Ali (as) sebenarnya hanya untuk mengembalikan kejayaan clan nya saja. (Ahlus Sunah references: Sibt ibn al-Jawzi, Tadhkirah, bab 6, 137; al-Tabarsi, al-'Ihtijaj, I, 127; al-Bayhaqi, al-Mahasin, II, 139). Concern terhadap worldly motive para pembai'at Ali (as) lah yg menyebabkan beliau berkeberatan untuk menjabat khalifa sesudah Uthman meninggal, dan ternyata peristiwa2 berikutnya membuktikan hal tersebut (lihatlah tarikh2 mengenai pemberontakan Talha, Zubayr, dan pengikut2 nya).

>Baiklah akh Apriyano saya akan buka kembali diskusi ini dengan sebuah
>pertanyaan:
>
>MENURUT ANTUM APA HUKUMNYA BAGI ORANG YANG TIDAK MENGIMANI ADANYA NASH YANG
>TEGAS MENGENAI IMAMAH BAGI ALI (DAN 11 YANG LAINNYA)
>
>Untuk tidak melebar kemana-mana mohon rujukan kita batasi dulu pada kitab Al
>Kafii, insya Allah kalau diperlukan saya (with a great help from my friends)
>bisa mengusahakan untuk merujuk langsung kepada kitab aslinya.

Menurut saya orang tersebut adalah Muslim. Bacalah buku Keadilan Ilahi karya Murtadha Muthahari.

>Untuk Tarikh Tobari sementara saya kutipkan komentar dari seorang teman:
>
>Maaf belum sempat nyari. tapi dari judul maraji' (Tarikh Tobari) sudah
>dapat ditebak. Jika memang dia benar dalam menerjemah, maka kemungkinan yang
>diambil riwayatnya Abi Mihnaf. Sedangkan Abi Mihnaf itu sendiri adalah
>Syi'ah (kesepakatan Ahli Hadits), yang kebetulan Thobari banyak menukilnya.
>itulah sebabnya Thobari sendiri ada yang menjuluki Mutasyayyi' yasir
>(sedikit terpengaruh syi'ah). Meskipun Ulama' tetap bersepakat bahwa beliau
>adalah Ahlus Sunnah. Memang dalam tafsir beliau banyak juga hadits dla'if.
>Namun semua itu masih dapat ditolelir karena memang kondisi beliau begitu.
>Pak Hamzah, sebenarnya di Jakarta ada buku disertasi yang khusus membahas
>ini (tebal sekali). yang membahas tentang riwayat-riwayat syi'ah dalam tafsir
>Thobari. Sayang di Solo tidak ada.

Maaf, tapi bukankah Ahlus Sunnah references saya tidak hanya Tarikh Tabari. Baca kembali references2 saya. Selain itu kalau Abi Mihnaf itu seorang Syiah, so ? Saya bisa menamakan paling tidak seratus nama perawi Syiah yg di gunakan oleh 6 kitab sahih shitah (6 kitab hadith utama Ahlus Sunnah) dan kitab2 hadith Ahlus Sunnah yg lain. Dan saya pernah membaca paling tidak ada 300 perawi Syiah yg di gunakan kitab2 Ahlus Sunnah.

Saya mau ngikutin gaya kalimatnya saudara Hamzah ah :)
So who is doing SELECTIVE PERCEPTION :-) Naturally bukan kaum Syiah then :-)

Wassalam
Apriyano

From: Abu Al Fatih

To:

Cc: Jailani Ibrahim ; Funny People ; Apriyano Sudaryo

Sent: Tuesday, August 31, 1999 11:56 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Assalamu 'alaikum wr.wb.

Mas Hamzah dan Dik Apriyano,
saya "nimbrung" dikit aja, boleh ya ... ?

Dik Apriyano:
> Dan lihatlah, betapa kocaknya (atau betapa jahatnya?) ketika
> mereka memfitnah bahwa Syiah mempunyai Al Quran yg berbeda
> dengan mengutib adanya Mushaf Fatima oleh Ahlul Bayt. Padahal
> sudah jelas di hadith2 Syiah bahwa Mushaf Fatima itu bukan Al
> Quran tapi adalah kitab yg di diktekan Rasulullah (saw) terhadap
> Fatima (as) yg berisi mengenai peristiwa2 yg akan datang.

Di titik ini saya melihat perbedaan madzhab Syi'ah Dik Apriyano dan Pak
Jailani Ibrahim (yg ini ndak pa-pa saya panggil Bapak kan ?).

Dalam madzhab Syi'ah Pak Jailani,
bukan saja beliau "membenarkan" adanya Qur'an Mushaf Fatimah, tetapi juga
bahkan "mencoba-meyakinkan" bahwa Ahlus-Sunnah pun punya "Qur'an lain"
selain Mushaf Utsmani ...

Pak Jailani Ibrahim:
> Bagaimana dengan ratusan ayat Al-Quran yang hilang, Dua Surah
> yang tersimpan di Benak Abu Musa Al-Asy'ari, Surat Qunut yang
> dibaca Umar, Ayat lima susuan yang diceritakan Aisyah setelah
> Nabi SAW wafat masih dibaca oleh para sahabat, seperti yang
> dituturkan para perawi Hadist Shahih Ahlussunnah. Tetapi
> semuanya itu tidak dijumpai di dalam Al-Quran yang dipegang Umat
> Islam saat ini.
>
> Cerita Ahlussunnah menuduh Syiah punya Quran sendiri mirip cerita
> 'maling teriak maling'.

Bagaimana ini Dik Apriyano ... ?
Jelaskan dong ke Pak Jailani bahwa beliau itu "keliru" ...

Dan untuk melengkapi "wacana" ini,
saya salinkan di bawah ini tulisan Dr. Manna Khali al-Qattan dalam buku
Mabahits Fii 'Ulumil-Qur'an (Edisi Terjemahan oleh Penerbit PT Pustaka
Litera Antar Nusa, Cetakan Pertama Tahun 1992. Lihat Bab Pengumpulan dan
Penertiban Qur'an halaman 207).

-------
Segolongan Syi'ah ekstrim menuduh bahwa Abu Bakar, Umar dan Usman telah
mengubah Qur'an serta menggugurkan beberapa ayat dan surahnya. Mereka (Abu
Bakar cs.) telah mengganti dengan lafal Ummatun hiya arba' min ummatin -
"Satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain" (an-Nahl
[16]:92), yang asalnya adalah: A'immatun hiya azka min a'immatikum -
"Imam-imam yang lebih suci daripada imam-imam kamu", mereka juga
menggugurkan dari surah Ahzab ayat-ayat mengenai keutamaan "Ahlul Bait" yang
panjangnya sama dengan surah al-An'am, dan menggugurkan pula surah mengenai
kekuasaan (al-wilayah) secara total dari Qur'an.

Terhadap golongan ini dapat dikemukakan bahwa tuduhan tersebut adalah batil,
omong kosong yang tanpa dasar dan tuduhan yang tanpa bukti. Bahkan
membicarakannya merupakan suatu kebodohan. Selain itu, sebagian ulama Syi'ah
sendiri cuci tangan dari anggapan bodoh semacam ini. Dan apa yang diterima
dari Ali, orang yang mereka jadikan tumpuan (tasyayu') bertentangan dengan
hal tersebut dan bahkan menunjukkan terjadinya kesepakatan (ijma') mengenai
kemutawatiran Qur'an yang tertulis dalam mushaf. Diriwayatkan bahwa Ali
mengatakan mengenai pengumpulan Qur'an oleh Abu Bakar: "Manusia yang paling
berjasa bagi mushaf-mushaf Qur'an adalah Abu Bakar, semoga Allah melimpahkan
rahmat kepadanya, karena dialah orang pertama yang mengumpulkan Kitabullah."
Ali juga mengatakan berkenaan dengan pengumpulan Qur'an oleh Usman: "Wahai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah. Jauhilah sikap berlebihan
(bermusuhan) terhadap Usman dan perkataanmu bahwa dialah yang membakar
mushaf. Demi Allah, ia membakarnya berdasarkan persetujuan kami,
sahabat-sahabat Rasulullah." Lebih lanjut ia mengatakan: "Seandainya yang
menjadi penguasa pada masa Usman adalah aku, tentu aku pun akan berbuat
terhadap mushaf-mushaf itu seperti yang dilakukan Usman."

Apa yang diriwayatkan dari Ali sendiri ini telah membungkam para pendusta
yang mengira bahwa mereka adalah para pembela Ali, sehingga mereka berani
berperang untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui karena kefanatikannya yang
membuta kepada Ali, sedang Ali sendiri lepas tangan dari mereka.

(Lihat Manahilul 'Irfan, Jilid 1, halaman 464).

-------

Wassalam

Abu Al Fatih

From: Abu Al Fatih

To:

Cc: Jailani Ibrahim ; Funny People ; Apriyano Sudaryo

Sent: Tuesday, August 31, 1999 1:25 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Waahh barusan saya mampir di hp nya Mas Hamzah
(http://members.tripod.com/~elfaruq) dan membaca artikel tentang Syi'ah dan
Qur'an. Mungkin ini juga relevan dgn pertanyaan Dik Apriyano itu ya ?

Dik Apriyano:
> Dan lihatlah, betapa kocaknya (atau betapa jahatnya?) ketika
> mereka memfitnah bahwa Syiah mempunyai Al Quran yg berbeda
> dengan mengutib adanya Mushaf Fatima oleh Ahlul Bayt. Padahal
> sudah jelas di hadith2 Syiah bahwa Mushaf Fatima itu bukan Al
> Quran tapi adalah kitab yg di diktekan Rasulullah (saw) terhadap
> Fatima (as) yg berisi mengenai peristiwa2 yg akan datang.

Kulo nuwon nih Mas Hamzah,
saya yang menyalinkan artikel itu di sini.
(utk para "security-isnet", saya janji ini e-mail terakhir saya hari ini.
Sudah melampaui kuota ya ?)

Wassalam

Abu Al Fatih

----------
Syi'ah dan Al Qur'an

Dr. Ihsan Ilahi Zhahier

Soal pokok yang menjadi titik perselisihan terpenting antara kaum
Sunnah dan Syi'ah ialah, bahwa semoa golongan kaum Muslimin di kalangan
Ahlus-Sunnah meyakini sepenuhnya, bahwa Al Qur'anul Karim yang diturunkan
Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw adalah Kitab Suci terakhir
yang diturunkan bagi segenap ummat manusia. Semua kaum Muslimin kecuali kaum
Syi'ah meyakini sepenuhnya bahwa Al Qur'an tidak pernah terkena perubahan
dan penggantian.
Bukan hanya itu saja, tetapi juga tidak akan pernah terkena perubahan atau
revisi apapun juga hingga hari kiamat tiba. Al Qur'an akan tetap sebagai
penguji kebenaran kitab-kitab suci yang lain, karena Allah sendirilah yang
menjamin terpeliharanya Al Qur'an dari segala bentuk penggantian,
pengubahan, pengurangan dan penambahan. Tidak seperti kitab-kitab suci yang
lain di masa silam, yaitu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim as dan Nabi
Musa AS, Zabur dan Injil dan lain-lain.
Semua kitab suci tersebut sepeninggal para Nabi dan Rasul yang bersangkutan
tidak terhindar dari penambahan dan pengurangan. Mengenai terpeliharanya dan
terjaganya Al Qur'an dari kemungkinan seperti itu, Allah SWT telah
menegaskan dalam firman-Nya:

"Sungguh, Kamilah yang menurunkannya (Al Qur'an) dan
kamilah yang menjaganya." [Al Hijr: 9]

"Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya
(ayat-ayat Al Qur'an) dan membacakannya, maka apabila
telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian
Kamilah yang akan menjelaskannya." [Al Qiyamah: 17,18,
19]

"Tidak disentuh oleh kebatilan dari depan ataupun dari
belakang (secara terang-terangan ataupun secara
samar-samar). Ia (Al Qur'an) diturunkan oleh Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji." [Fushshilat: 42]

Tidak meyakini terpelihara dan terjaganya Al Qur'an dari pengubahan,
penggantian, pengurangan dan penambahan, menyeret ke arah sikap ingkar
terhadapnya dan melumpuhkan syari'at agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad
saw. Sebab sikap tidak meyakini kemurnian Al Qur'an memberi kesempatan
kepada fikiran manusia untuk menilai kemungkinan terjadinya pengubahan,
penggantian, pengurangan dan penambahan terhadap ayat-ayat suci Al Qur'an.
Padahal sikap sedemikian itu menghancurkan aqidah dan iman, sebab soal
keimanan tidak bisa lain harus dilandasi oleh aqidah dan keyakinan, bukan
oleh perkiraan dan kebimbangan.

Kaum Syi'ah sebaliknya. Mereka tidak meyakini kemurnian Al Qur'an yang
berada di tangan kaum Muslimin dewasa ini, sebagai kitab suci yang dijamin
kemurniaannya oleh Allah SWT. Mereka mempunyai keyakinan yang sama sekali
berlainan dengan keyakinan berbagai golongan dan madzhab Islam yang lain.
Mereka mengingkari semua nash shahih yang terdapat di dalam Al Qur'an dan
Sunnah. Mereka menentang ayat-ayat suci yang dianggapnya tidak dapat
diterima oleh akal fikiran dan tidak dapat dibuktikan dengan kenyataan.
Mereka bersikap congkak terhadap kebenaran dan tidak mengindahkannya.

Itulah sesungguhnya yang menjadi hakekat perselisihan antara Sunnah dan
Syi'ah, atau dengan perkataan yang lebih tegas: antara kaum Muslimin dan
kaum Syi'ah. [lihat catatan] Sebab seseorang tidak dapat disebut "Muslim"
kecuali jika ia meyakini sepenuhnya, bahwa Al Qur'anul Karim diturunkan
Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada seluruh umat
manusia.

Mengingkari kebenaran Al Qur'an tidak dapat diartikan lain kecuali
mendustakan Rasul Allah saw.

Di bawah ini kami kemukakan beberapa keterangan resmi tentang keyakinan
kaum Syi'ah mengenai Al Qur'an. Seorang ulama hadist terkemuka di kalangan
Syi'ah, Al Kaliniy, yang oleh mereka dianggap sejajar dengan Al Bukhari di
kalangan kaum Muslimin, mengetengahkan sebuah riwayat di dalam bukunya "Al
Kafiy Fil Ushul" sebagai berikut:

Dari Hisyam bin Salim, ia menerimanya dari Abu 'Abdullah
'alaihissalam yang mengatakan: "Al Qur'an yang dibawa
malaikat Jibril kepada Muhammad saw terdiri dari tujuh
belas ribu ayat." ["Al Kafiy Fil Ushul" Kitab Fadhul Qur'an,
Bab Nawadir, hal. 634 Jilid II, Cetakan Teheran 1381H]

Padahal sebagaimana diketahui oleh seluruh ummat Islam, ayat-ayat suci
Al Qur'an jumlahnya hanya enam ribu ayat lebih sedikit. Seorang ahli tafsir
Syi'ah, At Thibrisiy, dalam karangannya mengenai sebuah ayat suci dalam
Surah "Ad Dahr" mengatakan: "Ayat-ayat Al Qur'an seluruhnya berjumlah enam
ribu dua ratus tiga puluh enam ayat." [Tafsir "Majma'ul Bayan", oleh At
Thubrisiy, hal. 406 Jilid X, Cetakan Teheran 1374H]

Itu berarti kaum Syi'ah merasa kehilangan duapertiga ayat Al-Qur'an!
Mengenai hal ini Al Kafiy mengetengahkan sebuah riwayat dari Abu Bushair
yang mengatakan sebagai berikut:

Pada suatu hari aku datang ke rumah Abu 'Abdullah a.s.
Kukatakan kepadanya: "Aku ingin menanyakan suatu
persoalan, tapi apakah ada orang lain yang mendengarkan
kata-kataku?" Abu Abdullah kemudian mengangkat sebuah
aling-aling yang memisahkan rumahnya dari rumah orang
lain. Setelah melihat-lihat sebentar ia berkata:
"Tanyakanlah apa yang kau inginkan!" Aku mulai bertanya:
"Para pengikut anda mengatakan bahwasanya Rasul Allah
saw mengajarkan kepada Ali suatu Bab yang dapat
membuka seribu Bab (yakni: mengajarkan suatu ilmu yang
melahirkan seribu cabang ilmu). Benarkah itu?" Abu
Abdullah menjawab: "Ya, Rasul Allah telah mengajar Ali
seribu Bab yang masing-masing Bab-nya melahirkan seribu
Bab." Aku berkata kagum: "Demi Allah itulah ilmu!" "Hai Abu
Muhammad (nama panggilan Abu Bushair), kami
mempunyai sebuah jami'ah (kumpulan ayat-ayat Al
Qur'an), tahukah engkau apakah jami'ah itu" Aku
menyahut: "Tak tahulah aku." Abu Abdullah menerangkan:
"Sebuah Shahifah (kitab) panjangnya 70 hasta Rasul Allah
saw, diimlakan kepada Ali dari ucapan beliau dan ditulis
oleh Ali dengan tangan kanannya. Di dalamnya terdapat
segala hukum mengenai yang halal dan yang haram serta
segala sesuatu yang perlu diketahui oleh ummat manusia,
sampai soal mengenai kulit lecet." Ia lalu menyentuhkan
tangannya pada badanku, sambil berkata: "Kulit yang
lecet ini pun ada hukumnya!" Aku menyahut: "Demi Allah,
itu benar-benar ilmu!" Ia berkata: "Ya, itu ilmu yang tiada
taranya!" Ia diam beberapa saat, kemudian ia berkata:
"Kami mempunyai Jafar, tahukah engkau apa arti Jafar?"
Aku balik bertanya: "Apakah yang dimaksud dengan Jafar?"
Abu Abdullah menerangkan: "Jafar adalah sebuah wadah
dari kulit. Di dalamnya terdapat ilmu para Nabi, para
penerima wasiat Nabi, dan ilmu para pendeta Bani Israil
pada masa dahulu." Aku menanggapi: "Itulah ilmu!" Ia
menyahut: "Itu memang ilmu yang tiada taranya!" Ia diam
lagi beberapa saat, kemudian berkata lebih lanjut: "Kami
mempunyai Mushhaf (Qur'an) Fatimah?" Aku balik
bertanya: "Apakah Mushhaf Fatimah itu?" Ia menjawab:
"Mushhaf yang berisi tiga kali lebih banyak dari Qur'an
kalian! Tetapi demi Allah, tak ada satu huruf pun yang
dicantumkan dalam Qur'an kalian ... dan seterusnya." ["Al
Kafiy Fil Ushul" Kitab Al Hujjah Bab yang menyebut
soal-soal Shahifah, Jafar, Jami'ah dan Mushhaf Fatimah,
hal. 239, 240, 241, Jilid I, Cetakan Teheran]

Dari riwayat yang penuh dengan kenaifan, ketakhayulan dan kebatilan seperti
di atas itu, orang dapat mengetahui dengan mudah dasar-dasar yang melandasi
keyakinan kaum Syi'ah. Riwayat tersebut secara terang-terangan menunjukkan
seolah-olah Al Qur'an yang sekarang ini diyakini keaslian dan kemurniannya
oleh seluruh kaum Muslimin, telah dikurangi atau dibuang tigaperempat
isinya. Apakah yang hendak dikatakan oleh tokoh-tokoh Syi'ah yang pura-pura
memungkiri tuduhan bahwa mereka telah mengubah Al Qur'an? Mereka memungkiri
tuduhan itu hanya "taqqiyah" (kebohongan untuk menyelamatkan diri) guna
mengelabui kaum Muslimin. Apakah yang hendak mereka katakan tentang dua buah
riwayat yang dikemukakan oleh Muhammad Ya'qub Al Kaliniy, seorang ulama yang
oleh mereka dikatakan telah bertemu dan menerima perintah dari "Imam Mahdi"
serta memperoleh keridhoannya di alam ghaib?

Apalagi yang hendak mereka katakan dan apa pula yang hendak dikatakan
orang lain mengenai tulisan Al Kaliniy itu?

Padahal sebagaimana diketahui, riwayat semacam itu tidak hanya satu
atau dua saja, teatpi masih banyak riwayat dan hadist-hadist Syi'ah yang
lain, yang semuanya menunjukkan bahwa Al Qur'an di kalangan mereka
samasekali tidak terjamin kemurnian dan keaslianny. Qur'an yang ada di
tangan kita sekarang ini bukanlah Qur'an kaum Syi'ah. Qur'an yang ada pada
mereka adalah Qur'an yang sebagian sengaja dibuat-buat dan sebagian lainnya
direvisi. Cobalah kita perhatikan apa yang diriwayatkan oleh kaum Syi'ah
berasal dari Abu Ja'far.

Menurut penulis buku Syi'ah "Basha'irud Darajat", sebuah riwayat yang
berasal secara berurut dari Ali bin Muhammad, dari Al Qosim bin Muhammad,
dari Sulaiman bin Dawud, dari Yahya bin Adim, dari Syarik, dari Jabir
mengatakan bahwasanya Abu Ja'far menceritakan sebagai berikut:

Di Muna (sebuah tempat dekat Makkah) Rasul Allah saw
memanggil para sahabatnya supaya berkumpul, kemudian
beliau menyampaikan wasiat: "Hai manusia, kutinggalkan
pada kalian beberapa perintah Allah yang tidak boleh
dilanggar, yaitu: Kitabullah, keturunanku, dan Ka'bah Al
Baitul Haram." Abu Ja'far selanjutnya mengatakan:
"Mengenai Kitab Allah telah mereka revisi, Ka'bah mereka
hancurkan, dan keturunan beliau telah mereka bunuh.
Amanat Ilahi yang telah dipercayakan kepada mereka
telah mereka hancurkan semua." ["Basha'irud Darajat",
Jilid VIII, Bab XVII, Cetakan Iran, 1285H]

Masih banyak lagi riwayat-riwayat selain itu, bahkan lebih terus
terang. Sebuah riwayat yang dikemukan oleh Al Kaliniy di dalam Al Kafiy
mengatakan sebagai berikut:

Abul Husein Musa as menulis sepucuk surat dari dalam
penjara kepada Ali bin Suwaid: "Janganlah engkau tertarik
oleh agama orang yang bukan dari golonganmu (Syi'ah)
dan jangan pula engkau menyukai agama mereka; sebab
mereka itu adalah kaum pengkhianat. Mereka telah
mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta mengkhianati
amanat yang dipercayakan kepada mereka. Apakah
engkau tahu amanat yang dipercayakan kepada mereka?
Mereka diberi kepercayaan menjaga Kitab Allah, tetapi
mereka mengubah dan menggantinya ..." [Kitabur
Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 125, Jilid VIII,
Cetakan Teheran, hal. 61, Cetakan India]

Riwayat lain yang semakna dengan itu juga diketengahkan oleh Al Kaliniy dari
Abu Bushair dan dari Abu Abdullah as sebagai berikut:

Pada suatu hari aku (Abu Bushair) mengucapkan firman
Allah 'Azza Wa Jalla di hadapan Abu Abdullah: "Haadza
kitaabunaa yanthiqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab suci kita ini
mengatakan kebenaran kepada kalian ...") Abu Abdullah
menukas: "Kitab suci tidak dapat berkata dan tidak
mungkin akan dapat berkata. Rasul Allah-lah yang
mengatakan Kitab Suci, sebagaimana Allah berfirman:
"Haadza kitaabunaa yunthaqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab
suci kita ini diucapkan kepada kalian dengan sebenarnya
..."). Aku menyahut: "Kami belum pernah membaca ayat
seperti itu! (yakni: "yanthiqu" dibaca "yunthaqu"). Abu
Abdullah menerangkan: "Begitullah. Allah telah menurunkan
ayat tersebut kepada Muhammad saw melalui malaikat
Jibril as, akan tetapi ayat itu telah diubah." [Kitabur
Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 50, Jilid VIII, Cetakan
Teheran, hal. 25, Cetakan India]

Ulama besar kepercayaan Syi'ah, yaitu Ibnu Babuweih Al Qummiy, dalam sebuah
buku yang ditulisnya mengetengahkan sebuah riwayat sebagai berikut:

Muhammad bin Umar Al Hafidz Al Baghdadiy mendengar
dari sumber-sumber secara berurutan, yaitu dari Abdullah
bin Bisyr, dari Al Ajlah, dari Abi Zubair, dan dari Jabir yang
mengatakan: "Aku mendengar Rasul Allah saw bersabda:
"Pada hari kiamat akan datang (menghadap Allah) tiga hal
yang sama-sama mengadu, yaitu Mushhaf (Al Qur'an), Al
Masjid (Al Haram) dan Al 'Itrah (keturunan suci). Mushhaf
itu akan berkata: "Ya Allah, mereka membakarku dan
mengkoyak-koyakku ... dan seterusnya." [Kitab "Al
Khishal" karangan Ibnu Babuweih Al Qummiy, hal. 83,
Cetakan Iran, 1302H)

Seorang ahli tafsir Syi'ah terkenal, Sheikh Muhsin Al Kasyiy mengutip dari
seorang ahli tafsir kenamaan yang termasuk ahli tafsir besar di kalangan
Syi'ah, yang dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Abu Ja'far as menegaskan:

"Andaikata yang ada di dalam Kitabullah tidak ditambah
dan tidak dikurangi, kebenaran kami tidak akan
tersembunyi bagi orang yang berakal." [Tafsir "Ash
Shafiy", oleh Muhsin Al Kasyiy, Mukadimah VI, hal. 10,
Teheran]

Benarlah apa yang telah dikatakan oleh Syeikh As Sayyid Muhibbuddin Al
Khathib dalam risalahnya berjudul "Al Khuthuthul 'Aridhah", yaitu ketika
beliau mengatakan: "... Al Qur'an yang semestinya harus menjadi dasar
persatuan dan
pendekatan antara kami dengan mereka pun tidak mereka yakini kebenarannya."
Al Khatihib kemudian mengemukakan beberapa contoh (pada halaman 9 hingga 16)
yang menunjukkan tidak adanya kepercayaan kaum Syi'ah kepada Al Qur'an yang
ada di tangan kaum Muslimin dewasa ini. Mereka memandang Al Qur'an telah
direvisi, diubah dan dikurangi.

Dalam sanggahannya terhadap tulisan tersebut Luthfullah Ash Shafiy dalam
bukunya "Ma'al Khathib Fi Khuthuthihil 'Aridhah" halaman 48 hingga 82,
dengan keras menolak tuduhan tersebut, dan memandang tuduhan itu tidak
didasarkan pada alasan-alasan yang benar.

Ada beberaoa keterangan Al Khathib yang tidak dapat dipungkiri oleh Ash
Shafiy:

Pertama, ulama Syi'ah tersebut (Luthfullah Ash Shafiy) tidak dapat
memungkiri nash-nash resmi Syi'ah yang ditunjuk oleh Al Khathib sebagai
bukti tentang keyakinan mereka mengenai revisi dan pengubahan Al Qur'an. Ia
juga tidak dapat memungkiri sebuah buku yang ditulis oleh ulama Syi'ah
terkemuka Al Haj Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An Nuriy At Thibrisiy
sebagai ulama hadist terkemuka dan mempunyai kedudukan tinggi di kalangan
kaum Syi'ah.

Kedua, Ash Shafiy sendiri telah menulis beberapa rumusan kalimat di
dalam salah satu bukunya, yang dapat dipandang sebagai bukti tentang
pendiriannya mengenai pengubahan Kitab Suci Al Qur'an.

Ketiga, Ash Shafiy pada akhirnya hanya mengatakan:
"Tidaklah pada tempatnya soal tersebut dibesar-besarkan. Hal itu hanya akan
memberi senjata kepada kaum orientalis Barat untuk mengatakan, bahwa Al
Qur'an yang oleh kaum Muslimin dianggap terjaga dan terpelihara dari
perubahan ternyata menjadi soal perselisihan, tak ubahnya seperti Taurat dan
Injil." Apa yang dikatakan oleh Ash Shafiy itu tidak lain hanyalah pengakuan
atas perbuatan kaum Syi'ah yang melakukan pengubahan Al Qur'an. Hal ini akan
kami
ketengahkan lebih terperinci pada bagian lain - insya Allah.

Keempat, Ash Shafiy dalam pembahasannya mengenai Al Qur'an sama sekali
tidak menunjukkan nash-nash resmi duabelas Imam ma'shum mereka yang
menegaskan bahwa mereka itu meyakini sepenuhnya kemurnian Al Qur'an tanpa
adanya perubahan apa pun juga. Sebaliknya Al Khathib, ia menunjukkan dua
riwayat dari dua orang Imam yang termasuk duabelas Imam Syi'ah, yang secara
terus terang menyatakan, bahwa Al Qur'anul Karim telah diubah dan direvisi.











From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Tuesday, August 31, 1999 1:37 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Assalaamu'alaikum wr. wb.

Wahh ini sudah posting saya yg kedua yah dalam satu hari. Baiklah untuk posting2 yg lain Insha Allah akan saya tanggapi pas weekend.

On Tue, 31 Aug 1999 11:56:48 Abu Al Fatih wrote:
>Dik Apriyano:
>> Dan lihatlah, betapa kocaknya (atau betapa jahatnya?) ketika
>> mereka memfitnah bahwa Syiah mempunyai Al Quran yg berbeda
>> dengan mengutib adanya Mushaf Fatima oleh Ahlul Bayt. Padahal
>> sudah jelas di hadith2 Syiah bahwa Mushaf Fatima itu bukan Al
>> Quran tapi adalah kitab yg di diktekan Rasulullah (saw) terhadap
>> Fatima (as) yg berisi mengenai peristiwa2 yg akan datang.
>
>Di titik ini saya melihat perbedaan madzhab Syi'ah Dik Apriyano dan Pak
>Jailani Ibrahim (yg ini ndak pa-pa saya panggil Bapak kan ?).
>
>Dalam madzhab Syi'ah Pak Jailani,
>bukan saja beliau "membenarkan" adanya Qur'an Mushaf Fatimah, tetapi juga
>bahkan "mencoba-meyakinkan" bahwa Ahlus-Sunnah pun punya "Qur'an lain"
>selain Mushaf Utsmani ...

Tidak benar bahwa Pak Jailani Ibrahim mengatakan memang ada Qur'an Mushaf Fatima. Pak Jailani menunjukan bahwa di kalangan Ahlus Sunnah sendiri terdapat riwayat2 yg menunjukan perubahan pada Al Quran. Jadi seperti kata beliau, kalau Ahlus Sunnah sendiri mempunyai riwayat2 seperti itu, kenapa Ahlus Sunnah bisa menuduh Syiah mempunyai Quran sendiri. Seperti yg sudah saya tulis pada posting saya sebelumnya, setiap riwayat/hadith yg menunjukan adanya perubahan Al Quran baik pada Suni maupun Syiah harus kita tolak, karena hadith itu bertentangan dengan Al Quran.

>Pak Jailani Ibrahim:
>> Bagaimana dengan ratusan ayat Al-Quran yang hilang, Dua Surah
>> yang tersimpan di Benak Abu Musa Al-Asy'ari, Surat Qunut yang
>> dibaca Umar, Ayat lima susuan yang diceritakan Aisyah setelah
>> Nabi SAW wafat masih dibaca oleh para sahabat, seperti yang
>> dituturkan para perawi Hadist Shahih Ahlussunnah. Tetapi
>> semuanya itu tidak dijumpai di dalam Al-Quran yang dipegang Umat
>> Islam saat ini.
>>
>> Cerita Ahlussunnah menuduh Syiah punya Quran sendiri mirip cerita
>> 'maling teriak maling'.
>
>Bagaimana ini Dik Apriyano ... ?
>Jelaskan dong ke Pak Jailani bahwa beliau itu "keliru" ...

Sebagai bukti dari apa yg di sebutkan Pak Jailani, saya akan kutib di bawah.

English version of Sahih Muslim see: Chapter CCCXCI, p500, Tradition #2286
Abu Musa al-Asyari invited the Quran readers of Basra. Three hundred ( 300 ) readers responded to his invitation. He told them
You are the readers and the choice of the People of Basra. Recite the Quran and don't neglect it. Other wise a long time may elapse and your hearts will be hardened as the hearts of those who came before you were hardened. We used to read a Chapter from the Quran similar to Bara'ah (At Taubah) in length and seriousness, but I forgot it. I can remember from the Chapter only the following words :
Should a son of Adam own two valleys full of wealth, he should seek a third valley and nothing would fill Ibn Adam's abdomen but the soil (note: ayat ini sama sekali tidak ada di Quran).
We also used to read a chapter similiar to the Musabbihat and I forgot it. I only remember out of it the following: "Oh you who believe, why do you say what you do not do? (note: which is now in another place in Quran, 61:2) Thus a testimony shall be written on your necks and you will be questioned about it on the day of judgment." (note: which is a little different than what
is in another place in Quran, 17:13)

al-Muttaqi Ali Ibn Husam al-Din in his book ( Mukhtasar Kanz al-Ummal, printed on the margin of Imam Ahmed's Musnad, v2, p2 ) in his Hadith about chapter 33, that said Ibn Mardawayh reported that Huthaifah said:
Umar said to me : How many verses are contained in the Chapter al-Ahzab? I said 72 ( seventy two ) or 73 ( seventy three ) verses. He said : It was almost as long as the chapter of the Cow, which contains 287 ( two eighty seven ) verses, and in it there was the verse of stoning.

Al-Bukhari recorded in his Sahih, v8, pp 209-210, that Ibn Abbas reported that Umar Ibn al-Khattab said the following in a discourse which he delivered during the last years of the caliphate.
*(For Arabic-English version of Sahih al-Bukhari see 8.817:)*
When Umar performed his last Hajj, he said: Certainly Allah sent Muhammad with the truth and revealed him the Book. One of the revelations which came to him was the verse of stoning. We read it and understood it. The Messenger of God stoned and we stoned after him. I am concerned
that if time goes on, some one may say ' By God we do not find the verse of stoning in the Book of God '; thus, the Muslims will deviate by neglecting a commandment the Almighty revealed. Again, we used to read in what we found in the Book of God : Do not deny the fatherhood of your fathers in contempt because it is a disbelief on your part to be ashamed of your fathers (note: ayat ini tidak terdapat di Al-Quran).
Similar hadith can be found at
- Musnad Ahmad Ibn Hanbal (in the Musnad of Umar under the caption
of the Hadith al-Saqeefah, pp 47,55)
- Sirah of Ibn Hisham (Pub. by Issa al-Babi al-Halabi of Egypt 1955), v2, p658

Nah, bagaimana dengan ini Pak Abu Al Fatih?

>Dan untuk melengkapi "wacana" ini,
>saya salinkan di bawah ini tulisan Dr. Manna Khali al-Qattan dalam buku
>Mabahits Fii 'Ulumil-Qur'an (Edisi Terjemahan oleh Penerbit PT Pustaka
>Litera Antar Nusa, Cetakan Pertama Tahun 1992. Lihat Bab Pengumpulan dan
>Penertiban Qur'an halaman 207).
>
>-------
>Segolongan Syi'ah ekstrim menuduh bahwa Abu Bakar, Umar dan Usman telah
>mengubah Qur'an serta menggugurkan beberapa ayat dan surahnya. Mereka (Abu
>Bakar cs.) telah mengganti dengan lafal Ummatun hiya arba' min ummatin -
>"Satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain" (an-Nahl
>[16]:92), yang asalnya adalah: A'immatun hiya azka min a'immatikum -
>"Imam-imam yang lebih suci daripada imam-imam kamu", mereka juga
>menggugurkan dari surah Ahzab ayat-ayat mengenai keutamaan "Ahlul Bait" yang
>panjangnya sama dengan surah al-An'am, dan menggugurkan pula surah mengenai
>kekuasaan (al-wilayah) secara total dari Qur'an.
>
>Terhadap golongan ini dapat dikemukakan bahwa tuduhan tersebut adalah batil,
>omong kosong yang tanpa dasar dan tuduhan yang tanpa bukti. Bahkan
>membicarakannya merupakan suatu kebodohan. Selain itu, sebagian ulama Syi'ah
>sendiri cuci tangan dari anggapan bodoh semacam ini. Dan apa yang diterima
>dari Ali, orang yang mereka jadikan tumpuan (tasyayu') bertentangan dengan
>hal tersebut dan bahkan menunjukkan terjadinya kesepakatan (ijma') mengenai
>kemutawatiran Qur'an yang tertulis dalam mushaf. Diriwayatkan bahwa Ali
>mengatakan mengenai pengumpulan Qur'an oleh Abu Bakar: "Manusia yang paling
>berjasa bagi mushaf-mushaf Qur'an adalah Abu Bakar, semoga Allah melimpahkan
>rahmat kepadanya, karena dialah orang pertama yang mengumpulkan Kitabullah."
>Ali juga mengatakan berkenaan dengan pengumpulan Qur'an oleh Usman: "Wahai
>sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah. Jauhilah sikap berlebihan
>(bermusuhan) terhadap Usman dan perkataanmu bahwa dialah yang membakar
>mushaf. Demi Allah, ia membakarnya berdasarkan persetujuan kami,
>sahabat-sahabat Rasulullah." Lebih lanjut ia mengatakan: "Seandainya yang
>menjadi penguasa pada masa Usman adalah aku, tentu aku pun akan berbuat
>terhadap mushaf-mushaf itu seperti yang dilakukan Usman."
>
>Apa yang diriwayatkan dari Ali sendiri ini telah membungkam para pendusta
>yang mengira bahwa mereka adalah para pembela Ali, sehingga mereka berani
>berperang untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui karena kefanatikannya yang
>membuta kepada Ali, sedang Ali sendiri lepas tangan dari mereka.
>
>(Lihat Manahilul 'Irfan, Jilid 1, halaman 464).
>

Tidak ada yg baru dengan "wacana" yg di atas pak Abu Al Fatih, isinya seperti biasa, tuduhan bahwa kaum Syiah menganggap Quran yg sekarang telah berubah dari aslinya. Saya sendiri belum pernah melihat riwayat yg di sebutkan di "wacana" tersebut. Kalaupun riwayat itu ada di kitab Syiah, maka riwayat itu tertolak, karena riwayat itu bertentangan dengan Al Quran.
note: mengenai Mushaf Fatima, silahkan lihat posting saya yg menanggapi saudara Sigit

Wassalam
Apriyano

From: Funny People

To: Islam

Sent: Saturday, August 28, 1999 4:23 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.
-----Original Message-----
From: APRIYANO SUDARYO
To: is-lam@isnet.org
Date: Selasa, Agustus 31, 1999 11:35
Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


APR:
Apa yg saya tulis di atas adalah keyakinan umat Syiah, bahwa hadith2 yg
diriwayatkan dari jalur Ahlus Sunnah as long as they are not against hadith2
yg diriwayatkan Ahlul Bayt, bisa di yakini dan di gunakan. Coba anda lihat
tafseer Al-Mizan, tafseer Quran yg di buat oleh ulama Syiah terkenal, Allama
Sayyid Muhammad Husein Tabatabai, di samping hadith2 yg di riwayatkan Ahlul
Bayt beliau juga menggunakan hadith2 yg di riwayatkan Ahlus Sunnah yg tidak
bertentangan dengan hadith2 yg diriwayatkan Ahlul Bayt.

FUNNY
Saya tidak komentar lah soal di atas, apa termasuk selective perception
ataukah tidak. Biar masing-masing rekan menilai sendiri .

APR:
Sedangkan ulama2 Ahlus Sunnah, saya tidak yakin mereka akan merujuk hadith2
Syiah dalam kitab2 mereka (dan terus terang saya belum pernah lihat). Mereka
hanya mengutib hadith Syiah dalam buku mereka yg ditujukan untuk
***memfitnah***
dan ****menyerang Syiah***. Dan buruknya, mereka mengutib yg isnad nya
weak, atau
mengutib sepotong2 kalimat (seperti yg buku saudara Hamzah ajukan), atau
malah kadang2 terdapat kata2 yg berbeda cukup mencolok dari aslinya (seperti
pada dua nash yg buku saudara Hamzah ajukan dan kata2 Imam Khumaini di
Hukumat Islamiyah yg buku saudara Sigit ajukan). Dan lihatlah, betapa
kocaknya (atau betapa jahatnya?) ketika mereka memfitnah bahwa Syiah
mempunyai Al Quran yg berbeda dengan mengutib adanya Mushaf Fatima oleh
Ahlul Bayt. Padahal sudah jelas di hadith2 Syiah bahwa Mushaf Fatima itu
bukan Al Quran tapi adalah kitab yg di diktekan Rasulullah (saw) terhadap
Fatima (as) yg berisi mengenai peristiwa2 yg akan datang. (Tanda bintang
dari saya)

FUNNY
Saya tidak tau apakah menurut antum tulisan Dr. Ihsan Ilahi Dzahir itu
memiliki bobot ilmiah ataukah tidak, yang jelas beliau telah membayar mahal
tulisan beliau tersebut, entah karena tulisan beliau memang hanya berisi
fitnah saja ataukah karena memang menunjukkan kebenaran yang perlu ditutupi.
Dan pola kejadian yang dialami beliau ini, di Pakistan cukup sering terjadi.
Tentang tulisan beliau mengenai al Qur'an versi Syiah, sedang saya posting
ke HP saya, tapi pelan-pelan, silahkan antum nanti membaca sendiri. Kalau
suka tentunya :-)

Saya sendiri cukup bodoh untuk bisa memeriksa kitab-kitab klasik syiah
tersebut (meski kami punya team yang sebetulnya bisa melakukannya, tapi
rasanya kok ya buang-buang waktu saja ya akh Apriyono, proyek kami yang
utama adalah mengkaji tema Iqaamatuddien), sayang sekali kitab-kitab
tersebut
juga tidak (belum?) pernah diterjemahkan secara "as is" ke dalam bahasa
Indonesia oleh pihak yang berkepentingan dengan madzhab syi'i :-), sehingga
khalayak luas sama-sama bisa merujuknya secara bareng-bareng untuk melakukan
cek dan
ricek untuk menentukan siapa sebenarnya yang telah melakukan SELECTIVE
PERCEPTION. Konon Al Kaafi sendiri memang memiliki hadist dhoif sebanyak
9.485 buah (lebih dari 50% isi kitab tersebut), saya tidak tahu apakah yang
shohih (5.072) dengan demikian masih mendukung pokok-pokok kepercayaan
syi'ah ataukah tidak. Demikian pula apakah yang dirujuk oleh beliau Dr.
Ihsan Ilahi Dhahir itu yang shohih atau yang weak lah. Saya kurang memiliki
keinginan untuk tahu nih :-)
Maafkan ya akh Apriyano :-)

Konon lho ya akh Apriyano ... sekali lagi konon sajalah, inilah yang menjadi
alasan mengapa ada upaya-upaya untuk melemparkan keraguan mengenai kesahihan
Bukhari - kitab tandingannya. Ingat pembahasan tentang hadist "melihat
kedatangan rasulullah", dll. Tapi tidak usah digubris lah ... karena cuman
konon lah.

Gimanalah kalau secara komprehensif kita mulai dengan al Kaafi? Saya akan
siapkan kitabnyalah!

BTW kalau mau bicara bahasa, tuliskan bahasa arabnya, windows kami sanggup
menerima tulisan arabic. Atau kami akan suka sekali bila antum secara gratis
bisa memberi kami kitab-kitab klasik Syi'ah tersebut lah :-) Tapi janji yang
belum diseleksi lho ya :-)

Mohon tunjukkan yang "weak" pada rujukan Dr. Ihsan Ilahi Dzahir. Cendikiawan
syi'ah sendiri sampai bingung kok melayani beliau itu, sehingga akhirnya
perlu di ... he ... he ... nanti fitnah lagi, fitnah lagi.

APR:
Makanya saya kan sudah bilang, baca seluruh sermon2 Imam Ali yg sudah saya
postingkan kemarin ini, baik mengenai pembai'atan beliau setelah Uthman (ra)
meninggal maupun pidato2 beliau ketika sudah menjabat khalifa. Anda kok
berkutet pada sepotong kalimat ini saja ...

FUNNY
Yah saya justru takut kalau saya membaca sermon2 Imam Ali secara menyeluruh,
antum akan justru semakin menuduh saya melakukan SELECTIVE PERCEPTION,
terutama ketika saya harus sampai pada kata-kata keras Ali ra. terhadap
syi'ahnya - for example lho ya:-)

APR:
Menurut saya orang tersebut adalah Muslim. Bacalah buku Keadilan Ilahi karya
Murtadha Muthahari.

FUNNY
Kami sudah cukup malas untuk dirujuki dengan kitab-kitab kedua, ketiga
dan seterusnya. Mending kita langsung merujuk ke kitab aslinya. Bagaimanapun
kecenderungan dari berbagai tulisan kontemporer adalah membela pemikirannya
masing-masing, kita hanya bisa melihat secara lebih baik bila kita melihat
secara langsung kitab asli yang menjadi rujukannya. Makanya saya pengin
mulai dengan AL KAAFI lah!!!! Konon sih hal tersebut termasuk rukun iman
dari Syi'ah, yang kalau tidak mengimani ya ... bo ho ho lah. Oops sorry lah
keluar latahnya lagi.

APR
Maaf, tapi bukankah Ahlus Sunnah references saya tidak hanya Tarikh Tabari.
Baca kembali references2 saya. Selain itu kalau Abi Mihnaf itu seorang
Syiah, so ? Saya bisa menamakan paling tidak seratus nama perawi Syiah yg di
gunakan oleh 6 kitab sahih shitah (6 kitab hadith utama Ahlus Sunnah) dan
kitab2 hadith Ahlus Sunnah yg lain. Dan saya pernah membaca paling tidak ada
300 perawi Syiah yg di gunakan kitab2 Ahlus Sunnah.

FUNNY
Sayang sekali di Perpustakaan kami beberapa kitab yang antum sebutkan tidak
ada, jadi kami tidak bisa menelitinya secara langsung. Silahkan sebutkan
perawi tersebut (biar saya lebih open minded lah), sekalian sebutkan
kedudukan hadist yang mereka riwayatkan dalam metodologi sunni. Pernah baca
tulisan Al Maududi "Khilafah dan Kerajaan", di situ terlihat bahwa kaum
sunni selalu sangat berhati-hati di dalam menggunakan hadist yang dirawikan
oleh mereka. Lihat juga bagaimana karya beliau tersebut dikomentari oleh
penerjemahnya. Do you think this is a kind of SELECTIVE PERCEPTION? Tentu
saja bukan ... bo ho ho lah. Ooop sorry lah ya ... saya ini memang agak
sedikit kocak lah. Mohon dimaklumi rekan anda yang satu ini lah.

APR
Saya mau ngikutin gaya kalimatnya saudara Hamzah ah :)
So who is doing SELECTIVE PERCEPTION :-) Naturally bukan kaum Syiah then :-)


FUNNY
Ah ... ah ... ah... isn't it a kind of SELECTIVE PERCEPTION then :-)Have
fun!
>
>Wassalam
>Apriyano


Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah




From: Abu Al Fatih

To: ; ; ;

Cc:

Sent: Tuesday, August 31, 1999 5:02 PM

Subject: Re: Marilah kita bersaudara saja ...

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Pak Ngatimin yang dikasihi Allah,
terima kasih lho sudah mengingatkan saya ...

Sejujurnya,
saya memang ingin "mengakhiri" diskusi ttg Sunni-Syi'ah ini. Karena saya
yakin bahwa ujung diskusi ini - seperti sudah sering saya ungkapkan - akan
bermuara pada keyakinan masing-masing pihak bahwa antara Syi'ah dan Ahlus
Sunnah tidak "compatible".

Sebenarnya saya hanya ingin mengatakan hal itu saja kok ...

Tapi memang sulit menghindarkan diri dari wilayah-wilayah yang "sensitif"
ketika mendiskusikan tema ini.

Saya pribadi punya sedikit "nostalgia" ketika bertemu dgn seorang pemuka
Syi'ah ...

Sekitar 7-8 tahun yang lalu,
Saya sempat sholat bersama seorang Ulama Syi'ah (Mullah ?) di Masjid Nabawi
di Madinah (Jama'ah hajji dari Iran cukup mudah dikenali terutama dari
busananya yang khas ; para wanitanya dengan hijab / jilbab hitam dan
Pimpinan Rombongannya yang berpakaian model Khomeini / Rafsanjani / Khatami
/ dll.).

Waktu itu,
Saya dengan seorang jama'ah hajji Indonesia lainnya duduk mengapit Ulama
Syi'ah ini, menanti iqomah sholat. Pak Muchtar Adam (nama jama'ah hajji
Indonesia tsb. Beliau adalah pimpinan pondok pesantren Al-Qur'an Babus-Salam
di Ciburial Dago Bandung. Beliau ini sempat "dituduh" Syi'ah oleh sebagian
teman-teman waktu itu. Tapi menurut pengakuan beliau sih nggak. Katanya,
beliau hanya ingin menjalankan "madzhab ukhuwwah", dengan menempatkan
madzhab Ja'fari sebagai madzhab ke-5 dalam membahas rujukan fiqih Islam.
Sudah lama saya ndak ketemu lagi dengan Pak Muchtar Adam, bagaimana khabar
beliau sekarang ya ? Sikap beliau ini mengingatkan saya pada seorang teman
yg mengaku ber-madzhab "pluralism". Eh sama nggak ya "madzhab ukhuwwah" dgn
"madzhab pluralism" ? Beda ya . ?) mencoba untuk menyapa "Mullah" itu dengan
bahasa Arab, namun yang disapa hanya tersenyum saja. Lalu Pak Muchtar Adam
mencoba kembali menyapa dalam bahasa Parsi, tapi kembali hanya "dijawab"
dengan senyum. Tak lama seruan iqomah memanggil kami sholat, dan kami pun
sholat di belakang Imam Masjid Nabawi kala itu (Syaikh Khuzaifi atau
Al-Mathrud atau Ali Bashfar atau siapa, saya agak lupa).

Tak lama selesai sholat,
Sang Mullah berlalu bersama rombongan jama'ah hajji Iran lainnya, demikian
juga dengan Pak Muchtar Adam. Tinggallah saya sendiri, duduk termenung di
dekat Raudhah (tempat antara Mihrab Nabi Saw dgn rumah / kuburan beliau
Saw). Saya mencoba "mencerna" kejadian unik yang baru saya temui itu.
Bayangkan ; Seorang Ulama Syi'ah sholat dengan bermakmum kepada Ulama
Ahlus-Sunnah, di Masjid Nabawi, tempat di mana Rasulullah Saw dimakamkan,
bersebelahan dengan makam dua orang shahabat terdekatnya, Abu Bakar Shiddiq
dan Umar bin Khattab radliyallahu 'anhum !! Waahh, ini pasti "tanda-tanda"
akan ruju'-nya kedua madzhab yang telah sekian lama "bercerai" ini. Kalau
penganut Syi'ah sudah bisa menerima Ulama Ahlus Sunnah sebagai Imam Sholat
mereka, tentu demikian pula mereka dalam menerima "Imam di luar sholat".
Waahh bakal "selesai" nih persengketaan ber-abad-abad lamanya (demikian lah
"lamunan" saya waktu itu).

Tapi sepulang dari Ibadah Hajji,
Saya sadar bahwa "lamunan" saya di Masjid Nabawi itu bukanlah "kenyataan".
Ada terlalu banyak "fakta lain" yang membuat saya tersadar dari lamunan
tersebut. Dan itulah yang kita saksikan selama ini, sampai hari ini, dan
tampaknya sampai waktu yang lama ke depan nanti (entah sampai kapan).

"Kenyataan"nya adalah,
Syi'ah tidak "compatible" dengan Ahlus Sunnah .

Berat untuk saya sebutkan,
tapi demikianlah kenyataannya ...

Semoga Pak Ngatimin berkenan memaafkan saya, bila ungkapan di atas terdengar
kurang bernuansa "persaudaraan" ...

Wassalam

Abu Al Fatih


=========
>From: Ngatimin Tjokro Prawiro
>
>Saudara-saudaraku yang dikasihi Allah.
>
>Atas nama Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, saya mengajak kita semua
>marilah kita bersaudara saja atas sesama makhluk Allah. Bukankah kita ini
>memang makhluk yang diciptakan Allah ? Bukankah, ketika kita dilahirkan,
>kita sama-sama dalam keadaan suci dan penuh rahmah : semua orang menyukai
>dan menyayangi kita.
>
>Setelah kita sekarang menjadi dewasa dan memiliki ilmu, harta dan fasilitas
>internet, kemudahan untuk belajar ilmu Allah, mengapakah kita menjadi
>sombong, yang menyebabkan kita menjadi saling membenci ? Saling
>mencari-cari kesalahan pemikiran dan pemahaman di antara kita ? Bukankah
>kita "lebih pandai" daripada kita ketika bayi dulu ? Marilah kita berusaha
>menjadikan dunia kita ini menyenangkan untuk kita dan semua orang yang ada
>bersama kita.
>
>Saudara-Saudaraku
>Saya menyarankan, kita cukupkan saja "perdebatan" soal "Sunni-Syiah" ini.
>Marilah kita berusaha melakukan yang terbaik sesuai dengan petunjuk Allah
>yang dapat kita fahami dan amalkan. Usahlah dilihat dan dibesar-besarkan
>perbedaan sudut pandang kita terhadap sesuatu yang sebenarnya tetap sesuatu
>sunatullah.
>
>Marilah kita bersaudara saja. Rasanya tak ada untungnya kita
>berbantah-bantahan yang akan membuat cenderung menuju perbuatan-perbuatan
>buruk. Ingatlah, setiap perbuatan buruk, senantiasa akan mendatangkan
>keburukan-keburukan. Berbantah-bantahan dalam caci maki dan saling
>merendahkan adalah salah satu perbuatan buruk.
>
>Maafkan saya, karena saya telah mengingatkan kita semua. Semoga Allah
>mengampunkan saya jika peringatan saya telah melampaui wewenang saya
>sebagai makhluk Allah. Maafkan saya, jika telah membuat Saudara-Saudaraku
>tersinggung. Saya hanya hamba Allah yang berusaha melaksanakan apa yang
>ditunjukkan Allah agar selalu saling mengingatkan tentang dan dalam
>kebaikan.
>
>Salamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
>Ngatimin Tjokro Pawiro
>Telp. 62-645-651024.

From: Abu Al Fatih

To: Islamic Network Discussion

Cc: ; warsono ; Nadirsyah Hosen ; Jailani Ibrahim ; Funny People ; Apriyano Sudaryo ;

Sent: Wednesday, September 01, 1999 3:17 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)


Assalamu 'alaikum wr.wb.

Kemaren itu saya "kontemplasi" sejenak,
mencoba "keluar" dan melihat diri saya dari "luar" sana...

"Lucu" juga ya saya ini,
(ketularan Mas Funny -eh- Mas Hamzah mungkin ya ?)

Sebenarnya sejak awal saya yakin,
bahwa mendiskusikan tema "Tentang Syi'ah" ini memang tidak akan pernah
tuntas, dan muaranya akan "berhenti" pada pernyataan-pernyataan -dari kedua
belah pihak- bahwa Syi'ah tidak "compatible" dgn Ahlus-Sunnah.

Lalu Pak Warsono menawarkan utk "mengakhiri" tema ini,
dan saya pun menerimanya (meski Pak Sigit "membaca" respon Pak Warsono dari
"sudut yg lain"). Padahal tulisan saya itu baru "bagian pertama dari dua
tulisan" lho ...

Lalu Pak Ngatimin - lewat japri - mengajak saya utk "bersaudara" saja dgn
Dik Apriyano dan Pak Jailani Ibrahim, serta "mencukupkan" diskusinya. Dan -
lagi-lagi - saya setuju (untuk "mencukupkan" diskusinya).

Tapi "kenyataannya",
Saya teruuus aja menanggapi posting-posting yg merespon tentang "hal yg
sudah jelas" ini. Kenapa ya ... ?

Jangan-jangan Mas Hamzah "benar" ketika mengatakan bahwa diskusi
Sunni-Syi'ah di Indonesia ini sebenarnya hanyalah "sekedar wacana-wacana
untuk mengenyangkan kelaparan intelektual saja" (dan saya - juga Mas Hamzah
dan Dik Apriyano dll. - termasuk yg "kelaparan" itu ?) Padahal saya sudah
cukup lama lho ndak "kelaparan" lagi untuk diskusi "Tentang Syi'ah" ini.
Sekitar 8-10 thn yll saya memang sempat "kelaparan", tapi itu kan "dulu".
Tapi "sekarang", masa sih masih "lapar" juga ? Atau mungkin "maag" saya
kambuh ? )

Sebenarnya,
saya masih "tergoda" juga untuk menanggapi kembali tulisan Dik Apriyano
tentang "terdapatnya riwayat yg menunjukan perubahan pada Al Quran pada
kitab hadits Ahlus-Sunnah" itu (cobalah "pemirsa" melihat kutipan Dik
Apriyano itu dan bandingkan dgn kutipan Mas Hamzah dari tulisan Dr. Ihsan
Ilahi Zhahier yg sudah saya posting sebelumnya. "Beda" sekali nuansa
"tahrif"nya kan ?).

Tapi kali ini saya coba utk menahan "rasa-lapar" itu ...

Sambil menyimak kembali ungkapan seorang ulama berikut ini:

"Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma'shum
Rasulullah Saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan
Kitab dan Sunnah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak
boleh melontarkan kepada orang-orang - oleh sebab yang diperselisihkan
dengannya - kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat
mereka, dan mereka telah berlalu dengan amalnya."

Dan juga :

"Setiap masalah yang amal tidak dibangun di atasnya - sehingga menimbulkan
perbincangan yang tidak perlu - adalah kegiatan yang dilarang secara syar'i.
Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak
benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Qur'an yang
kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan
perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi di antara para
shahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai
shahabat Nabi dan pahala niatnya) dengan ta'wil (menafsiri perilaku para
shahabat), kita terlepas dari persoalan ini."

Wallahu a'lam

Wassalam

Abu Al Fatih

http://get.to/fatih
abu_fatih@hotmail.com
aws99@indosat.net.id



From: Funny People

To: Islam ; Abu Al Fatih

Cc: ; warsono ; Nadirsyah Hosen ; Jailani Ibrahim ; Apriyano Sudaryo ;

Sent: Wednesday, September 01, 1999 11:26 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Pringisi atau prengesi (Suheng Look atawa Susiok Look?) ... Intermezzo atau
intermessy lah? :-) biyuh ... biyuh ...

-----Original Message-----
From: Abu Al Fatih
To: Islamic Network Discussion
Cc: sigit_her@purwokerto.wasantara.net.id
; warsono
; Nadirsyah Hosen ;
Jailani Ibrahim ; Funny People
; Apriyano Sudaryo ;
yd6cxj@technologist.com
Date: Rabu, September 01, 1999 15:37
Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

>
>
>"Lucu" juga ya saya ini,
>(ketularan Mas Funny -eh- Mas Hamzah mungkin ya ?)

Weleh ... weleh ... ya jangan ketularan tho, saya kan lagi seteres karena
kuliah lagi (sempat "berantem" lho sama salah satu dosennya), jadi bahasa
saya agak bo ho ho lah. Saya malah seneng je sama gaya diskusi antum, bikin
muridnya anyem tentrem (ing desane pak tani dan berbesar hati ...
gitulah

>Jangan-jangan Mas Hamzah "benar" ketika mengatakan bahwa diskusi
>Sunni-Syi'ah di Indonesia ini sebenarnya hanyalah "sekedar wacana-wacana
>untuk mengenyangkan kelaparan intelektual saja" (dan saya - juga Mas Hamzah
>dan Dik Apriyano dll. - termasuk yg "kelaparan" itu ?) Padahal saya sudah
>cukup lama lho ndak "kelaparan" lagi untuk diskusi "Tentang Syi'ah" ini.
>Sekitar 8-10 thn yll saya memang sempat "kelaparan", tapi itu kan "dulu".
>Tapi "sekarang", masa sih masih "lapar" juga ? Atau mungkin "maag" saya
>kambuh ? )

Weleh ... weleh ya jangan dibenarkan tho tanpa re-search, wong cuma
hipotesis gitulah. Kalau saya kok mungkin kita sedang "nyidam" atau
"kangen-kangenan" atau ber"nostalgila" lah. Saya nulis itu agar kita
berjaga-jaga saja jangan sampailah melempar tuduhan "lu putih ah" atau "lu
hitam lah", ya sekedarnya saja kita mengomentari tulisan saudara kita gitu
... tanpa rasa apa-apa lah. Yah mungkin hanya sekedar saling memberi shock
terapy gitulah ... dengan harapan kita masing-masing menjadi "lebih kuat".

>
>Sebenarnya,
>saya masih "tergoda" juga untuk menanggapi kembali tulisan Dik Apriyano
>tentang "terdapatnya riwayat yg menunjukan perubahan pada Al Quran pada
>kitab hadits Ahlus-Sunnah" itu (cobalah "pemirsa" melihat kutipan Dik
>Apriyano itu dan bandingkan dgn kutipan Mas Hamzah dari tulisan Dr. Ihsan
>Ilahi Zhahier yg sudah saya posting sebelumnya. "Beda" sekali nuansa
>"tahrif"nya kan ?).
>

Wah akhirnya unjuk gigi juga tulisan itu lewat kangmas Abu Al Fatih, padahal
saya tidak bermaksud menampilkan secara umum, kasihan lho yang tidak ingin
membacanya. Tetapi tidak apa-apalah sekedar wacana lah, sekaligus juga
sekedar pembelaan ala kadarnya agar jangan disangka kita orang yang sekedar
menyebar fitnah gitu, katanya kan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan
gitu. Jadinya menuduh orang melakukan fitnah itu ya sebetulnya lebih kejam
ya daripada menuduh orang sebagai pembunuh??? Ini pertanyaan lho ya ...
nanti dikira pengkotakan ... berabe donk si FUNNY ini.

Wah masa kangen-kangenan saya juga harus saya akhiri tanggal 6 September
nanti, saya sudah
diultimatum untuk memasuki sangkar saya kembali. Jadi saya tampaknya juga
akan pasif di forum tercinta is-lam@ ini.


I LOVE ALL OF YOU JUST THE WAY YOU ARE

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Hamzah

From:

To:

Sent: Thursday, September 02, 1999 11:12 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)



Assalaamu'alaikum Wr Wb
Alhamdulillah, washolatu wassalaamu'ala Rasulillah, wa man walahu.
Kita kembali dari awal, kenapa sih ada diskusi sunnah-syi'ah sebulan
terakhir ini?
Peristiwanya berawal (hmmm... peristiwa?) ketika saya menyampaikan synopsis
buku "Aqidah Empat Imam Madzhab: Hanafi, Maliki, Syafii dan Ahmad".
Didalamnya menyinggung tentang keutamaan shahabat dan celaan kepada
rafidlah/syi'ah. Eh ternyata, ada beberapa orang yang 'enggak begitu rela'
dengan pengungkapan itu. Ada yang mencoba mensejajarkan syi'ah itsna
asy'ariyah ja'fariyah dengan empat imam madzhab (sehingga mengaburkan
kedudukan syi'ah sebagai agama diluar millah), dan juga tanggapan lainnya.
Dengan agak :) , saya mempostingkan synopsis buku "Khomeinisme Aqidah dan
Sikap yang Aneh". Wah, makin rame saja jadinya.
Sejak awal saya sudah mengira tidak mungkin terjadi dialog dalam koridor
Islam, sebab masing-masing mempunyai Al Qur'an, Al Hadits dan ulama-ulama
sendiri-sendiri (tidak 'kompatibel').
Hanya saja menurut pertimbangan saya, posting para pembela syi'ah sudah
terbaca oleh semua netter, tidak terkecuali yang hatinya mudah menerima
syubhat. Banyak juga posting yang sedikit banyak mengambil rujukan kepada
tokoh atau pendapat syi'ah, padahal syubhat itu begitu halus sementara hati
mudah berubah. Mau tidak mau harus ada posting yang menjernihkan
permasalahan ini dengan ilmu yang benar dan hujjah yang kuat, terlebih
tidak semua netter berkesempatan membaca buku yang menepis syubhat tentang
hal ini (misalnya karya-karya Prof Dr Ihsan Ilahi Zahiri).
Betapa banyak kaum muslimin yang terpengaruh oleh syi'ah, sekalipun dia
masih mengaku ahlussunnah.
Tanggung jawab seorang muslim adalah membela diin-nya dari berbagai
penyimpangan. Tidak mungkin dia akan leha-leha melihat berbagai syubhat
dalam sebuah forum. Kata 'tergoda menanggapi' mungkin merupakan wujud
tanggung jawab itu (Melihat tanggung jawab yang besar itu, saya juga sempat
berpikir untuk 'unsubscribe'. Yah, mungkin perlu kontemplasi guna
menghitung manfaat dan mudlaratnya).
Karena dialog sedikit banyak sudah terjadi, sementara kita sendiri sejak
awal sudah mengetahui hasilnya, ya tinggal kita serahkan kepada Allah.
Bagi ahlussunnah semoga hujjah yang disampaikan sudah mencukupi. Kita
mohon ampun kepada Allah sekiranya dalam dialog yang sudah terjadi itu
banyak hal-hal yang tidak diridhai-Nya. Kita juga mohon ampun kepada Allah
kalau dari dialog yang sudah terjadi itu ada yang justru makin intensif
mempelajari syi'ah (bukan makin intensif mempelajari ahlussunnah dan
buku-buku yang menepis penyimpangan ahlul bid'ah).
Kalau tidak ada posting yang berbau syi'ah, tentu tidak perlu lagi ada
pembahasan tentang syi'ah. Hanya tentu saja, saya mengharapkan 'kelapangan
dada' dari orang syi'ah dan para pembelanya, sekiranya ada yang
menyampaikan hadits shahih tentang kekhalifahan pasca Nabi atau tema-tema
lain yang agak menyinggung syi'ah, karena meyakini keutamaan
khulafaurrasyidin dan kepemimpinan mereka adalah bagian dari ijma'
ahlussunnah (ada hujjah yang bagus dari Abul Hasan Al Asy'ari dalam Al
Ibanah-nya, insya Allah kalau sudah 'adem' dan sempat akan saya postingkan).
Sekian, jazakumullah atas masukan dari ikhwan semua.

Ibnu Qudamah berkata,"Barang siapa memalingkan mukanya dari ahlul bid'ah,
maka Allah akan memenuhi hatinya dengan keimanan"

Wallahua'lam bisshawab
Wassalaamu'alaikum Wr Wb

Mohammad Sigit Hermawan
-----------------------


From: SONYMAN

To:

Sent: Sunday, September 05, 1999 2:57 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)



Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahirabbil'aalamiin
Washshalaatu wassalaamu 'alaa Muhammadin wa 'alaa Aalihi
dari sonyman kepada Pak Sigit

Sediakah saudara sigit_her@purwokerto mendengarkan apa konsensus syiah terhadap
Ahlussunnah? Perhatikan:
"Walaupun Ahlussunnah tidak mengakui kepemimpinan Ahlulbait, mereka adalah
SAUDARA KITA DALAM ISLAM, yang haram bagi kita darah dan hartanya, kemenangan
Ahlussunnah adalah kemenangan kita, kekalahan ahlussunnah adalah kekalahan kita,
aib ahlussunnah adalah aib kita yang harus kita jaga dari pandangan orang-orang
kafir, dst."(Rasionalitas Islam, World Shia Orgaization)

Namun sayang sekali yang kami anggap saudara merasa dirinya yang paling benar
sehingga dengan lancangnya di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Menyelesaikan Perselisihan di antara makhluk-Nya, memanggil kami ahli bidah dan
mengatakan:

sigit_her@purwokerto.wasantara.net.id wrote:

> Ada yang mencoba mensejajarkan syi'ah itsna
> asy'ariyah ja'fariyah dengan empat imam madzhab (sehingga mengaburkan
> kedudukan syi'ah sebagai agama diluar millah),

Padahal seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kafir sesudah
beriman(al-Hujurat). Anda dan sebagian ahlussunnah sangat lancang menganggap
empat imam mazhab yang TIDAK ADA SATU PUN nash tentang mereka dari Nabi walaupun
yang palsu, lebih berhak diikuti daripada Imam Ahlulbait walaupun nash tentang
ahlulbait sangat shahih dan mutawatir. Sadarkan anda bahwa Imam Ahlulbait itu
termasuk keluarga Nabi saw yang selalu anda bacakan shalawat untuk beliau saw
dan keluarganya as dalam setiap shalat anda? yang salah satu Imam anda sendiri
(Imam Syafi'i) katakan bahwa tidak sah shalat tanpa shalawat kepada keluarga
Nabi saw.
Setidaknya kami memiliki nash yang kami ikuti sebagai alasan mengikuti Imam dari
Ahlulbait Nabi dari keturunan Nabi dari Fatimah, dari Ali yaitu Hasan kemudian
seterusnya dari Husain.
Sedangkan anda dan pengikut imam 4 mazhab lainnya mengikuti hanya karena taklid
pada ilmu yang mereka miliki, pernahkah anda bertanya darimana mereka(Imam 4
Mazhab) belajar ilmu agama? semuanya pernah belajar dari satu atau lebih dari
lima Imam yang berturut-turut adalah keturunan dari sebelumnya yaitu: Imam Ali
putra Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib dengan gelar Zainal Abidin, Imam
Muhammad putra Imam Ali Zainal Abidin dengan gelar al-Baqir, Imam Ja'far
Ash-Shadiq putra al-Baqir, Imam Musa al-Kazhim putra Imam ash-Shadiq dan Imam
Ali ar-Ridha putra Imam Musa putra Imam Ja'far ash-Shadiq.
Dan tahukah anda bahwa keduabelas imam kami tidak pernah berselisih
Bagaimana dengan 4 Imam anda? renungkanlah

Sebaiknya kita berhati-hati dalam berbicara kebenaran, karena rasa malu di
akhirat nanti adalah salah satu siksaan yang tidak ada taranya.
Tidak pernah ada kata sombong karena benar, sombong hanyalah boleh ditujukan
bagi orang yang sombong juga.

Wassalaamu'alaikum wr,wb.
sonyman

From: Jusuf Hilmy

To: ;

Sent: Sunday, September 05, 1999 7:52 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)




----- Original Message -----
From: SONYMAN
To:
Sent: Sunday, September 05, 1999 2:57 AM
Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis (1/2)

Ass. wr. wb.

> Bismillaahirrahmaanirrahiim
> Alhamdulillaahirabbil'aalamiin
> Washshalaatu wassalaamu 'alaa Muhammadin wa 'alaa Aalihi

JHAM:
Ini baru namanya shalawat yang benar dan lengkap seperti yang diperintahkan
Allah melalui Nabi s.a.w.a.s.


> dari sonyman kepada Pak Sigit
>
> Sediakah saudara sigit_her@purwokerto mendengarkan apa konsensus syiah
terhadap
> Ahlussunnah? Perhatikan:
> "Walaupun Ahlussunnah tidak mengakui kepemimpinan Ahlulbait, mereka adalah
> SAUDARA KITA DALAM ISLAM, yang haram bagi kita darah dan hartanya,
kemenangan
> Ahlussunnah adalah kemenangan kita, kekalahan ahlussunnah adalah kekalahan
kita,
> aib ahlussunnah adalah aib kita yang harus kita jaga dari pandangan
orang-orang
> kafir, dst."(Rasionalitas Islam, World Shia Orgaization)
>
> Namun sayang sekali yang kami anggap saudara merasa dirinya yang paling
benar
> sehingga dengan lancangnya di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
> Menyelesaikan Perselisihan di antara makhluk-Nya, memanggil kami ahli
bidah dan
> mengatakan:
>
> sigit_her@purwokerto.wasantara.net.id wrote:
>
> > Ada yang mencoba mensejajarkan syi'ah itsna
> > asy'ariyah ja'fariyah dengan empat imam madzhab (sehingga mengaburkan
> > kedudukan syi'ah sebagai agama diluar millah),
>

JHAM:
Tahun 1931 M Muktamar 'Alam Islamiy yang diadakan di Baitul Maqdis telah
menyepakati bahwa perbedaan-perbedaan dalam Islam jangan sampai menjadi
penyulut api pertikaian ditengah-tengah ummat Islam. Realisasi dari
kesepakat-
an/keputusan ini ditandai dengan dilangsungkannya shalat berjamaah waktu itu
dibawah pimpinan satu imam yaitu Al-Imam At-Thabathabaiy (ULAMA SYI'AH
YANG MENYUSUN TAFSIR AL-MIZAN), yang kemudian dilanjutkan dengan
diselesaikannya pertentangan antar madzhab yang ada dimasjid Bani Ummayah
dan
Al-Azhar, untuk seterusnya keseluruh pelosok dunia Islam.
Ummat Islam diseluruh penjuru dunia, selalu menginginkan suasana yang
harmonis,
namun rupanya syaitan tidak menginginkannya. Sehingga ummat Islam tetap
terpecah
belah lantaran mereka selalu saling curiga mencurigai.
Sehingga dapat dikatakan kita telah GAGAL dan syaithan telah BERHASIL,
muncullah
kasus Asy'ari dan Salafi, kasus Sunny dan Syi'i, pembid'ahan dan pengkafiran
tumbuh
dimana-mana, berkembang , menyubur, dan merajalela.


> Padahal seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kafir sesudah
> beriman(al-Hujurat). Anda dan sebagian ahlussunnah sangat lancang
menganggap
> empat imam mazhab yang TIDAK ADA SATU PUN nash tentang mereka dari Nabi
walaupun
> yang palsu, lebih berhak diikuti daripada Imam Ahlulbait walaupun nash
tentang
> ahlulbait sangat shahih dan mutawatir. Sadarkan anda bahwa Imam Ahlulbait
itu
> termasuk keluarga Nabi saw yang selalu anda bacakan shalawat untuk beliau
saw
> dan keluarganya as dalam setiap shalat anda? yang salah satu Imam anda
sendiri
> (Imam Syafi'i) katakan bahwa tidak sah shalat tanpa shalawat kepada
keluarga
> Nabi saw.
> Setidaknya kami memiliki nash yang kami ikuti sebagai alasan mengikuti
Imam dari
> Ahlulbait Nabi dari keturunan Nabi dari Fatimah, dari Ali yaitu Hasan
kemudian
> seterusnya dari Husain.
> Sedangkan anda dan pengikut imam 4 mazhab lainnya mengikuti hanya karena
taklid
> pada ilmu yang mereka miliki, pernahkah anda bertanya darimana mereka(Imam
4 Mazhab) belajar ilmu agama? semuanya pernah belajar dari satu atau lebih
dari
> lima Imam yang berturut-turut adalah keturunan dari sebelumnya yaitu: Imam
Ali
> putra Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib dengan gelar Zainal Abidin, Imam
> Muhammad putra Imam Ali Zainal Abidin dengan gelar al-Baqir, Imam Ja'far
> Ash-Shadiq putra al-Baqir, Imam Musa al-Kazhim putra Imam ash-Shadiq dan
Imam
> Ali ar-Ridha putra Imam Musa putra Imam Ja'far ash-Shadiq.
> Dan tahukah anda bahwa keduabelas imam kami tidak pernah berselisih
> Bagaimana dengan 4 Imam anda? renungkanlah

JHAM:
Memang duabelas imam madzhabnya satu, tetapi yang empat imam madzhabnya 4
belum lagi kemungkinan adanya sub-madzhab yang dibentuk oleh
murid-murid/pengikut
mereka, sesuatu yang MUSTAHIL semuanya benar, lebih MUNGKIN semuanya salah,
iya nggak... iya nggak



From: APRIYANO SUDARYO

To:

Sent: Monday, September 06, 1999 11:43 AM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis


Assalaamu'alaikum wr. wb.

On Tue, 31 Aug 1999 11:26:30 Abu Al Fatih wrote:
>>
>> Saya belum pantas di sebut "Pak". Saya masih kuliah dan masih bujangan
>juga.
>
>Baiklah "Dik" Apriyano,
>saya tanggapi sedikit respon Dik Apri di bawah ini (kapan nih rencana Dik
>Apri untuk menikah dan menjadi "bapak" ?).

Wah keliatannya masih lama tuh Pak Abu Al Fatih :)

>Abu Al Fatih:
>> >Sungguh "menarik" bukan,
>> >Bahwa terdapat riwayat-riwayat yang "sepertinya mendukung" paham Syi'ah
>> >dalam kitab-kitab ahlus-sunnah yg justru "diragukan" oleh penganut Syi'ah
>?
>> >Bila memang penganut Syi'ah sudah mulai "konsisten" dalam menerima
>> >"kebenaran" rujukan kitab-kitab hadits ahlus-sunnah, saya akan segera
>> >melengkapi argumen-argumen Pak Apriyano itu dgn riwayat-riwayat "lain"
>> >tentang peristiwa Saqifah, bai'at Imam Ali k.w. kepada Khalifah Rasul Abu
>> >Bakar r.a., dll. itu ...
>
>Dik Apriyano:
>> Saya akan mengutib kembali apa yg sudah saya tulis di posting sebelumnya
>> mengenai sikap Syiah terhadap hadith. Mazhab Syiah hanya berpegang
>> pada hadith2 yg di riwayatkan oleh
>> Ahlul Bayt Rasulullah (saw). Mazhab Syiah juga bisa menggunakan
>> hadith2 yg diriwayatkan oleh sahabat2 yg lain asal tidak bertentangan
>> dengan hadith yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt Rasulullah (saw).
>> Syiah hanya berpegang pada hadith2 yg diriwayatkan oleh Ahlul Bayt
>> Rasullah (saw) karena Syiah menganggap Ahlul Bayt lah adalah penjaga
>> dan pelindung Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg murni. Menurut mazhab
>> Syiah, setelah Rasulullah (saw) meninggal, hanya dari Ahlul Bayt
>> lah kita bisa mendapatkan Syariat Islam dan Sunnah Rasul yg terjaga
>> dan jauh dari penyimpangan dan penyelewengan. Itulah sebabnya mazhab
>> Syiah percaya bahwa hadith2 atau tarikh2 Ahlus Sunnah yg mendukung
>> kebenaran paham mazhab Syiah sesungguhnya menunjukan kebenaran mazhab
>Syiah.
>
>Abu Al Fatih:
>Dengan tulisan di atas ini sebenarnya Dik Apri sudah "membenarkan" statement
>saya bahwa Syi'ah "tidak compatible" dgn Ahlus-Sunnah.
>
>Dibawah ini saya salinkan tulisan Dr.Musthofa As-Siba'i dalam buku As-Sunnah
>wa Makanatuha fi Tasyri Al Islami, sebagai "semacam-penegasan" bahwa
>keduanya memang "tidak-compatible".
>
>(Salinan di bawah ini adalah Edisi Terjemahan oleh CV Diponegoro Bandung,
>Cetakan ke-3 Tahun 1990. Lihat Bagian Kedua : Tantangan Terhadap As Sunnah
>Dalam Berbagai Masa, Bab V : As Sunnah Menurut Versi Syi'ah dan Khawarij,
>halaman 204-205)
>
>----------
>Kaum Syi'ah telah mengecilkan penetapan Jumhur Ulama tentang keshahihan
>hadits, bahkan mereka memandangnya sebagai kebohongan dan kepalsuan,
>terutama hadits yang berisikan keutamaan para shahabat yang menentang Syi'
>ah.
>
>Mereka tidak menerima hadits yang diriwayatkan ahlu sunnah, kecuali yang
>diriwayatkan oleh tokoh-tokoh yang ma'shum terjamin menurut anggapan mereka.
>Oleh karena itu kaum Syi'ah telah menetapkan palsu terhadap riwayat yang
>menurut jumhur ahli hadits, termasuk hadits yang paling shahih, misalnya
>yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyatakan bahwa Nabi Saw. telah
>memerintahkan untuk menutup semua pintu yang menghubungkan rumah para
>shahabat dengan Masjid, kecuali pintu Abu Bakar. Menurut Jumhur Ulama,
>hadits ini telah memenuhi persyaratan ke-shahihan sesuai dengan hasil
>penelitian ilmiah. Riwayat ini menurut pendapat kaum Syi'ah telah
>dipalsukan. Mereka beranggapan bahwa riwayat tersebut seharusnya menyatakan
>bahwa Nabi Saw. memerintahkan untuk menutup seluruh pintu kecuali pintu
>(dari rumah) Ali.
>
>Contoh lain yang sebaliknya yaitu riwayat "Ghadir Khum". Hadits ini
>merupakan tonggak penopang seluruh madzhab Syi'ah, bahkan merupakan soko
>gurunya. Pandangan para shahabat mengenai riwayat "Ghadir Khum" merupakan
>simpul pangkal keraguan golongan Syi'ah terhadap shahabat dan Khalifah yang
>tiga. Sedang Ahlu Sunnah menganggap bahwa riwayat "Ghadir Khum" itu
>dibuat-buat oleh golongan Syi'ah.

Bagaimana riwayat Ghadir Khum bisa di katakan sebagai riwayat yg di buat2 oleh Syiah, padahal riwayat tersebut di dukung oleh segudang riwayat2 yg di jalurkan melalui jalur Ahlus Sunnah. Bisa di baca pada posting saya yg menanggapi posting nya suadara Sigit mengenai Ghadir Khum.

>Dasar dari anggapan ini ialah tuduhan
>bahwa golongan Syi'ah bermaksud memberikan bungkus halus akan serangan serta
>tuduhan kepada shahabat Rasulullah Saw. Palsu tidaknya riwayat ini dapat
>diuji dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan Ulama Jumhur seperti telah
>dibahas dimuka. Pendirian yang netral akan sejalan dengan Jumhur Ulama
>karena menurut akal sehat jumhur shahabat tidak mungkin menyembunyikan
>masalah wasiat yang diaku-aku oleh golongan Syi'ah. Demikian pula mustahil
>shahabat bersepakat mengabaikan haq serta menyembunyikan perintah Rasulullah
>Saw.
>
>Bukankah mereka dengan ikhlash telah mengorbankan segalanya untuk
>menyebarluaskan agama Allah serta menjalankan hukum Nya dengan sempurna ?
>Bahkan mereka tidak takut dituntut atau dihukum dalam menunjukkan kebenaran.
>
>Seperti diketahui, mengingkari Rasul dengan sengaja termasuk dosa dan fasiq
>bahkan menjadi kufur apabila menghalalkannya. Betapa mengejutkan sekiranya
>seluruh shahabat Rasulullah Saw sampai berani berdusta atas nama beliau
>dengan jalan menggelapkan wasiatnya kepada Ali. Jadilah seluruh shahabat itu
>fasiq atau kafir ? Bagaimana mungkin kita tenteram memeluk agama yang
>disampaikan melalui mereka ? Pantaskah bagi Rasulullah mempunyai shahabat
>yang semuanya pendusta dan penipu, yang sepakat menyembunyikan kebenaran dan
>memusuhi pewarisnya ?
>
>Mengenai masalah-masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari seperti
>maskawin, jual beli di saat khatib mengucapkan khutbah jum'at - mereka siap
>berqurban. Apalagi mengenai wasiat Rasulullah Saw kepada shahabat yang
>isinya menerangkan siapa penerus Khalifah setelah beliau wafat ?
>----------
>
>Abu Al Fatih:
>> >Tapi saya sudah kadung "janji" sama Pak Warsono,
>> >untuk "tidak melanjutkan" diskusi ini. Karena saya berkeyakinan, seperti
>> >sudah saya ungkapkan dalam kata pengantar tulisan "Tentang Syi'ah" ini,
>> >bahwa "ujung" diskusi ini "pasti" akan bermuara pada keyakinan kita
>> >masing-masing, bahwa antara Syi'ah dan Ahlus-Sunnah tidak "compatible"
>(dan
>> >masing-masing kita kemudian akan saling membacakan ayat "Lanaa a'maluna
>wa
>> >lakum a'malukum" itu).
>
>Dik Apriyano:
>> Saya berpendapat bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah dua2 nya adalah Islam.
>> Sehingga saya tidak setuju kalau di katakan bahwa Syiah dan Ahlus Sunnah
>tidak "compatible".
>
>Abu Al Fatih:
>Dik Apri "tidak setuju" tapi Dik Apri sendiri "membenarkan" ...
>Bagaimana nih Dik Apri ... ?
>
>Dik Apriyano:
>> Bosnia yg Muslim Ahlus Sunnah itu mendapat bantuan senjata loh dari
>> Iran ketika berperang melawan Serbia, dan Sudan bekerja sama erat loh
>dengan Iran.
>
>Abu Al Fatih:
>Tentang "bantuan" dan "kerjasama" itu saya yakin Dik Apri tidak keliru.
>Bahkan Iran pun mendapat "bantuan" senjata dari Amerika (dalam kasus Iran
>Kontra).> Afghanistan juga mendapat "bantuan" senjata dari Amerika ketika
>jihad melawan Rusia.
>Lalu tentang "kerjasama" ... Negara mana yg tidak punya hubungan dagang dgn
>Amerika dan Eropa sekarang ini ? (bukankah dibawah pimpinan Khatami sekarang
>Iran lebih terbuka dalam hubungan dagang dgn negara-negara yg dijuluki
>Khomeini sbg "Syaithan Kabir" itu ?)

Pak Abu Al Fatih, bagaimana bisa anda mengatakan bahwa kasus Iran Contra sebagai "bantuan". Kasus tersebut adalah suatu kasus pemerasan Iran terhadap AS. Saya yakin anda sudah mengetahuinya, bahwa dalam kasus tersebut penjualan senjata ke Iran oleh AS adalah suatu tebusan yg harus di penuhi oleh AS bila ingin beberapa warga nya di Lebanon yg di jadikan spies oleh CIA untuk di bebaskan.
Tentang masalah perdagangan, Iran memang telah sejak dulu mempunyai hubungan dagang dengan negara2 Eropa. Dan bahkan perusahaan2 AS di persilahkan untuk menjalin hubungan dagang dengan Iran. Namun semua hubungan dagang tersebut selalu berada dalam pengawasan terus menerus yg menjamin bahwa hubungan perdagangan tersebut tidak merugikan Islam dan national interests. Sebagai contoh, apabila dalam hubungan perdagangan tersebut, suatu negara Eropa mencoba untuk memaksakan suatu hal kepada Iran, maka Iran tidak akan segan2 untuk menghentikan huingan tersebut. Perkataan bahwa Iran lebih "terbuka terhadap barat" adalah suatu usaha disinformasi barat. Sebagai contoh, lihatlah perkataan mereka bahwa di tangan Khatami Iran akan menjalin hungan diplomatik dengan AS, yg sesungguhnya hanyalah mimpi mereka belaka.
Dan bagaimana anda bisa membandingkan kerjasama perdagangan tersebut dengan bantuan Iran terhadap Bosnia dan kerjasama yg erat antara Iran dan Sudan. Bagaimana anda bisa menbandingkan hubungan perdagangan tersebut dengan bantuan Iran atas Hizbullah, HAMAS, Islamic Jihad, dan pemerintah Lebanon dalam menghadapi Israel.

>Lalu adakah "bantuan" dan "kerjasama" itu menunjukkan "compatibilitas"
>antara masing-masing negara tsb. ?
>
>Saya yakin jawabannya adalah "Ya" ... bila yg dimaksud "compatible" adalah
>adanya "semacam kesamaan kepentingan", yg dapat ditolelir oleh "batas-batas
>kehalalan bermu'amalah" oleh masing-masing sistem keyakinan (ini bisa lebih
>jelas bila kita membingkainya dalam tema diskusi seputar "Kalimatun Sawa",
>"Pluralitas" dan "Pluralisme" menurut Islam).
>
>Dan jawabannya menjadi "Tidak" ... bila metodologi hadits dalam paham Syi'ah
>seperti yg Dik Apri kemukakan di atas (dan dipertegas oleh Dr.Musthofa
>As-Siba'i) ingin dijadikan sebagai "wasilah-untuk-compatibilitas" dengan
>Ahlus-Sunnah.

Menurut saya yg di jadikan patokan compatible itu antara lain adalah sebagai berikut:
- Kita sama2 percaya kepada the Creator of the worlds, Allah (swt)
- Kita sama2 percaya bahwa Muhammad (saw) itu adalah Nabi dan Rasul terakhir.
- Kita sama2 percaya kepada Al Quran.

Bagi sebagian kecil ulama Ahlus Sunnah yg mengatakan bahwa Syiah mempunyai Quran yg berbeda, maka perkataan mereka sesungguhnya telah bertentangan dengan firman Allah :
Surely We have revealed the Reminder (the Quran) and We will most surely be its guardian (15:9)
Berdasarkan ayat ini, tidaklah mungkin siapapun di bumi ini mampu merubah Quran dan mempublishnya ke orang banyak. Sesungguhnya Allah sendirilah yg menjaga dan melindungi Al Quran dari segala perubahan. Sebagai contoh, saya pernah mendengar, bahwa dulu zionist2 element berusaha untuk menyebarkan Quran yg telah di rubah, namun itu semua gagal. Dan contoh yg baru2 ini adalah suatu usaha pihak tertentu (saya yakin bahwa ia adalah zionist element juga) di Internet untuk menyebarkan ayat2 Quran palsu, namun usaha itu berakhir dengan kegagalan pula. Dan bagaimana sebagian kecil ulama Ahlus Sunnah bisa menentang ayat tersebut dengan mengatakan bahwa jutaan orang mempunyai Quran yg telah di rubah.

>Abu Al Fatih:
>> >Jadi sebelum para "polantas isnet" (itu lho, Mas Koencoro dkk.),
>> >mengeluarkan "surat tilang"nya untuk kita - terutama kalau kita tiba-tiba
>> >jadi "terlalu bersemangat" dalam diskusi ini - saya cenderung untuk
>> >mengikuti saja saran Pak Warsono itu ...
>
>Dik Apriyano:
>> Saya dari awal memang tidak ada niat untuk mengadakan diskusi Syiah
>> di mailing list ini. Saya dari awal hanya menanggapi sesuai kemampuan
>> saya terhadap posting2 yg mengatakan mazhab Syiah itu kafir , sesat, dan
>lain sebagainya.
>> Saya berharap di masa mendatang tidak ada satu orang pun di mailing
>> list yg terhormat ini yg mengatakan Syiah sebagai kafir dan sesat.
>
>Abu Al Fatih:
>Saya pun "berharap" bahwa penganut paham Syi'ah akan "berhenti"
>meng-kafir-kan Shahabat Rasulullah r.a., baik secara eksplisit maupun
>implisit (dgn mengatakan bahwa mereka mengkhianati wasiat Rasulullah saw
>pada hari wafatnya).

Tentang mengkafirkan, saya sudah tulis di posting sebelumnya, bahwa Syiah tidak mengkafirkan shahabat. Tentang anda menafsirkan bahwa "mengatakan bahwa mereka mengkhianati wasiat Rasulullah saw" itu adalah meng-kafir-kan secara implisit, itu tentunya adalah pendapat anda sendiri.
Pak Abu Al Fatih dan Dr.Musthofa As-Siba'i (penulis buku di atas) meng imply bahwa tidak mungkin shahabat mengkhianati wasiat Rasulullah saw. Lalu bagaimana dengan riwayat berikut ini yg menunjukan bahkan ketika Rasulullah saw masih hidup sebagian sahabat telah tidak mematuhi perintahnya.Riwayat berikut ini di kenal sebagai "Tragedi hari Kamis".

Ibn Abbas said: "Thursday! And how tragic that Thursday was!" Then Ibn Abbas cried severely so that his tears flowed to his cheeks. Then he added Prophet said: "Bring me a flat bone or a sheet and an ink so that I could write (order to write) a statement that will prevent you people to go astray after me." They said: "Verily the messenger of Allah is talking no sense."
Sahih Muslim, Chapter of "Kitabul-Wasiyyah" in section "Babut-Tarkil-Wasiyyah", 1980 Edition, Arabic version (Saudi Arabia), v3, P1259, Tradition (#1637/21).

Sahih al-Bukhari Hadiths: 9.468 and 7.573
Narrated Ibn 'Abbas:
When the time of the death of the Prophet approached while there were some men in the house, and among them was 'Umar Ibn al-Khatttab, the Prophet said: "Come near let me write for you a writing after which you will never go astray." 'Umar said: "The Prophet is seriously ill, and you have the Quran, so Allah's Book is sufficient for us." The people in the house differed and disputed. Some of them said, "Come near so that Allah's Apostle may write for you a writing after which you will not go astray," while the others said what 'Umar said. When they made much noise and quarreled greatly in front of the Prophet, he said to them, "Go away and leave me." Ibn 'Abbas used to say, "It was a great disaster that their quarrel and noise prevented Allah's Apostle from writing a statement for them.

Lalu apa yg di ramalkan Rasulullah (saw) mengenai sebagian shahabat sepeninggalnya?

Sahih al-Bukhari Hadith: 8.578
Narrated 'Abdullah:
The Prophet said, "I am your predecessor at the Lake-Fount." 'Abdullah added: The Prophet said, "I am your predecessor at the Lake-Fount, and some of you will be brought in front of me till I will see them and then they will be taken away from me and I will say, 'O Lord, my companions!' It will be said, 'You do not know what they did after you had left.'

Sahih al-Bukhari Hadith: 8.584
Narrated Anas: The Prophet said, "Some of my companions will come to me at my Lake
Fount, and after I recognize them, they will then be taken away from me, whereupon I will say, 'My companions!' Then it will be said, 'You do not know what they innovated (new things) in the religion after you."

The Messenger said to the martyrs of Uhud, "Those, I bear witness against." Abu Bakr then said, "O Messenger of Allah, are we not their brothers? Did we not become Muslims as they did? Did we not fight as they did?"
The Messenger replied, "Yes, but I do not know what you are going to do after me."
On hearing that, Abu Bakr cried bitterly and said, "We are going to alter many things after your departure."
Muwatta, Malik, vol 1 p 307
Maghazi, al Qawidi, p 310

>Bagaimana Dik Apriyano, "harapan" saya berlebihan ndak tuh ... ?

Saya juga punya pengharapan Pak Abu Al Fatih, agar Ahlus Sunnah lebih memperhatikan Ahlul Bayt.

Someday (after his last pilgrimage) the Messenger of Allah (PBUH&HF) stood to give us a speech beside a pond which is known as Khum which is located between Mecca and Medina. Then he praised Allah and reminded Him, and then said: "O' people! Behold! It seems the time approached when I shall be called away (by Allah) and I shall answer that call. Behold! I am leaving for you two precious things. First of them is the book of Allah in which there is light and guidance... The other one is my Ahlul-Bayt. I remind you in the name of Allah about my Ahlul-Bayt. I remind you in the name of Allah about my Ahlul-Bayt. I remind you in the name of Allah about my Ahlul-Bayt. (three times)...."
Sahih Muslim, Chapter of the virtues of the companions, section of the virtues of Ali, 1980 Edition Pub. in Saudi Arabia, Arabic version, v4, p1873, Tradition #36.

The messenger of Allah (PBUH&HF) said: "I am leaving for you two precious and weighty Symbols that if you adhere to BOTH of them you shall not go astray after me. They are, the Book of Allah, and my progeny, that is my Ahlul-Bayt. The Merciful has informed me that These two shall not separate from each other till they come to me by the Pool (of Paradise)."
- Sahih al-Tirmidhi, v5, pp 662-663,328, report of 30+ companions, with reference to several chains of transmitters.
- al-Mustadrak, by al-Hakim, Chapter of "Understanding (the virtues) of Companions, v3, pp 109,110,148,533 who wrote this tradition is authentic (Sahih) based on the criteria of the two Shaikhs (al-Bukhari and Muslim).
- Sunan, by Daarami, v2, p432
- Musnad, by Ahmad Ibn Hanbal, v3, pp 14,17,26,59, v4, pp 366,370-372, v5, pp 182,189,350,366,419
- Fadha'il al-Sahaba, by Ahmad Ibn Hanbal, v2, p585, Tradition #990
- al-Khasa'is, by al-Nisa'i, pp 21,30
- al-Sawa'iq al-Muhriqah, by Ibn Hajar Haythami, Ch. 11, section 1, p230
- al-Kabir, by al-Tabarani, v3, pp 62-63,137
- Kanz al-Ummal, by al-Muttaqi al-Hindi, Chapter al-Iti'sam bi Habl Allah, v1, p44.
- Tafsir Ibn Kathir (complete version), v4, p113, under commentary of verse 42:23 of Quran (four traditions)

Bagaimana Pak Abu Al Fatih, "harapan" saya berlebihan ndak tuh ... ?

Untuk kata penutup, saya tetap pada kepercayaan saya bahwa Ahlus Sunnah dan Syiah itu "compatible". Dan saya percaya bahwa Ahlus Sunnah dan Syiah adalah Islam. Kalau menurut Pak Abu Al Fatih Syiah itu bukan Islam atau mazhab yg sesat, yah itu terserah Bapak. Yg jelas kita akan mempertanggungjawabkan setiap pernyataan kita di hadapan Allah (swt).

Wassalam
Apriyano


From: Abu Al Fatih

To:

Sent: Monday, September 06, 1999 1:07 PM

Subject: Re: [is-lam] Tentang Syi'ah ; Perspektif Historis

Assalamu 'alaikum wr.wb.

Kali ini saya betul-betul mau "puasa" ...
Silakan lanjutkan diskusinya dgn peserta lain yg masih berminat.
Adapun kesimpulan saya masih tetap sama ; "tidak-compatible".
(akan panjang lagi kalau nanti dijelaskan / ditanggapi, dgn "konklusi" yg
sama-juga). Meski demikian saya "tidak-apriori" dgn kemungkinan "kerjasama"
bilateral & multilateral antar sistem keyakinan yg "tidak-compatible" dalam
perspektif "negeri-madani".

Semoga Allah Swt berkenan mengampuni dosa-dosa saya, mempertemukan saya dgn
ajal saya di saat telah mampu menyempurnakan taubat saya, menyelamatkan saya
dari Jahannam, dan memasukkan saya ke dalam Jannah Nya ... di bawah naungan
Ridho dan Cinta Nya ... bersama Rasulullah Saw, Keluarga dan Para
Shahabatnya ...
Amin ...

Dan sekali lagi saya sampaikan sebagai "penutup" diskusi kita:

"Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma'shum
Rasulullah Saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan
Kitab dan Sunnah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak
boleh melontarkan kepada orang-orang - oleh sebab yang diperselisihkan
dengannya - kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat
mereka, dan mereka telah berlalu dengan amalnya."

Dan juga :

"Setiap masalah yang amal tidak dibangun di atasnya - sehingga menimbulkan
perbincangan yang tidak perlu - adalah kegiatan yang dilarang secara syar'i.
Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak
benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Qur'an yang
kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan
perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi di antara para
shahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai
shahabat Nabi dan pahala niatnya) dengan ta'wil (menafsiri perilaku para
shahabat), kita terlepas dari persoalan ini."

Wallahu a'lam

Wassalam

Abu Al Fatih

http://get.to/fatih
abu_fatih@hotmail.com
aws99@indosat.net.id